Sosial Media
powered by Surfing Waves
0
News
    Home Featured Kapolri Perpol Prabowo Subianto Spesial TNI

    Eks Kabais TNI Semprot Kapolri dan Habiburokhman, Minta Prabowo Cabut Perpol 10/2025 - Tribunnews

    13 min read

     

    Eks Kabais TNI Semprot Kapolri dan Habiburokhman, Minta Prabowo Cabut Perpol 10/2025 - Tribunnews.com



    Tribunnews.com/Fersianus Waku
    MINTA PRABOWO BERTINDAK - Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI, Laksamana Madya Soleman B Ponto. Eks Kabais TNI Soleman B Ponto, menilai Perpol 10/2025 ,melanggar putusan MK dan UU 1945, ia pun meminta ketegasan Prabowo, menyinggung Kapolri dan Habiburokhman 
    Ringkasan Berita:
    • Putusan tersebut menegaskan bahwa anggota Polri aktif tidak boleh menduduki jabatan di luar struktur Polri

    TRIBUNNEWS.COM — Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNISoleman B Ponto, menilai Peraturan Kepolisian (Perpol) Nomor 10 Tahun 2025 bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan melanggar Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

    Ia meminta Presiden Prabowo Subianto mengambil sikap tegas dengan memerintahkan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mencabut aturan tersebut.

    Pernyataan itu disampaikan Soleman Ponto dalam podcast bersama jurnalis Fristian Griec, membahas polemik penempatan anggota Polri aktif di sejumlah kementerian dan lembaga di luar struktur kepolisian, Kamis (18/12/2025).

    Menurut Ponto, Perpol 10/2025 membuka kembali ruang penafsiran yang telah ditutup oleh Putusan MK Nomor 114/PUU-XXIII/2025, yang menegaskan bahwa anggota Polri aktif tidak boleh menduduki jabatan di luar struktur Polri.

    “Putusan MK itu jelas. Polri aktif berada di luar struktur harus alih status, mengundurkan diri atau pensiun. Perpol ini justru menghidupkan kembali tafsir yang sudah dibatalkan MK,” ujar Ponto, dikutip dari tayangan YouTube Fristian Griec Media.

    Ponto menjelaskan, kedudukan Polri telah diatur tegas dalam Pasal 30 ayat (4) UUD 1945 dan Pasal 5 ayat (1) UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri, yang menyatakan Polri sebagai alat negara dengan tugas utama menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, mengayomi, melindungi, melayani, serta menegakkan hukum.

    Sementara itu, Pasal 28 ayat (3) UU Polri menyebutkan bahwa anggota Polri hanya dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.

    “Masalahnya bukan jenis jabatan, sipil atau tidak. Intinya sederhana: di dalam struktur Polri atau di luar. Kalau di luar, harus alih status,” tegasnya.

    Soleman Ponto juga menanggapi pernyataan Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman yang menyebut Perpol 10/2025 tetap konstitusional karena MK hanya membatalkan frasa “tidak berdasarkan penugasan Kapolri”.

    Menurut Ponto, tafsir tersebut keliru karena MK membatalkan penjelasan pasal yang membuka ruang Polri aktif berada di luar struktur, sehingga makna Pasal 28 ayat (3) kembali utuh dan mengikat.

    “Putusan MK itu menguji undang-undang terhadap UUD 1945. Sifatnya erga omnes, mengikat semua pihak, bukan hanya Polri,” ujarnya.

    Ponto pun mengkritik penggunaan UU Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagai dasar hukum dalam Perpol 10/2025.

    Ia menegaskan Polri bukan ASN, melainkan alat negara yang tunduk pada UU Polri dan konstitusi.

    “Kapolri tidak bisa menjadikan UU ASN sebagai landasan. Dalam hierarki hukum, Perpol berada di bawah undang-undang. Tidak boleh bertentangan dengan undang-undangnya sendiri,” kata Ponto.

    Ia mengingatkan, jika Perpol tersebut tetap dijalankan, maka kementerian dan lembaga yang menerima anggota Polri aktif berpotensi ikut melanggar UUD 1945.

    “Kalau semua lembaga yang punya fungsi pengayoman dan penegakan hukum boleh diisi Polri aktif, negara bisa kacau. Polri bisa jadi ‘superman’, masuk ke semua sektor,” ujarnya.

    Menurut Ponto, polemik ini seharusnya diselesaikan secara administratif tanpa perlu uji materi baru ke Mahkamah Agung. Ia menilai Presiden memiliki kewenangan langsung untuk membatalkan Perpol tersebut.

    “Ini bukan norma baru, ini administrasi. Presiden bisa dan harus memerintahkan Kapolri mencabut Perpol 10/2025 untuk menunjukkan wibawa sebagai kepala negara,” tegasnya.

    Ia menambahkan, membiarkan Perpol tersebut tetap berlaku atau diuji ulang justru akan memberi kesan pembenaran terhadap aturan yang secara hukum sudah jelas bermasalah.

    “Kalau dibiarkan, ini bukan hanya pembangkangan terhadap undang-undang, tapi juga terhadap konstitusi,” papar Ponto.

    Alasan Kapolri

    Kapolri menegaskan, Perpol terkait penugasan polisi aktif di jabatan sipil disusun untuk menindaklanjuti dan menghormati putusan Mahkamah Konstitusi (MK). 

    Penyusunan Perpol tersebut dilakukan setelah melalui konsultasi dengan kementerian dan para pemangku kepentingan terkait.

    Hal itu disampaikan Listyo Sigit saat ditemui usai sidang kabinet yang dipimpin Presiden RI Prabowo Subianto di Istana Negara, Jakarta, Senin (15/12/2025).

    “Yang jelas, Polri tentunya menghormati putusan MK. Oleh karena itu, Polri menindaklanjuti dengan melakukan konsultasi terhadap kementerian terkait, terhadap stakeholder terkait, sebelum menerbitkan Perpol,” kata Listyo Sigit.

    Ia menegaskan Perpol tersebut disusun dalam kerangka menindaklanjuti putusan MK, bukan untuk mengabaikannya.

    “Jadi Perpol yang dibuat oleh Polri, tentunya dilakukan dalam rangka menghormati dan menindaklanjuti putusan MK. Saya kira itu,” ujarnya.

    Terkait keberadaan polisi aktif yang saat ini sudah menjabat di luar ketentuan yang diatur, Sigit menyebut Perpol tersebut tidak diberlakukan secara surut.

    “Yang jelas, Perpol ini tentunya nanti akan ditingkatkan menjadi PP dan kemudian kemungkinan akan dimasukkan direvisi undang-undang. Terhadap yang sudah terproses, tentunya ini kan tidak berlaku surut. Menteri Hukum kan sudah menyampaikan demikian,” ucapnya.

    Saat ditanya mengenai anggapan bahwa Polri mengangkangi putusan MK, Kapolri menegaskan seluruh langkah yang diambil telah melalui proses konsultasi lintas lembaga.

    “Biar saja yang bicara begitu. Tapi yang jelas, langkah yang dilakukan oleh kepolisian sudah dikonsultasikan baik dengan kementerian terkait, baik dengan stakeholder terkait, baik dengan lembaga terkait. Sehingga baru di sinilah Perpol tersebut,” katanya.

    Ia juga menegaskan bahwa ruang penugasan polisi aktif di jabatan sipil saat ini diatur secara jelas dan masih akan dilakukan penyempurnaan.

    “Di situ kan klausanya sudah jelas. Dan tentunya tentunya akan dilakukan perbaikan. Di situ kan yang dihapus dalam putusan MK, penugasan oleh Kapolri, kemudian frasa yang terkait dengan tugas-tugas kepolisian kan sudah jelas di situ,” ujarnya.

    Menurutnya, ke depan ketentuan tersebut akan diperjelas secara limitatif agar tidak menimbulkan perbedaan tafsir.

    “Untuk itu, kemudian itu harus diperjelas limitatifnya seperti apa. Jadi, apa yang dilanggar? Ya, saya kira cukup ya,” pungkasnya.

    Sebagai informasi, Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan bahwa Kapolri tidak dapat lagi menugaskan anggota polisi aktif untuk menduduki jabatan sipil, kecuali mereka telah mengundurkan diri atau pensiun. 

    Putusan tersebut dibacakan langsung oleh Ketua MK, Suhartoyo, dalam sidang di Ruang Sidang Utama MK, Jakarta, Kamis (13/11/2025).

    Satu bulan berselang, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah meneken Peraturan Polri (Perpol) Nomor 10 Tahun 2025 tentang penugasan anggota Polri di luar struktur organisasi.

    Perpol itu mengatur soal anggota Polri aktif dapat mengisi jabatan di 17 kementerian dan lembaga.

    Aturan itu terbit dalam jarak waktu 29 hari setelah MK mengeluarkan Putusan 114/PUU-XXIII/2025 yang melarang Polri rangkap jabatan.

    Berikut daftar 17 Kementerian dan Lembaga yang bisa ditempati anggota Polri:

    1. Kemenko Polhukam

    2. Kementerian ESDM

    3. Kementerian Hukum

    4. Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan

    5. Kementerian Kehutanan

    6. Kementerian Kelautan dan Perikanan

    7. Kementerian Perhubungan

    8. Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia

    9. ATR/BPN

    10. Lemhannas

    11. Otoritas Jasa Keuangan

    12. PPATK

    13. BNN

    14. BNPT

    15. BIN

    16. BSSN

    17. KPK

    Harus Tunduk Putusan MK

    Wakil Direktur Imparsial, Hussein Ahmad mengingatkan Polri harus tunduk atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) larangan rangkap jabatan.

    Menurutnya dengan dikeluarkannya aturan Perpol Nomor 10 Tahun 2025. Mengatur soal anggota Polri aktif dapat mengisi jabatan di 17 kementerian dan lembaga. Seperti pembangkangan putusan MK.

    "Saya kira yang pertama, memang Polri harus tunduk dan patuh terhadap putusan Mahkamah Konstitusi," kata Hussein kepada Tribunnews.

    Ia menegaskan putusan Mahkamah Konstitusi itu harus ditaati dan kemudian ditindaklanjuti dengan kebijakan yang cermat. 

    "Jangan seolah-olah kemudian melakukan pembangkangan terhadap Mahkamah Konstitusi," tegasnya.

    Walaupun memang, lanjut dia, dalam konteks itu ada kekosongan hukum. Ada beberapa lembaga yang kalau tidak ada penempatan Polri menjadi tidak bisa bekerja, contohnya BNN.

    Ketika misalnya tidak ada anggota Polri di BNN, diterangkan Hussein, BNN akan sulit melakukan pekerjaannya.

    Dan beberapa lembaga-lembaga lain. 

    "Oleh karena itu, itu penting bagi pemangku kebijakan untuk memperhatikan apa-apa saja yang menjadi putusan Mahkamah Konstitusi," kata Hussein.

    "Agar kemudian kepentingan masyarakat menjadi terpenuhi dan tidak terjadi gaduh seperti sekarang. Seolah-olah ada pembangkangan dari Polri terhadap Mahkamah Konstitusi," tandasnya.

    (Tribunnews.com/ Chrysnha, Igman Ibrahim)

    Irjen-Edy-Murbowo-ditunjuk-sebagai-Kapolda-NTB.jpg
    Komentar
    Additional JS