DPR Sebut Kemenkes Tak Punya Kewenangan Seragamkan Kemasan Rokok, Apa Alasannya? - Tribunnews
DPR Sebut Kemenkes Tak Punya Kewenangan Seragamkan Kemasan Rokok, Apa Alasannya? - Tribunnews.com
Ringkasan Berita:
- Ketua Komisi XI DPR Muhammad Misbakhun menilai Kemenkes tidak berwenang mengatur plain packaging rokok karena seharusnya menjadi ranah Kementerian Perindustrian.
- Kemenperin dan serikat buruh menolak penyeragaman kemasan rokok karena dinilai mempermudah peredaran rokok ilegal dan disusun tanpa koordinasi inklusif.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi XI DPR RI Fraksi Golkar, Muhammad Misbakhun, menilai Kemenkes tidak memiliki kewenangan untuk membuat aturan turunan PP 28/2024 terkait penyeragaman kemasan rokok dengan warna yang sama (plain packaging).
Menurutnya, pengaturan berkenaan hal itu merupakan wewenang Kementerian Perindustrian.
"Kalau nanti kebijakan plain packaging diterapkan, saya bilang lawan saja, Pak. Itu sudah salah kamar," kata Misbakhun, kepada wartawan, Jumat (28/11/2025).
Menurut Misbakhun, tidak ada industri di dunia yang dilarang menggunakan merek dagang.
Penerapan kebijakan tersebut dinilai sebagai langkah radikal dan secara langsung melanggar Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) maupun prinsip persaingan usaha yang adil.
Terkait hal itu, ia mengatakan, industri tembakau saat ini diibaratkan sebagai "industri tebak koin" yang berjalan tanpa kepastian arah.
Menurutnya, tekanan regulasi yang muncul menjadi bentuk penyiksaan.
"Regulasi kemasan seharusnya menjadi kewenangan Kementerian Perindustrian, bukan Kemenkes," ucap Misbakhun.
Picu Penolakan
Diberitakan sebelumnya, penolakan terhadap rencana penerapan kebijakan penyeragaman kemasan atau bungkus rokok dengan warna yang sama kembali menguat. Kebijakan ini tertuang dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes), sebagai turunan dari Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 (PP 28/2024).
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan serikat buruh sama-sama sepakat bahwa penyeragaman kemasan justru akan memperluas pasar peredaran rokok ilegal
"Secara prinsip sesuai dengan teman-teman industri, tidak sepakat untuk standarisasi kemasan yang ditetapkan warnanya sama. Itu karena akan memudahkan rokok yang ilegal. Itu yang utama," kata Direktur Industri Minuman Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kemenperin, Merijanti Punguan Pitaria kepada wartawan, Jumat (17/10/2025).
Meri turut menyoroti minimnya koordinasi dari Kemenkes dalam proses penyusunan regulasi. Ia berharap pembahasan kebijakan bisa dilakukan secara inklusif dengan melibatkan kementerian terkait, asosiasi industri, serikat pekerja, petani, dan pelaku usaha.
"Karena selama ini kita belum pernah dapat draft-nya, sampai tadi juga belum dapat," katanya.
Sekretaris Bidang Pendidikan Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman (FSP RTMM), Iman Setiaman mengatakan bahwa buruh kurang dilibatkan dalam proses pembahasan regulasi.
Bahkan saat dengar pendapat publik, pihaknya tidak menerima naskah materi perubahan. Padahal kaum buruh berharap suara mereka bisa didengar oleh para pemangku kebijakan.
"Posisi kita sebetulnya kita ingin diajak, kita ingin didengar. Karena memang sudah bertahun-tahun suara-suara kita ini kurang didengar oleh Kemenkes," kata dia.
Iman mengaku khawatir merasakan dampak kebijakan penyeragaman kemasan terhadap keberlangsungan industri rokok legal.
Ia menilai kebijakan tersebut akan memperbesar peluang rokok tanpa pita cukai alias ilegal, dan berdampak langsung pada pekerja.
"Dampaknya bagi para pekerja khususnya di industri rokok akan berdampak signifikan. Mungkin akan terjadinya pengurangan, penurunan produktivitas, terutama turunnya komoditi pendapatan mereka," tutur Iman.
Para buruh kata Iman, bukan antiregulasi namun mendukung kebijakan yang berpihak pada keberlangsungan hidup para pekerja.
Mengingat tekanan regulasi sudah dirasa berat dengan adanya PP 28/2024, dan ditambah Rancangan Permenkes. Ia khawatir munculnya potensi PHK besar-besaran di kalangan pekerja industri tembakau.
"Dengan PP 28/2024 itu sudah cukup menekan bagi kami. Kalau misalkan ditambah dengan Rancangan Permenkes ini tekanannya sangat dahsyat. Dan gelombang-gelombang PHK itu tidak akan menutup kemungkinan akan terjadi," kata dia. (*)