Greenpeace Minta Pemerintah Tetapkan Banjir Sumatra Jadi Bencana Nasional, tapi DPR Bilang Tak Perlu - Tribunnews
Greenpeace Minta Pemerintah Tetapkan Banjir Sumatra Jadi Bencana Nasional, tapi DPR Bilang Tak Perlu - Tribunnews.com
Ringkasan Berita:
TRIBUNNEWS.COM - Ketua tim kampanye Hutan Greenpeace, Arie Rompas, meminta pemerintah agar menetapkan bencana banjir dan longsor di 3 provinsi Sumatra, yakni Sumatra Utara (Sumut), Aceh, dan Sumatra Barat (Sumbar), sebagai bencana nasional.
Hingga Senin (1/12/2025), Presiden RI Prabowo Subianto belum menetapkan bencana di Sumatra ini menjadi bencana nasional, padahal berdasarkan data sementara, total korban tewas ada sebanyak 593 jiwa dan 468 lainnya dinyatakan masih hilang.
Sementara korban luka-luka ada sebanyak 2.600 orang, warga terdampak 1,5 juta orang, dan total jumlah pengungsi hingga kini tercatat sebanyak 578 ribu orang.
Rincian korban jiwa terbanyak ada di Sumut dengan total 272 orang meninggal dunia. Sedangkan korban hilang ada 172 orang dan 613 lainnya luka-luka.
Sementara korban jiwa di Aceh ada sebanyak 156 orang, korban hilang 181 orang, dan korban luka sebanyak 1.800 orang. Kemudian di Sumbar, ada sebanyak 165 korban meninggal, 114 korban hilang, dan 112 korban luka-luka.
Untuk jumlah rumah rusak berat ada sebanyak 3.500, rumah rusak sedang 4.100, dan rumah rusak ringan 20.500. Kemudian data jembatan rusak ada 271 dan 282 fasilitas pendidikan juga rusak.

Data itu diperbarui secara berkala melalui Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Bencana (Pusdatin) BNPB pada Senin dan kemungkinan masih akan terus bertambah.
Selain itu, masyarakat di Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga juga melakukan penjarahan setelah adanya bencana ini karena warga mulai panik kehabisan bahan makanan.
Karena faktor-faktor itulah, Greenpeace mendesak pemerintah agar segera menetapkan bencana Sumatra menjadi bencana nasional.
"Kita meminta negara ini menetapkan bencana ini sebagai bencana nasional gitu, karena persoalan hari ini yang sedang terjadi di sana dan kita lihat misalnya beberapa di Sibolga, masyarakat sudah kehilangan, sudah kehabisan bahan pangan gitu ya, itu harus direspons (pemerintah)," ungkapnya, Senin (1/12/2025), dikutip dari YouTube Kompas TV.
"Kemudian data-data yang ada sudah 400 (sekarang 593 orang) yang meninggal ya, bahkan yang masih hilang juga masih ada. Nah, itu butuh respons yang cepat untuk menemukan mereka gitu kan dan memulihkan wilayah-wilayah dan rumah-rumah mereka yang rusak, ini butuh resource yang besar," sambungnya.
Menurut Arie, pemerintah daerah juga dirasa tidak mampu dalam menangani bencana ini.
Oleh karena itu, dengan ditetapkannya bencana Sumatra sebagai bencana nasional, distribusi dan penanganannya nanti akan bisa lebih cepat.
"Ini yang saya bilang harus integrasi. Jadi enggak bisa kemudian hanya dibilang respons cepat yang harus dilakukan ya. Respons yang cepat yang harus dilakukan sebenarnya menetapkan ini menjadi bencana nasional sehingga kemudian resource-nya bisa diperkuat," papar Arie.
Sejumlah kepala daerah sebelumnya menyatakan sudah angkat tangan dengan kondisi bencana di Sumatra itu, terlebih lagi akses transportasi terputus total dan listrik hingga jaringan komunikasi mati.
Salah satunya Bupati Aceh Tengah, Haili Yoga, yang mengirim surat ke pemerintah pusat soal tidak mampu mengatasi darurat bencana akibat banjir bandang.
Namun, DPR mengatakan penetapan bencana Sumatra menjadi bencana nasional itu tidak perlu karena merasa pemerintah daerah masih mampu menanganinya.
Hal tersebut disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Alex Indra Lukman, setelah mendatangi langsung Provinsi Sumbar yang dinilai masih mampu menangani bencana di sana.
"Saya tidak ingin mengomentari, tidak ingin memberikan pernyataan tentang kesiapan pemerintah daerah di provinsi lain, tapi kemarin saya mendampingi Ibu Ketua Komisi IV, Ibu Titiek Soeharto ke Sumatra Barat, kami melihat bahwa pemerintah daerah masih bisa menjalankan fungsinya dengan baik."
"Salah satu kriteria dari status bencana ini adalah soal kesiapan. Nah, kalau untuk Sumatra Barat sendiri, pemerintah daerah bisa menjalankan fungsi dengan baik," katanya.
Menurut Alex, dalam keadaan tanggap darurat ini yang dibutuhkan adalah gotong royong antar warga hingga pendataan yang baik dari pemerintah daerah.
"Sehingga kemudian bantuan dari pemerintah pusat bisa fokus untuk segera menangani dampak dari bencana ini," ujarnya.
Meski demikian, Alex juga tidak memungkiri jika memang ada daerah yang merasa tidak mampu lagi, sudah seharusnya perlu ada peningkatan status bencana menjadi skala nasional.
Namun, untuk Provinsi Sumbar, menurut Alex tidak perlu ada peningkatan status bencana. Selain itu, respons dari pemerintah untuk memberikan bantuan juga sudah sigap.
"Saya tidak ingin mengomentari kesiapan pemerintah daerah yang lain, tapi Sumatra Barat menurut saya dari apa yang kami kunjungi kemarin, dari dialog dengan pemerintah daerah, dengan Gubernur, Wakil Gubernur, dengan Pak Pangdam, dengan Bapak Kapolda, untuk status bencana memang tidak perlu nasional karena pemerintah daerah sedang mendata dan ada respons yang cepat dari pemerintah pusat untuk memberikan bantuan terhadap aspirasi dari pemerintah daerah," paparnya.
Kata BNPB soal Peningkatan Status Bencana
Sementara itu, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Letnan Jenderal Suharyanto, sebelumnya telah menjelaskan bahwa status bencana nasional sebenarnya tidak perlu didiskusikan panjang lebar.
Karena menurutnya, yang dimaksud dengan bencana nasional adalah bencana yang menyebabkan dampak sangat besar, baik secara korban jiwa maupun materiil.
Suharyanto lantas mengatakan, sepanjang sejarah Indonesia, baru ada dua bencana alam yang ditetapkan sebagai bencana nasional, yakni gempa bumi dan tsunami Aceh pada 2004 dan pandemi Covid-19 sepanjang 2020-2023.
Gempa dan tsunami Aceh pada 2004 silam diketahui menyebabkan 227.898 jiwa meninggal, sedangkan pandemi Covid-19 menyebabkan sekitar 160.000 jiwa meninggal.
"Hanya dua bencana alam itu yang pernah ditetapkan menjadi bencana nasional di Indonesia. Itu karena skala jumlah korban dan tingkat kesulitan aksesnya yang tinggi dibandingkan dengan bencana-bencana lain,” ujar Suharyanto saat konferensi pers dari Bandara Silangit, Kabupaten Tapanuli Utara, Sumut, Jumat (28/11/2025), dikutip dari Youtube @bnpb_indonesia.
Selain dua bencana alam tersebut, kata Suharyanto, banyak juga bencana lain yang skala jumlah korban dan tingkat kesulitan aksesnya tergolong cukup tinggi.
Di antaranya adalah gempa Cianjur di Jawa Barat 2022, gempa, tsunami, dan pergerakan tanah Sulawesi Tengah 2018, serta gempa Lombok di Nusa Tenggara Barat 2018. Namun, semua bencana itu tidak ditetapkan sebagai bencana nasional.
"Mengenai perlu atau tidak status bencana nasional, yang jelas, bencana alam Sumatra telah berstatus bencana daerah tingkat provinsi. Meski demikian, penanganan bencana Sumatra tetap optimal,” kata Suharyanto.
Suharyanto mengatakan, meski ditetapkan bencana daerah tingkat provinsi, pemerintah pusat lewat kementerian/lembaga terkait tetap mendukung sekuat tenaga dan semaksimal mungkin untuk penanganannya.
Buktinya, Presiden Prabowo memberikan bantuan yang mulai didistribusikan sejak Jumat pagi. Pada Senin pagi ini, Presiden juga sudah berada di Sumatra untuk memantau langsung penanganan banjir.
Suharyanto juga mengatakan, pihaknya mengerahkan segala kekuatan yang kami miliki ke semua wilayah terdampak bencana, begitu pun dengan TNI/Polri yang juga mengerahkan peralatannya besar-besaran.
Kemendagri: Penanganannya Sudah Nasional
Meski belum ditetapkan sebagai bencana nasional, Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian, mengatakan bahwa penanganan bencana di 3 provinsi Sumut itu sudah berskala nasional.
"Untuk penetapan status Bencana Nasional, setahu saya sementara ini belum, setahu saya, mohon maaf kalau salah, mohon dikoreksi, tetapi perlakuannya sudah nasional," ujar Tito di Kantor Kemendagri, Jakarta Pusat, Senin.
Tito juga menegaskan bahwa pemerintah telah bergerak membantu para korban bencana sejak hari pertama, bahkan dengan prosedur nasional.
"Jadi semua sudah all out, bahkan Pak Presiden sendiri ke sana," tutur Tito.
Dia juga mengatakan, bukan hanya Kepala Negara yang datang langsung ke tempat bencana, tetapi para menteri juga berinisiatif langsung menuju ke sana.
"Banyak sekali, Menteri, TNI, Menhan, banyak sekali sudah ke Sumatra Barat, ke Sumatra Utara, ke Aceh, dengan mengerahkan semua kekuatan nasional. Karena dropping Jakarta," katanya.
Menurut Tito, bukan peningkatan status bencana yang terpenting, tetapi hal terpenting yang harus dilakukan saat ini adalah penanganannya yang sudah berskala nasional.
"Jadi masalah status itu pendapat saya penting. Tapi yang paling utama itu kan perlakuan. Tindakannya itu yang penting. Tindakan nasional," ucapnya.
(Tribunnews.com/Rifqah)