Sosial Media
powered by Surfing Waves
0
News
    Home Berita Featured Mahkamah Konstitusi Perpol Spesial

    Pakar Nilai Perpol 10/2025 Tetap Sejalan dengan Putusan MK - Viva

    3 min read

     

    Pakar Nilai Perpol 10/2025 Tetap Sejalan dengan Putusan MK

    Jumat, 19 Desember 2025 - 19:10 WIB
    Oleh :
    Share :

    Jakarta, VIVA – Pakar Hukum Henry Indraguna menegaskan Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Perpol) Nomor 10 Tahun 2025 tentang Anggota Polri yang Melaksanakan Tugas di Luar Struktur Organisasi Polri sejatinya dinilai tidak bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK). 

    Baca Juga :

    Ia menilai regulasi yang baru saja diterbitkan Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo tersebut justru merupakan instrumen penataan administratif yang rapi dan semangatnya adalah memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat. 

    Ia meminta semua pihak membaca secara utuh dan sistematis isi Perpol tersebut sehingga pemahamannya holistik dan tidak sepotong-potong, apalagi skeptis karena dinilai subjektif karena regulasi ini diterbitkan dan diteken oleh Pimpinan Polri. 

    Baca Juga :

    "Perpol 10/2025 harus dibaca secara utuh dan sistematis, dengan demikian aturan tersebut menjadi bentuk penataan agar penugasan anggota Polri lebih jelas secara hukum," kata Henry kepada wartawan, Jumat, 19 Desember 2025.

    Perpol yang ditandatangani pada 9 Desember 2025 ini mengatur mekanisme penugasan secara lebih tertib, mulai dari adanya permintaan resmi dari instansi pengguna hingga pembatasan pada instansi yang relevan dengan fungsi kepolisian.

    Baca Juga :

    Menurut Guru Besar dan Profesor Unissula Semarang ini, ketentuan yang diatur dalam Perpol tersebut secara spesifik menutup celah-celah yang sebelumnya belum diatur secara rapi. 

    "Perpol ini justru sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Intinya justru menutup celah-celah yang sebelumnya belum diatur secara rapi," jelas Henry.

    Ia juga meluruskan bahwa substansi Putusan MK bukanlah mengenai boleh atau tidak bolehnya anggota Polri diperbantukan di luar institusi, melainkan soal kejelasan status dan rantai komando saja. 

    Henry menjelaskan Perpol 10/2025 telah memuat daftar 17 kementerian dan lembaga yang dapat diisi oleh anggota Polri aktif. Pasal 3 Perpol 10/2025, kata Henry, menggarisbawahi beberapa poin penting.
     
    Pertama, Lingkup Penugasan dapat dilakukan pada kementerian, lembaga, badan, komisi, organisasi internasional, atau kantor perwakilan negara asing.
     
    Kedua, Jenis Jabatan, yang meliputi jabatan manajerial maupun nonmanajerial.
     
    Ketiga, Syarat Utama adalah jabatan tersebut harus memiliki keterkaitan dengan fungsi kepolisian dan dilaksanakan berdasarkan permintaan dari instansi terkait.

    "Sementara itu, Pasal 3 ayat (4) menegaskan bahwa jabatan tersebut harus memiliki keterkaitan dengan fungsi Kepolisian serta dilaksanakan berdasarkan permintaan dari kementerian, lembaga, badan, atau komisi terkait," jelasnya.

    Saat ditanya terkait soal diskursus Perpol 10/2025 ini telah melanggar UU Polri dan UU ASN itu sendiri, Henry menekankan bahwa penugasan anggota Polri di kementerian/lembaga tidak dapat serta-merta dianggap melanggar UU tanpa melihat konstruksi hukum secara utuh.
     
    "Pertama adalah jelas tidak adanya pelanggaran UU Polri. Penempatan di K/L bersifat fungsional dan teknis, bukan jabatan politik, sehingga tidak otomatis melanggar larangan keterlibatan politik praktis, selama tidak digunakan untuk kepentingan kekuasaan politik," jelasnya.
     
    Kedua, Penasehat Ahli Balitbang DPP Partai Golkar ini memastikan tidak ada pula pelanggaran UU ASN.

    "UU ASN memberi ruang pengecualian. Penugasan TNI/Polri telah lama dipraktikkan dan tidak mengganggu sistem merit, sepanjang tidak menguasai jabatan struktural ASN secara permanen," katanya.

    Ketua DPP Ormas MKGR ini juga  menolak keras penyamaan penugasan anggota Polri aktif ini dengan Dwifungsi ABRI era Orde Baru. Penugasan Polri saat ini bersifat teknis, terbatas, dan tidak mengambil alih kewenangan sipil.

    "Kami mendukung Polri. Penugasan di kementerian/lembaga bukan pelanggaran hukum selama bersifat fungsional, non-politis, dan diatur dengan jelas. Yang dibutuhkan adalah pengaturan, bukan stigma,” tandasnya.

    Komentar
    Additional JS