Sosial Media
powered by Surfing Waves
0
News
    Home Belanda Featured Sawit Spesial

    Jejak Sawit di Indonesia, Awalnya Tanaman Percobaan Belanda - Kompas

    5 min read

     

    Jejak Sawit di Indonesia, Awalnya Tanaman Percobaan Belanda

    Kompas.com, 13 Desember 2025, 06:22 WIB


    KOMPAS.com - Kelapa sawit kini menjadi salah satu komoditas paling penting bagi Indonesia. Sejak 2006, Indonesia telah menyalip Malaysia sebagai produsen minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) terbesar di dunia.

    Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat total luas perkebunan sawit nasional sudah melampaui 16 juta hektare, belum termasuk areal tanam yang berstatus ilegal.

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

    Minyak sawit dimanfaatkan di berbagai sektor, mulai dari industri pangan, kecantikan, hingga energi. Namun tidak banyak yang menyadari bahwa kelapa sawit sebenarnya bukan tanaman asli Indonesia.

    Namun di balik manfaat ekonominya yang besar, ekspansi lahan sawit dalam skala masif juga memicu berbagai persoalan lingkungan, seperti banjir dan longsor akibat hilangnya tutupan hutan.

    Kisah China Memburu Mantan Pejabatnya di AS Pakai Teknologi Canggih

    Asal usul kelapa sawit

    Mengutip Organisasi Pangan Dunia (FAO), kelapa sawit yang memiliki nama latin Elaeis guineensis berasal dari hutan tropis Afrika Barat. Tanaman ini pada mulanya banyak ditemui di wilayah selatan Kamerun, Pantai Gading, Ghana, Liberia, Nigeria, Sierra Leone, Togo, Angola bagian khatulistiwa, hingga Kongo.

    Meski berasal dari Afrika, kelapa sawit kini lebih dikenal sebagai tanaman khas perkebunan Asia Tenggara. Masyarakat Afrika sudah mengolah minyak sawit sejak ribuan tahun lalu.

    Minyak yang dihasilkan berwarna merah pekat, beraroma kuat, dan menjadi bagian penting dalam kuliner tradisional Afrika Barat.

    Secara alami, minyak sawit kaya karotenoid, yang membuat warnanya merah tua. Komposisi lemak jenuhnya membuat minyak ini cenderung kental dan semi-padat, bahkan di wilayah tropis. Di daerah yang lebih dingin, minyak sawit bisa mengeras sepenuhnya.

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

    FAO mencatat bahwa antara abad ke-14 hingga 17, buah sawit mulai dibawa keluar dari Afrika, pertama menuju Amerika, lalu menyebar ke kawasan Timur Jauh.

    Menariknya, kelapa sawit justru tumbuh lebih subur di wilayah Asia, termasuk Asia Tenggara, yang kemudian berkembang menjadi pusat produksi komersial utama dunia.

    Karena nilai ekonominya tinggi sebagai penghasil minyak nabati dan minyak teknis, sawit mulai dikembangkan sebagai tanaman perkebunan di banyak negara tropis.

    Tanaman ini membutuhkan curah hujan tahunan minimal 1.600 mm dan umumnya tumbuh baik di kawasan yang berada sekitar 10 derajat dari garis khatulistiwa.

    Buah sawit berbentuk kecil, dengan berat tiap tandan bisa mencapai 10–40 kilogram. Struktur buah terdiri dari kulit luar (eksokarp), daging buah yang berserat sebagai sumber minyak sawit (mesokarp), serta cangkang keras yang melindungi inti buah (endokarp). Inti buah juga menghasilkan minyak, meski karakteristiknya lebih menyerupai minyak kelapa.

    Sejarah sawit di Indonesia

    Belanda kemudian membawa kelapa sawit ke wilayah koloninya, Hindia Belanda, untuk dibudidayakan karena nilai ekonominya yang besar.

    Tanaman ini pertama kali masuk ke Indonesia pada 1848, ketika Kebun Raya Bogor menanam empat bibit sawit yang didatangkan dari Amsterdam. Namun saat itu penanamannya masih bersifat koleksi dan uji coba.

    Perkebunan komersial skala besar baru dimulai pada 1911 di Kesultanan Deli, Sumatera Utara. Kawasan ini menjadi tonggak awal industri sawit Indonesia, yang kemudian berkembang pesat terutama pada masa Orde Baru hingga kini.

    Selama lima dekade terakhir, produksi minyak sawit global meningkat drastis. Antara 1995–2015 produksi tahunan melonjak dari 15,2 juta ton menjadi 62,6 juta ton.

    Pada 2050, volume produksi diperkirakan kembali naik empat kali lipat hingga mencapai sekitar 240 juta ton.

    Saat ini, perkebunan sawit mencakup sekitar 10 persen dari total lahan pertanian permanen dunia. Produk berbahan dasar minyak sawit digunakan oleh sekitar 3 miliar orang di 150 negara, dengan konsumsi rata-rata global mencapai 8 kilogram per orang per tahun.

    Mengutip Guardian, Malaysia dan Indonesia menyumbang sekitar 85 persen total produksi dunia. Permintaan global yang besar turut meningkatkan kesejahteraan masyarakat pedesaan di banyak daerah produsen.

    Namun, perkembangan industri sawit juga menyisakan persoalan besar. Pembukaan lahan dengan cara membakar hutan menjadi penyumbang emisi gas rumah kaca yang signifikan. Deforestasi akibat ekspansi sawit turut menghancurkan habitat satwa langka seperti harimau Sumatra, gajah dan badak Sumatra, serta orangutan.

    Tidak ada satu inovasi tunggal yang membuat minyak sawit begitu populer. Minyak ini muncul pada waktu yang tepat sebagai bahan baku efisien bagi industri yang sedang mencari alternatif, dan setelah dipilih, banyak industri tidak kembali ke bahan sebelumnya.

    Bagi negara produsen, sawit dianggap sebagai alat untuk mengurangi kemiskinan. Sementara lembaga keuangan internasional memandang komoditas ini sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi. IMF bahkan mendorong Malaysia dan Indonesia untuk terus meningkatkan produksinya.

    Komentar
    Additional JS