Kompolnas: Putusan MK soal Polisi Aktif Tak Boleh Duduki Jabatan Sipil Harus Dipatuhi - Kompas TV
Kompolnas: Putusan MK soal Polisi Aktif Tak Boleh Duduki Jabatan Sipil Harus Dipatuhi
JAKARTA, KOMPAS.TV - Komisi Kepolisian Nasional atau Kompolnas buka suara menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi atau MK terkait anggota Polri aktif harus mundur atau pensiun jika hendak menduduki jabatan sipil.
Komisioner Kompolnas M. Choirul Anam mengatakan putusan MK tersebut harus dipatuhi oleh kepolisian, maupun instansi lainnya.
“Semua pihak, institusi kepolisian maupun institusi yang lain yang nantinya membutuhkan rekan-rekan kepolisian ada di dalamnya, ya, harus mematuhi putusan tersebut dengan prosedur yang sudah dibatasi,” katanya di Jakarta, Jumat (14/11/2025).
Menurut Anam, tafsir norma yang diberikan Mahkamah Konstitusi itu berlaku setelah putusan diucapkan. Semua pihak, kata dia, harus menghormatinya.
Dia memandang, putusan Mahkamah Konstitusi sejalan dengan harapan besar publik agar Polri semakin profesional dengan berkonsentrasi di internal kepolisian.
“Dan yang enggak kalah pentingnya begini, ada tradisi keterbukaan dan kepatuhan hukum di internal kepolisian. Oleh karenanya, putusan MK akan dijalankan,” tuturnya.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi atau MK memutuskan anggota Polri yang menduduki jabatan sipil harus mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.
Demikian hal itu diputuskan MK yang mengabulkan permohonan perkara Nomor 114/PUU-XXIII/2025 dalam persidangan yang digelar di Jakarta, pada Kamis (13/11/2025).
Adapun permohonan itu dilayangkan oleh advokat Syamsul Jahidin dan mahasiswa Christian Adrianus Sihite. MK kemudian mengabulkan permohonan mereka untuk seluruhnya.
Dalam putusan itu, MK menghapus ketentuan yang selama ini menjadi celah bagi polisi aktif untuk menduduki jabatan sipil, tanpa melepas status keanggotaannya terlebih dahulu.
“Menyatakan frasa ‘atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri’ dalam penjelasan Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri, bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” kata Ketua MK Suhartoyo dalam persidangan.

Adapun para pemohon menguji konstitusionalitas norma Pasal 28 ayat (3) dan Penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU Polri.
Dalam Pasal 28 ayat (3) UU Polri menyatakan bahwa “Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian."
Sementara itu, Penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU Polri berbunyi, “Yang dimaksud dengan ‘jabatan di luar kepolisian’ adalah jabatan yang tidak mempunyai sangkut paut dengan kepolisian atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri."
Dalam perkara ini, para pemohon mempersoalkan frasa "atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri’" yang termaktub dalam Penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU Polri.
Menurut mereka, frasa tersebut menimbulkan anomali hukum dan mengaburkan makna norma pasal keseluruhan.
Syamsul dan Christian menilai, dengan berlakunya frasa "atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri", seorang polisi aktif bisa menjabat di luar kepolisian tanpa melepaskan statusnya sebagai anggota Polri.
Para pemohon memandang, cukup dengan menyatakan telah “berdasarkan penugasan dari Kapolri”, maka seorang anggota polisi aktif bisa menduduki jabatan sipil. Mereka mendalilkan celah itu selama ini.
Sementara itu, hakim Konstitusi Ridwan Mansyur menjelaskan, secara substansial Pasal 28 ayat (3) UU Polri menegaskan satu hal penting, yaitu anggota Polri hanya dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun.
Artinya, kata Ridwan, jika dipahami dan dimaknai secara saksama, “mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian” merupakan persyaratan yang harus dipenuhi oleh anggota Polri jika ingin menduduki jabatan di luar kepolisian.
“Tidak ada keraguan, rumusan demikian adalah rumusan norma yang expressis verbis (jelas) yang tidak memerlukan tafsir atau pemaknaan lain,” tuturnya.