Sosial Media
powered by Surfing Waves
0
News
    Home Dunia Internasional Featured Istimewa Jepang Kereta Cepat Shinkansen Spesial Whoosh

    Selamatkan Utang Whoosh Rp116 Triliun, Indonesia Bisa Belajar dari Shinkansen Jepang - SindoNews

    2 min read

     

    Selamatkan Utang Whoosh Rp116 Triliun, Indonesia Bisa Belajar dari Shinkansen Jepang

    Kamis, 23 Oktober 2025 - 07:58 WIB

    LIndonesia didorong menerapkan skema REITs Infrastruktur untuk menyelesaikan utang Whoosh. FOTO/dok.SindoNews
    A
    A
    A
    JAKARTA - Persatuan Lintas Profesi Indonesia (PLPI) mendorong penerapan skema pembiayaan inovatif berbasis pasar modal, Real Estate Investment Trust (REITs) Infrastruktur, sebagai solusi untuk melunasi utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCIC) atau Whoosh yang mencapai Rp116 triliun tanpa membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

    Hal ini disampaikan menanggapi sikap tegas Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang menolak menggunakan APBN untuk membayar utang proyek tersebut. Sikap pemerintah dinilai tepat untuk menjaga kredibilitas fiskal, namun memerlukan solusi alternatif yang konkret.

    "Kami di PLPI menilai KCIC harus menjadi titik balik dalam model pembiayaan infrastruktur Indonesia. Beban utang Rp116 triliun tidak bisa hanya ditanggung oleh negara maupun BUMN, perlu ada instrumen pasar modal yang sehat seperti REITs untuk mengalihkan sebagian risiko kepada investor," ujar Ketua Bidang Infrastruktur & Properti PLPI, John Riyanto, di Jakarta, Rabu (21/11/2025).

    Baca Juga: Riwayat Pendidikan Ignasius Jonan, Reformator KAI yang Tegas Tolak Kereta Cepat Whoosh

    John menambahkan, penolakan pemerintah membayar utang dengan APBN adalah langkah yang tepat. Namun, tanpa mekanisme alternatif yang segera, risiko gagal bayar dapat berdampak serius dan merusak reputasi iklim investasi nasional.

    Sebagai inspirasi, PLPI mengajak Indonesia belajar dari kesuksesan model pembiayaan Shinkansen di Jepang. Dalam model tersebut, Japan Railway Construction, Transport and Technology Agency (JRTT) yang bertugas membangun dan memiliki aset infrastruktur, lalu menyewakannya kepada operator kereta api.

    "Kami mengusulkan agar aset-aset KCIC seperti Stasiun Halim, Karawang, Padalarang, Tegalluar, serta lahan komersial di sekitarnya dapat dijadikan portofolio REITs Infrastruktur," jelas John.

    Dengan skema ini, pendapatan sewa dari ruang usaha seluas 200.000 m² diproyeksikan dapat mencapai Rp80 miliar per tahun, ditambah dengan potensi pengembangan retail dan residensial. Lembaga seperti Danareksa dan Andalantra dapat berperan sebagai anchor investor sekaligus manajer REIT.

    Skema ini juga akan membuka ruang partisipasi bagi investor institusional domestik, seperti dana pensiun dan perusahaan asuransi. Dengan demikian, risiko investasi tidak lagi ditanggung oleh pemerintah semata. Operator KCIC pun dapat lebih fokus pada peningkatan pelayanan operasional.

    Baca Juga: Said Didu Ungkap Siapa Saja Bisa Diperiksa KPK jika Berniat Selidiki Dugaan Korupsi Whoosh

    Gagasan PLPI ini sejalan dengan analisis Abdullah Syarifuddin dalam artikelnya "Attracting Institutional Investors by Modernizing REITs". John menyatakan dukungan penuh terhadap gagasan tersebut. "Kami mendukung penuh bahwa tanpa reformasi regulasi, REITs Indonesia sulit menjadi instrumen andalan. Modernisasi REITs akan memperkuat daya tarik bagi dana pensiun, asuransi, dan sovereign fund," tegasnya.

    Dengan mengadopsi model Infra-REITs yang didukung modernisasi regulasi, proyek KCIC tidak hanya dapat terlepas dari beban utang, tetapi juga menjadi pionir pembiayaan infrastruktur yang sehat dan berbasis pasar. Langkah strategis ini diyakini dapat mengikuti kesuksesan Shinkansen Jepang dengan membagi risiko secara proporsional antara pemerintah, swasta, dan investor publik.

    (nng)
    Komentar
    Additional JS