Sosial Media
powered by Surfing Waves
0
News
    Home Featured Keraton Solo

    Raja Keraton Solo yang Baru Harus Utus Ulama untuk Ambil Bunga Wijayakusuma di Nusakambangan - Tribunsolo

    4 min read

     

    Raja Keraton Solo yang Baru Harus Utus Ulama untuk Ambil Bunga Wijayakusuma di Nusakambangan - Tribunsolo.com


    Penulis: Ahmad Syarifudin | Editor: Rifatun Nadhiroh

    TribunSolo.com / Ahmad Syarifudin
    JUMATAN - Dua raja Keraton Kasunanan Surakarta, Pakubuwono XIV Hangabehi dan Pakubuwono XIV Purbaya, menunaikan salat Jumat di Masjid Agung Keraton Kasunanan Surakarta, Jumat (21/11/2025). Pakubuwono XIV Hangabehi berjalan kaki dari keraton menuju masjid. Sementara itu, Pakubuwono XIV Purbaya datang dengan mobil Pajero putih hingga ke depan masjid. 

    Laporan Wartawan TribunSolo.com, Ahmad Syarifudin

    TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Penghulu Tafsir Anom Keraton Solo Muhammad Muhtarom mengungkapkan berbagai hal perlu dilakukan oleh seorang raja Keraton Kasunanan Surakarta.

    Selain jumatan di Masjid Agung, seorang raja harus mengutus ulama untuk mengambil Bunga Wijayakusuma di Nusakambangan, Cilacap.

    “Banyak sekali. Satu di antaranya harus mengambil Bunga Wijayakusuma di Nusakambangan. Yang mengambil ulama,” jelasnya saat ditemui di Masjid Agung, Jumat (21/11/2025).

    Muhammad Muhtarom.
    Penghulu Tafsir Anom Keraton Solo Muhammad Muhtarom.


    Para utusan tersebut sebelum mengambil Bunga Wijayakusuma selama perjalanan juga berziarah ke sejumlah tokoh dan ulama.

    "Tugas pengambilan Bunga Wijayakusuma itu yang mengambil para ulama dengan rentetan panjang. Dari sini sampai ke Cilacap itu harus mengunjungi tokoh atau ulama yang sudah meninggal. Kalau tidak salah hitung ada 5 tempat yang harus dikunjungi dalam prosesi pengambilan,” tuturnya.

    Sesampainya di Nusakambangan, mereka melakoni beberapa hal di antaranya tirakat hingga sholat hajat.

    Rekomendasi Untuk Anda
    Purbaya Langsung Susun Bebadan Baru Keraton Solo, Hangabehi Ogah Komentar : Fokus Ibadah

    “Harus tirakat sholat hajat, tratiban di masjid di Nusakambangan,” jelasnya.

    Namun, ia sendiri selama menjabat belum pernah diperintah untuk melaksanakan prosesi adat ini. Ia sendiri tak tahu kapan terakhir kali prosesi adat ini dilakukan.

    "Saya kurang tahu (terakhir kapan). Belum lha belum pernah diperintah,” tuturnya.

    Prosesi adat ini merupakan bagian dari pengejawantahannya sebagai Sayyidin Panatagama, yang bermakna penegak ajaran agama.

    Ia sebagai Penghulu Tafsir Anom menjadi salah satu yang bertugas melaksanakan tugas semacam ini.

    "Karena beliau punya peran ganda. Peran sebagai tokoh politik Senopati Ing Ngalaga, yang kedua peran beliau sebagai penata agama Sayyidin Panatagama. Saya dalam hal ini sebagai Penghulu Tafsir Anom ngestuke dhawuh sinuhun sebagai panatagama,"

    "Beliau mendelegasikan secara sistem sebagai Penghulu Tafsir Anom,” jelasnya.

    (*)

    Komentar
    Additional JS