Ini Alasan KPU Sembunyikan NIM dan Tanda Tangan Rektor di Salinan Ijazah Jokowi - Tribunkaltim
Ini Alasan KPU Sembunyikan NIM dan Tanda Tangan Rektor di Salinan Ijazah Jokowi - Tribunkaltim.co

Ringkasan Berita:
- KPU menghitamkan sembilan data pada salinan ijazah Jokowi—termasuk NIM, nomor ijazah, hingga tanda tangan pejabat dengan alasan melindungi data pribadi sesuai prinsip kehati-hatian.
- Majelis KIP meminta KPU melakukan uji konsekuensi dan membawa bukti lengkap dalam sidang berikutnya, karena pengaburan informasi dianggap bentuk pengecualian.
- Sengketa bermula dari permohonan informasi Bonatua Silalahi, yang menilai KPU hanya menyerahkan sebagian dokumen ijazah Jokowi untuk Pilpres 2019.
TRIBUNKALTIM.CO - Komisi Pemilihan Umum (KPU) menjelaskan alasan di balik keputusan menyembunyikan sembilan informasi dalam salinan ijazah Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang diminta melalui permohonan informasi publik.
Langkah tersebut menjadi sorotan setelah pengamat kebijakan publik Bonatua Silalahi mengajukan sengketa ke Komisi Informasi Pusat (KIP) karena menilai KPU menutup akses terhadap data yang seharusnya terbuka.
Dalam persidangan di KIP, perwakilan KPU menegaskan bahwa lembaganya menerapkan prinsip kehati-hatian dalam melindungi data pribadi, sehingga sejumlah informasi seperti nomor ijazah, nomor induk mahasiswa, hingga tanda tangan pejabat kampus sengaja dihitamkan.
KPU beralasan bahwa bagian-bagian tersebut termasuk kategori data pribadi yang dikecualikan dari keterbukaan informasi.
Sembilan hal yang disembunyikan KPU RI dalam salinan ijazah Jokowi adalah nomor ijazah; nomor induk mahasiswa; tanggal lahir; tempat lahir; tanda tangan pejabat legalisir; tanggal dilegalisir; tanda tangan rektor UGM, dan tanda tangan dekan Fakultas Kehutanan UGM.
Perwakilan KPU yang hadir dalam sidang menyampaikan, lembaganya sebagai badan publik mengedepankan prinsip kehati-hatian dalam melindungi data pribadi.

"Oleh karena itu, kami mempedomani dalam undang-undang, misalnya kaya adminstrasi kependukan, jadi menurut kami tandan tangan dan nomor-nomor yang disebutkan sembilan item tadi memang kami hitamkan," ujar perwakilan KPU dalam sidang sengketa informasi publik yang digekar KIP, dikutip dari tayangan Kompas TV, Senin (24/11/2025).
Ketua Majelis Sidang kemudian bertanya, apa alasan KPU RI menyembunyikan atau mengaburkan sembilan informasi dari salinan ijazah Jokowi.
Sebab, penyembunyian sembilan informasi tersebut bisa saja merupakan bentuk pengecualian terhadap ijazah Jokowi.
"Jadi kan Anda menghitamkan, oke. Anda beralasan bahwa itu untuk melindungi data pribadi dan lain-lain, gitu kan. Berarti kan Anda mengecualikan? Betul?" tanya Ketua Majelis Sidang.
Perwakilan KPU RI kemudian menjawab bahwa salinan ijazah Jokowi merupakan dokumen publik yang terbuka, tetapi informasi yang ditampilkan terbatas.
"Terbatas yang kami maksud adalah ada bagian-bagian tertentu yang itu merupakan data pribadi. Oleh karena itu kita hitamkan," ujar perwakilan KPU RI.
Ketua Majelis Sidang KPI pun memutuskan agar KPU RI melakukan uji konsekuensi dan diberi waktu satu minggu.
"Nanti pada persidangan berikutnya Anda bawa itu hasil uji konsekuensinya, beserta bukti-buktinya, alat buktinya, sekaligus juga Anda bawa salinan dokumen yang memuat informasi yang dikecualikan itu," ujar Ketua Majelis Sidang.
Sebagai informasi, sengketa di KIP ini bermula ketika Bonatua meminta permohonan informasi ke KPU RI pada 3 Agustus 2025.
Setidaknya terdapat tiga jenis dokumen yang dimohonkan ke KPU RI, meliputi:
- Berita acara penerimaan dokumen pencalonan dari KPU, apabila tersedia.
Kemudian pada 2 Oktober 2025, KPU RI hanya menyerahkan sebagian dokumen, yakni salinan ijazah Jokowi yang dipakai untuk Pilpres 2019, berkas hasil penelitian dokumen perbaikan syarat pencalonan, dan dokumen penetapan pasangan calon peserta Pilpres 2019.
Ketidakpuasan atas jawaban tersebut membuat Bonatua mengajukan sengketa informasi publik ke KIP pada 15 Oktober 2025.
Diduga Ada 'Nama Besar'
Isu dugaan ijazah palsu Presiden Jokowi kembali memanas.
Wakil Ketua Umum Joman, Andi Azwan, memantik perhatian publik setelah menyebut adanya kecurigaan bahwa “orang besar” berada di balik gencarnya tudingan tersebut.
Nama-nama yang disebutnya membuat dugaan itu terasa semakin mengerucut.
Wakil Ketua Umum Jokowi Mania (Joman), Andi Azwan, secara terbuka melontarkan kecurigaan bahwa orang besar yang disebut Joko Widodo atau Jokowi berada di balik isu dugaan ijazah palsu Presiden RI ke-7 tersebut, merujuk pada sejumlah tokoh yang berafiliasi dengan Partai Demokrat.
Kecurigaan ini muncul setelah pihaknya mengamati kemunculan beberapa nama yang gencar menyuarakan tuduhan ijazah palsu.
Dalam sebuah wawancara, Andi Azwan mempertanyakan latar belakang politik dari tokoh-tokoh yang tiba-tiba ikut bersuara dalam kasus ini, dan ia menilai banyak dari mereka berasal dari Partai Demokrat.
"Coba kita lihat ya, Denny Indrayana tiba-tiba ngomong, saya bertanya wah Denny Indrayana kan Demokrat, terus disebut juga Agus Samsudin itu dari Demokrat, Roy Suryo Demokrat, Subhan Palal Demokrat. Wah ini apakah di belakangnya itu mereka? Big Question," ujar Andi, seperti dikutip dari tayangan The Daily Buzz pada Selasa (18/11/2025).
Keterkaitan dengan Pernyataan Jokowi
Menurut Andi, kemunculan nama-nama dari partai yang sama ini secara tidak langsung mengaitkan kembali pada pernyataan Jokowi di masa lalu yang menyebut adanya “orang besar” yang memainkan isu ini.
"Saya enggak menuduh ya, orang akan berpikir itu. Jadi kita mengaitkan lagi pada akhirnya. Wah Pak Jokowi pernah ngomong nih, ada orang besar di belakang itu," tegasnya, seperti dilansir TribunJakarta.com.
Andi juga mengindikasikan bahwa pergerakan isu ini tidak hanya datang dari dalam negeri.
"Ya kalau jelas kan kita tahu lah, bagaimana misalnya dari luar negeri siapa yang bermain, kita juga tahu," tambahnya, memicu spekulasi lebih lanjut mengenai kompleksitas kasus ini.
Siap Tempur di Pengadilan: 130 Saksi dan 700 Bukti
Menghadapi kasus yang kini telah berproses di pengadilan, Joman menyatakan kesiapan penuh untuk membuktikan keaslian ijazah Presiden Jokowi.
Pihak Joman telah menyiapkan “amunisi” pembuktian yang sangat lengkap.
"Ya, ada 130 saksi, ada 20 saksi ahli dengan 700 barang bukti ini berkaitan semua," kata Andi, merinci kekuatan pembuktian yang mereka siapkan.
Bukti-bukti yang disiapkan diklaim mencakup seluruh perjalanan studi Jokowi di Universitas Gadjah Mada (UGM), mulai dari awal masuk hingga lulus.
"Dari Gadjah Mada, buktinya hampir 100 lebih yang berkaitan dengan Pak Jokowi, waktu dia masuk pertama dari koran yang namanya kayak Sipenmaru sampai dia selesai, dia punya dokumentasi, berikut juga ijazah teman-temannya yang sudah dia rangkum dan dia tinggal bikin satu beberapa bundel," pungkasnya.
Semua berkas pembuktian tersebut, menurut Andi, siap dibawa dan dibuka dalam agenda pembuktian di persidangan untuk membungkam isu ijazah palsu secara definitif.
Buka Peluang Gelar Perkara Khusus
Polda Metro Jaya membuka peluang untuk melakukan gelar perkara khusus terkait kasus tudingan ijazah palsu Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi).
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Budi Hermanto mengatakan, gelar perkara khusus itu diajukan Roy Suryo Cs yang berstatus sebagai tersangka.
"Gelar perkara khusus diajukan oleh tersangka kemarin sekitar tanggal 20 November, dan ini mungkin nanti akan dilaksanakan gelar perkara khusus oleh penyidik," kata Budi, Jumat (21/11/2025).
Budi menjelaskan, permohonan gelar perkara khusus merupakan hak tersangka yang diatur dalam Peraturan Kapolri.
"Itu merupakan hak dari tersangka dan diatur di dalam Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019," ujar Kabid Humas.
Dalam kasus tudingan ijazah palsu Jokowi, Polda Metro Jaya telah menetapkan delapan orang sebagai tersangka yang terbagi dalam dua klaster.
Tersangka yang masuk dalam klaster pertama yakni Eggi Sudjana, Kurnia Tri Rohyani, Muhammad Rizal Fadillah, Rustam Effendi, dan Damai Hari Lubis.
"Untuk tersangka dari klaster ini dikenakan pasal 310 dan atau pasal 311 dan atau pasal 160 KUHP dan atau pasal 27 A Juncto Pasal 45 Ayat 4 dan atau pasal 28 Ayat 2 Juncto Pasal 45 A Ayat 2 Undang-Undang ITE," ujar Kapolda Metro Jaya Irjen Asep Edi Suheri, Jumat (7/11/2025).
Sementara itu, Roy Suryo, Rismon Hasiholan Sianipar, dan dokter Tifauziah Tyassuma merupakan tersangka di klaster kedua.
"Tersangka pada klaster 2 dikenakan pasal 310 dan atau pasal 311 KUHP dan atau pasal 32 Ayat 1 juncto Pasal 48 Ayat 1 dan atau pasal 35 juncto Pasal 51 Ayat 1 dan atau pasal 27 A juncto Pasal 45 Ayat 4 dan atau pasal 28 Ayat 2 juncto Pasal 45 A Ayat 2 Undang-Undang ITE," ucap Asep.
Berdasarkan pasal yang diterapkan, para tersangka kasus tudingan ijazah palsu itu terancam hukuman maksimal enam tahun penjara.
Sumber: https://nasional.kompas.com/read/2025/11/24/20192231/ini-alasan-kpu-sembunyikan-nim-dan-tanda-tangan-rektor-di-salinan-ijazah.