2 Rektor di Aceh Desak Pemerintah Tetapkan Status Bencana Nasional, Agar Internasional Masuk - Kompas
2 Rektor di Aceh Desak Pemerintah Tetapkan Status Bencana Nasional, Agar Internasional Masuk

BANDA ACEH, KOMPAS.com - Berbagai pihak dan kalangan di Aceh sampai saat ini masih terus mendesak agar Pemerintah Pusat menetapkan status Bencana Nasional.
Tidak hanya berasal dari pemerintah daerah sendiri tetapi juga ulama, masyarakat sipil, bahkan rektor dari kalangan kampus di Aceh.
Desakan untuk menetapkan status bencana ini disuarakan agar bantuan internasional bisa masuk ke Aceh.
Seperti halnya diutarakan oleh Rektor Universitas Teuku Umar (UTU) Ishak Hasan di Kabupaten Aceh Barat.
Melihat dampak dan realitas di lapangan sudah seyogyanya pusat menaikkan status sebagai Bencana Nasional.
"Kalau kita melihat realitas di lapangan dari masifnya bencana, sebenarnya pemerintah sudah boleh menaikkan status sebagai Bencana Nasional," kata Prof Ishak saat dihubungi Kompas.com, Selasa (15/12/2025).
Prof Ishak melihat pemerintah memang sudah bekerja maksimal, namun dari kacamata seorang ekonom, jika resources yang ada dari luar Aceh terus mengalir dengan jumlah sangat besar, maka hal ini bakal rentan bagi daerah lain.
Karena itu, alangkah baiknya Pemerintah Indonesia membuka sumber daya dari pihak Internasional untuk masuk membantu seperti pengalaman Tsunami Aceh 2004 silam.
"Itukan sebenarnya tidak bertentangan dengan regulasi. Saya kira kalau pun pemerintah tidak mau menaikkan status menjadi Bencana Nasional, berikan saja ruang untuk Internasional bisa masuk," ujarnya.
Prof Ishak menilai, dunia Internasional pasti memiliki empati setelah melihat bencana alam yang melanda sejumlah wilayah di Aceh.
Rasa kemanusiaan itu tidak boleh ditutup walaupun negara masih mampu untuk menanganinya.
"Saya kira kita pun juga membantu negara-negara lain yang ditimpa musibah. Empati Internasional terhadap kita bukan berarti kita tidak mampu, saya kira pemerintah harus melihat lebih luas dari aspek kemanusiaan," ungkapnya.
Karena itu, menurut Ishak, walaupun pemerintah belum siap untuk menaikkan status menjadi Bencana Nasional, setidaknya membuka keran bagi pihak luar untuk bisa ikut membantu.
"Sektor produksi kita mulai dari hulu, menengah, hilir sudah rusak. Sistem pasok produksi dan sebagainya sudah rusak. Saya kira kalau ada bantuan internasional mungkin bisa mempercepat recovery kita," katanya.
"Artinya kalaupun tidak menetapkan status Bencana Nasional, beri ruang bagi dunia Internasional untuk meredam kegalauan masyarakat Aceh. Kalau pemerintah menutupnya, malah menimbulkan kecurigaan lebih luas," tambahnya.
Sementara itu, Rektor UIN Ar-Raniry, Mujiburrahman juga mendesak pemerintah pusat segera menaikkan status bencana Aceh menjadi Bencana Nasional.
Hal ini menyusul kerusakan masif dan jumlah korban yang terus bertambah.
“Pemerintah harus segera menetapkan status darurat nasional. Kerusakan sangat parah dan sejumlah wilayah terisolasi,” katanya.
Menurut Prof Mujiburrahman, indikator penetapan status bencana nasional sudah terpenuhi.
“Dengan peningkatan status, penanganan akan jauh lebih maksimal karena dukungan personel, peralatan, dan anggaran bisa ditingkatkan," ujarnya.
Prof Mujiburrahman melihat, bencana ini dapat memicu gelombang kemiskinan baru di Aceh.
“Banyak rumah warga rusak parah. Sebagian besar dari mereka adalah orang tua mahasiswa kami," ucapnya.
Kampus kini mempertimbangkan skema jangka panjang, termasuk pembebasan atau penanggungan biaya kuliah dan biaya tempat tinggal bagi mahasiswa terdampak.
Untuk menjaga kondisi psikologis mahasiswa, UIN Ar-Raniry memutuskan meliburkan kuliah sementara waktu, namun perpustakaan tetap dibuka sebagai ruang belajar, pengisian daya gawai, dan akses internet.
UIN Ar-Raniry juga terus berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk mengantisipasi kebutuhan logistik mahasiswa setidaknya satu bulan ke depan.