Dominasi BRICS Ancam Hegemoni Dolar AS, Harga Emas Diprediksi Tembus Rp75 Juta - SINDOnews
3 min read
Dominasi BRICS Ancam Hegemoni Dolar AS, Harga Emas Diprediksi Tembus Rp75 Juta
views:
Harga emas dunia diperkirakan terus menanjak dan berpotensi menembus level 4.500 dolar AS per ons troi. FOTO/iStock Photo
JAKARTA - Harga emas dunia diperkirakan terus menanjak dan berpotensi menembus level 4.500 dolar AS per ons troi, atau setara Rp75 juta per troi ons seiring meningkatnya pengaruh kelompok negara BRICS dalam sistem moneter global.
Para analis menilai, strategi akumulasi cadangan emas yang agresif serta pergeseran orientasi keuangan di antara negara-negara BRICS akan mengubah peta kekuatan ekonomi dunia yang selama ini dikuasai dolar Amerika Serikat.
Ekonom Jim O’Neill, pencetus istilah BRICS, menyebut pasar emas global kini tengah mengalami pergeseran struktural, dengan harga yang sudah bergerak di kisaran 4.000 dolar AS per ons atau Rp2.421.917 per gram. Ia menilai, kenaikan tajam ini dipicu oleh fenomena fear of missing out (FOMO) di kalangan investor ritel dan langkah diversifikasi strategis oleh sejumlah bank sentral dunia.
"Begitu rasa takut ketinggalan atau FOMO muncul, bahkan perkembangan kecil atau tak relevan pun bisa memperkuat euforia pasar. Pertanyaannya, apakah justifikasi seperti itu dapat bertahan terhadap pengujian pasar," ujar O’Neill dikutip dari Watcher Guru, Kamis (13/11/2025).
Baca Juga: Kilau Emas Kembali Lagi, Pagi Ini Harga Naik Rp29 Ribu per Gram
Ia juga mengingatkan potensi terjadinya gelembung (bubble) harga akibat antusiasme berlebihan terhadap emas sebagai aset lindung nilai (safe haven). Sementara, analis CIBC Capital Markets, Anita Soni, memproyeksikan harga emas mencapai 4.500 dolar AS per ons pada periode 2026–2027. Ia menilai prospek makroekonomi global masih kondusif bagi penguatan logam mulia tersebut.
"Kami memperkirakan ketidakpastian kebijakan tarif akan berlanjut, sementara ekonomi Amerika Serikat belum sepenuhnya merasakan dampak negatif dari kebijakan tarif terhadap daya beli konsumen," ujarnya.
Para analis menilai, strategi akumulasi cadangan emas yang agresif serta pergeseran orientasi keuangan di antara negara-negara BRICS akan mengubah peta kekuatan ekonomi dunia yang selama ini dikuasai dolar Amerika Serikat.
Ekonom Jim O’Neill, pencetus istilah BRICS, menyebut pasar emas global kini tengah mengalami pergeseran struktural, dengan harga yang sudah bergerak di kisaran 4.000 dolar AS per ons atau Rp2.421.917 per gram. Ia menilai, kenaikan tajam ini dipicu oleh fenomena fear of missing out (FOMO) di kalangan investor ritel dan langkah diversifikasi strategis oleh sejumlah bank sentral dunia.
"Begitu rasa takut ketinggalan atau FOMO muncul, bahkan perkembangan kecil atau tak relevan pun bisa memperkuat euforia pasar. Pertanyaannya, apakah justifikasi seperti itu dapat bertahan terhadap pengujian pasar," ujar O’Neill dikutip dari Watcher Guru, Kamis (13/11/2025).
Baca Juga: Kilau Emas Kembali Lagi, Pagi Ini Harga Naik Rp29 Ribu per Gram
Ia juga mengingatkan potensi terjadinya gelembung (bubble) harga akibat antusiasme berlebihan terhadap emas sebagai aset lindung nilai (safe haven). Sementara, analis CIBC Capital Markets, Anita Soni, memproyeksikan harga emas mencapai 4.500 dolar AS per ons pada periode 2026–2027. Ia menilai prospek makroekonomi global masih kondusif bagi penguatan logam mulia tersebut.
"Kami memperkirakan ketidakpastian kebijakan tarif akan berlanjut, sementara ekonomi Amerika Serikat belum sepenuhnya merasakan dampak negatif dari kebijakan tarif terhadap daya beli konsumen," ujarnya.
Proyeksi serupa datang dari Goldman Sachs, yang menaikkan target harga emas hingga 4.900 dolar AS per ons pada Desember 2026. Lembaga keuangan tersebut menilai potensi kenaikan masih terbuka karena sektor swasta mulai memperluas diversifikasi portofolio ke pasar emas yang relatif kecil, sehingga dapat mendorong peningkatan kepemilikan exchange-traded fund (ETF) di atas ekspektasi sebelumnya.
Dari sisi fundamental, peningkatan cadangan emas negara-negara BRICS menjadi faktor utama penggerak reli harga. Rusia, misalnya, tercatat memiliki cadangan emas sebesar 2.326,5 ton per Oktober 2025, senilai lebih dari 302 miliar dolar AS. Emas kini mencakup 35,4 persen dari total cadangan devisa internasional negara itu.
Baca Juga: Perang Dagang Tekan Dolar AS, Dongkrak Harga Emas dan Logam Mulia
Langkah serupa juga dilakukan China dan negara anggota BRICS lainnya, yang dinilai sebagai strategi membangun sistem keuangan alternatif di luar dominasi dolar AS. O’Neill menilai kebijakan tersebut sejalan dengan ambisi BRICS membentuk tatanan moneter global yang lebih seimbang dan tidak bergantung pada satu mata uang tunggal.
"Jika pasar meyakini bahwa bank sentral akan melonggarkan kebijakan atau setidaknya tidak memperketatnya lagi, sementara inflasi masih bertahan, maka harga emas yang lebih tinggi merupakan pola historis yang konsisten," ujarnya.
Dengan berbagai faktor tersebut, mulai dari akumulasi cadangan emas BRICS, ketegangan geopolitik, hingga arah kebijakan moneter global—harga emas diyakini masih akan melanjutkan tren penguatan dalam jangka menengah. Para analis memperkirakan momentum reli ini akan berlanjut hingga 2026–2027, terutama bila inflasi tinggi dan ketidakpastian ekonomi tetap membayangi pasar global.
(nng)