Sosial Media
powered by Surfing Waves
0
News
    Home Dunia Internasional Featured Spesial

    5 Pemilik Tanah Terbesar di Dunia, Salah Satunya Wanita yang Kuasai 12 Juta Hektare - SindoNews

    4 min read

     

    5 Pemilik Tanah Terbesar di Dunia, Salah Satunya Wanita yang Kuasai 12 Juta Hektare

    Selasa, 09 Desember 2025 - 11:05 WIB

    Gina Rinehart, taipan tambang Australia penguasa sekitar 12 juta hektare lahan, termasuk di antara lima pemilik tanah terbesar di dunia. Foto/The Land
    A
    A
    A
    JAKARTA - Bayangkan satu institusi atau bahkan individu menjadi raja tanah dengan penguasaan lahan yang mencapai belasan hingga ratusan juta hektare. Ini benar adanya, dan uniknya para "raja tanah" ini bukanlah presiden, raja, maupun penguasa pemerintahan.

    Beragam laporan, seperti dari Land Report, The Guardian, VisualCapitalist, hingga Business Insidermenyebutkan satu wanita terkenal masuk daftar lima pemilik tanah terbesar di dunia. Wanita tersebut adalah Gina Rinehart, taipan tambang asal Australia.

    Berikut ini ulasan lengkap tentang daftar lima pemilik tanah terbesar di dunia beserta perkiraan luas lahan yang dikuasainya.

    Baca Juga: 5 Negara Arab Terkaya di Timur Tengah, Nomor Satu Bukan Arab Saudi

    5 Pemilik Tanah Terbesar di Dunia

    1. Gereja Katolik Roma (70 Juta hingga 170 Juta Hektare)

    Jika ada satu institusi non-negara yang layak disebut sebagai “raja tanah” dunia, itu adalah Gereja Katolik Roma. Berbagai publikasi internasional memperkirakan bahwa jaringan properti gereja di seluruh dunia mencapai puluhan juta hektare.

    Angkanya bervariasi—mulai dari 70 juta hingga lebih dari 170 juta hektare—karena struktur gereja yang tersebar: dioses, ordo religius, kongregasi, universitas Katolik, tanah pertanian, hingga aset-aset perkotaan di benua Eropa dan Amerika.

    Meski demikian, Gereja Katolik bukan pemilik tanah dalam arti komersial seperti korporasi. Banyak asetnya bersifat warisan budaya dan tidak diperjualbelikan. Namun skala pengaruhnya sangat besar, di mana gereja memiliki lahan produktif, institusi pendidikan, rumah sakit, serta tanah perkotaan yang strategis di berbagai belahan dunia.

    Dalam konteks geopolitik agraria, Gereja Katolik menjadi contoh unik. Ia bukan negara, bukan korporasi, tetapi memiliki skala aset fisik yang mengalahkan banyak negara. Ini menjadikan gereja sebagai aktor global dalam isu konservasi, politik lokal, dan tata ruang di beberapa negara.

    2. Gina Rinehart (12 Juta Hektare)

    Jika bicara kepemilikan tanah pribadi terbesar, nama Gina Rinehart si taipan tambang Australia, sering masuk daftar papan atas. Lahan yang dikuasai diperkirakan antara 10 juta hingga 12 juta hektare).

    Melalui Hancock Prospecting Group dan divisi Hancock Agriculture serta S. Kidman & Co, Guna Rinehart menguasai jaringan lahan peternakan raksasa yang sebagian besar berada di Australia utara dan tengah.

    Luasnya penguasaan lahan tersebut menjadikan Gina Rinehart sebagai salah satu pemilik tanah pribadi terbesar di dunia. Model bisnisnya berbasis peternakan sapi skala masif, produksi Wagyu, dan integrasi dengan rantai pasok global. Banyak dari stasiun-stasiun ternak miliknya berukuran puluhan ribu hingga ratusan ribu hektare.

    Kepemilikan lahan skala raksasa di Australia tidak bisa dilepaskan dari konteks kolonialisme dan tanah adat. Komunitas Aborigin sering memperdebatkan legalitas historis tanah-tanah pastoral tersebut. Ini membuat pembahasan kepemilikan lahan Gina Rinehart bukan hanya soal bisnis, tetapi juga soal politik identitas dan keadilan sosial.

    3. Keluarga Emmerson (970.000 Hektare)

    Amerika Serikat memang negara kapitalis, tetapi kepemilikan hutan di negara ini justru sangat terkonsentrasi pada sedikit korporasi dan individu. Yang terbesar adalah keluarga Emmerson, pemilik perusahaan kayu raksasa Sierra Pacific Industries (SPI).

    Menurut laporan Land Report, Emmerson menguasai lebih dari 2,4 juta acre (sekitar 970 ribu hektare) lahan—menjadikannya pemilik tanah swasta terbesar di AS.

    SPI bukan sekadar perusahaan kayu; ia adalah kerajaan yang mengendalikan produksi kayu bangunan, biomassa, sawmill raksasa, dan wilayah hutan kritis di California, Oregon, dan Washington.

    Di era perubahan iklim yang ditandai kebakaran hutan, keputusan manajemen SPI—mulai dari tebang pilih hingga restorasi hutan—mempengaruhi ekologi dan ekonomi kawasan.

    Kepemilikan hutan oleh korporasi swasta seperti ini menempatkan keluarga Emmerson dalam posisi paradoks: mereka berperan dalam konservasi sekaligus komersialisasi hutan. Pengelolaan mereka sering dipuji karena efisiensi, tetapi dikritik karena memprioritaskan produksi kayu daripada pelestarian ekosistem.

    4. John Malone (890.000 Hektare)

    John Malone, investor media yang malang-melintang dalam industri kabel dan satelit, sering dijuluki “Cable Cowboy”.

    Namun di luar dunia media, dia adalah salah satu individu pemilik tanah terbesar di dunia. Malone menguasai sekitar 2,2 juta acre (sekitar 890.000 hektare), sebagian besar berupa peternakan, padang rumput, dan hutan pribadi di Amerika Serikat (AS).

    Berbeda dengan Gina Rinehart yang membangun bisnis berbasis agrikultur besar, Malone lebih condong pada pendekatan konservasi privat. Dia sering menempatkan lahannya dalam skema conservation easement—komitmen hukum untuk melindungi tanah dari pembangunan besar-besaran.

    Model ini menarik karena menunjukkan sisi lain pemilik tanah besar--bukan hanya produksi, tetapi juga perlindungan alam. Namun, tetap saja, keputusan tentang masa depan lahan sebesar provinsi ini berada di tangan satu individu. Dalam konteks keadilan ekologis, hal ini sering menjadi kritik utama terhadap konsentrasi kepemilikan tanah.

    5. Ted Turner (809.000 Hektare)

    Urutan berikutnya adalah Ted Turner si pendiri CNN, yang mengelola sekitar 2 juta acre (sekitar 809.000 hektare) lahan privat.

    Turner memadukan bisnis dengan konservasi. Dia memiliki populasi bison terbesar yang dimiliki swasta di dunia dan memulihkan ekosistem padang rumput besar di Amerika Serikat.

    Turner adalah contoh unik bagaimana pemilik lahan raksasa dapat berperan sebagai pelindung lingkungan. Program konservasi Turner melibatkan restorasi sungai, pemeliharaan padang rumput asli, dan rewilding.

    Namun, keputusan strategis tetap berada di tangan satu individu kaya. Ini menimbulkan pertanyaan etik: apakah konservasi seharusnya menjadi hak eksklusif para pemilik tanah yang sangat kaya?
    (mas)
    Komentar
    Additional JS