Sosial Media
powered by Surfing Waves
0
News
    Home Featured Hari Antikorupsi Sedunia PDIP Spesial

    Hari Antikorupsi Sedunia 2025, PDIP Soroti Krisis Etika Jadi Pemicu Utama Korupsi Membesar - Tribunnews

    6 min read

     

    Hari Antikorupsi Sedunia 2025, PDIP Soroti Krisis Etika Jadi Pemicu Utama Korupsi Membesar - Tribunnews.com

    Editor: Muhammad Zulfikar

    Tribunnews.com/Fransiskus Adhiyuda Prasetia
    HARI ANTI KORUPSI - Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto saat membuka Seminar Nasional Refleksi Hari Anti Korupsi Sedunia dengan tema ‘Antiklimaks Pemberantasan Korupsi dari Persoalan Norma hingga Dampak Ekologis: Korupsi dalam Bencana Alam’ di Sekolah Partai Lenteng Agung, Jakarta, Selasa (9/12/2025). 
    Ringkasan Berita:
    • Hasto Kristiyanto secara tajam menyoroti tantangan krusial pemberantasan korupsi di Indonesia.
    • Masalah utama adalah melemahnya sistem pencegahan dan masih maraknya intervensi kekuasaan
    • KPK melihat akutnya masalah KKN dan kondisi pada masa itu aparat penegak hukum lain dikendalikan oleh penguasa

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto secara tajam menyoroti tantangan krusial pemberantasan korupsi di Indonesia.

    Dia menyebut masalah utama adalah melemahnya sistem pencegahan dan masih maraknya intervensi kekuasaan terhadap lembaga-lembaga negara yang seharusnya independen.

    Hal itu disampaikan Hasto saat membuka Seminar Nasional Refleksi Hari Anti Korupsi Sedunia dengan tema ‘Antiklimaks Pemberantasan Korupsi dari Persoalan Norma hingga Dampak Ekologis: Korupsi dalam Bencana Alam’ di Sekolah Partai Lenteng Agung, Jakarta, Selasa (9/12/2025).

    Hasto membangun argumennya dengan kilas balik sejarah, mengingatkan bahwa bangsa pernah dijauhkan dari nilai-nilai etika dan moral kebangsaan selama 32 tahun Orde Baru. 

    Kelahiran PDI Perjuangan, menurutnya, adalah bagian gerakan koreksi total terhadap sistem negara yang otoriter dan ekonomi yang menyuburkan NKK (Nepotisme, Kolusi, dan Korupsi).

    Dia menegaskan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melihat akutnya masalah KKN dan kondisi pada masa itu aparat penegak hukum lain dikendalikan oleh penguasa.

    "KPK dibentuk dalam suatu konsideran, bahwa ketika aparat penegak hukum masih dikuasai oleh penguasa, maka dibentuklah Komisi Pemberantasan Korupsi dengan kewenangan yang besar," kata Hasto.

    Hasto lantas mengaitkan fenomena korupsi yang masif dengan krisis etika bangsa. Ia mengutip pemikir Steven Levitsky yang menggambarkan bagaimana rezim otoriter sering lahir dari krisis, yang berujung pada pemusatan kekuasaan di eksekutif.

    "Pemberantasan korupsi saat ini terasa antiklimaks karena korupsi makin membesar, artinya nilai-nilai etika moral itu juga mulai menurun,” tegas Hasto.

    Hasto juga menegaskan larangan mutlak dalam demokrasi yakni intervensi kekuasaan. Prinsip check and balances tidak akan berjalan jika hal ini dilanggar.

    "Buku Steven Levitsky tentang how democracy dies mengingatkan kita bahwa demokrasi memerlukan etika dan moral, serta larangan adanya intervensi kekuasaan eksekutif ke lembaga lain seperti yudikatif dan legislatif. Ini norma penyelenggaraan tata pemerintahan negara. Saya menerima buku itu dari Doktor Sukidi," ujar Hasto.

    Hasto pun menyoroti kepemimpinan Megawati Soekarnoputri yang konsisten menjaga jarak dari intervensi lembaga-lembaga independen.

    "Ketika Ibu Megawati menjadi Presiden, Ibu tidak intervensi kekuasaan-kekuasaan yang lain. Tidak pernah ada intervensi ke KPU untuk memenangkan Pilpres langsung pertama,” ucap Hasto.

    Dia bahkan menyebut Pemilu 2004 setara dengan Pemilu 1955 sebagai pemilu paling demokratis karena absennya intervensi kekuasaan.

    “Ibu Mega tidak pernah intervensi terhadap KPK yang lahir dari tuntutan reformasi. Tidak pernah. Karena ini bagian dari etika moral yang dipegang oleh seorang pemimpin," ulas Hasto.

    Menghadapi apa yang ia sebut ‘sistem politik-industrial kompleks’, Hasto memaparkan tiga agenda utama PDIP untuk pencegahan korupsi yang bersifat struktural.

    Pertama adalah mendorong pencegahan holistik: Institusi negara dan partai politik harus membangun komitmen kuat. 

    "Mekanisme kelembagaan, membangun sistem itu menjadi skala prioritas," ujarnya.

    Kedua, penyempurnaan Sistem Politik (Anti Money Politics). Hasto mengkritik keras sistem proporsional terbuka yang dinilai membuka ruang kapitalisasi dan menghasilkan politisi bermodal besar. 

    Dia membandingkan dengan sistem PDIP yang kini menerapkan merit system, psikotes, dan biaya minim untuk pemilihan pengurus partai, dan anti money politics.

    Ketiga, memastikan independensi penegakan hukum. Sistem hukum wajib dijauhkan dari korupsi dan tekanan politik, di mana aparat penegak hukum harus mengedepankan nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, dan Keadilan.

    Hasto juga menekankan bahwa kekuatan etika dan moral adalah satu-satunya benteng melawan korupsi yang meluas.

    Seminar ini dihadiri oleh sejumlah pembicara, termasuk Ketua DPP PDIP Bidang Pemerintahan dan Otonomi Daerah Ganjar Pranowo, Praktisi Hukum Febri Diansyah, Direktur KPK 2012-2021 Giri Suprapdiono, dan Aktivis HAM Fatia Maulidiyanti, serta dihadiri puluhan mahasiswa dan ratusan pengurus Partai se-Indonesia melalui daring.

    Komentar
    Additional JS