Sosial Media
powered by Surfing Waves
0
News
    Home Featured Kemnaker Spesial

    Pengusaha Mengaku 15 Tahun Rutin Setoran Rp 30 Juta Per Bulan ke Pejabat Kemnaker Untuk Urus RPTKA - Tribunnews

    6 min read

     

    Pengusaha Mengaku 15 Tahun Rutin Setoran Rp 30 Juta Per Bulan ke Pejabat Kemnaker Untuk Urus RPTKA - Tribunnews.com



    Tribunnews.com/Mario Christian Sumampow
    PEMERASAN TKA - Direktur PT Patera Surya Gemilang, Alie Wijaya Tan saat menyampaikan kesaksian dalam sidang kasus dugaan pemerasan terkait pengurusan RPTKA Kemnaker di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Jumat (19/12/2025). Ia mengaku setoran ke pejabat Kemnaker Rp 20-30 juta per bulan. 
    Ringkasan Berita:
    • Pengusaha setoran Rp 20-30 juta per bulan ke pejabat Kemnaker

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur PT Patera Surya Gemilang, Alie Wijaya Tan mengakui rutin memberikan setoran bulanan kepada para pejabat Direktorat Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PPTKA) Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) dalam proses pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA).

    Nilai setoran bervariasi, mulai dari Rp 20 juta hingga Rp 30 juta per bulan, tergantung pejabat yang menjabat saat itu.

    Hal itu dikatakan Alie Wijaya Tan saat bersaksi dalam sidang kasus dugaan pemerasan terkait pengurusan RPTKA Kemnaker yag digelar Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Jumat (19/12/2025).

    Adapun penerima setoran dari Alie Wijaya Tan di antaranya:

    • Direktur PPTKA Kemnaker tahun 2017–2019, Wisnu Pramono.
    • Direktur Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PPTKA) tahun 2019–2024 yang kemudian diangkat menjadi Dirjen Binapenta & PKK Kemnaker tahun 2024–2025, Haryanto

    “Saya berdiskusi dengan di kantor dengan ini pimpinan saya juga, kami hanya bisa memberikan sumbangan bentuk kontribusi itu waktu ke pak Heri itu per bulan Rp 20 juta,” kata Alie.

    "Ke pak Wisnu itu sekitar Rp 30 juta. Kemudian kepada saudara terdakwa Haryanto juga sebesar Rp 30 juta secara global saja, bentuk sumbangan kontribusi saja,” sambung dia.

    Alie menjelaskan, awalnya para pejabat PPTKA meminta biaya sebesar Rp 500 ribu per tenaga kerja asing (TKA).

    Namun, permintaan itu ia anggap memberatkan sehingga memilih skema setoran bulanan secara global.

    Ia menegaskan, uang tersebut bukan biaya resmi dan tidak diatur dalam ketentuan pengurusan RPTKA.

    “Itu biaya sebetulnya gini, itu biaya ada biaya yang diminta berbayar tapi kami tidak membayar yang diminta ya kalau enggak salah Rp 500 ribu per kepala, kami hanya bisa memberikan semacam sumbangan kontribusi,” kata Alie.

    Menurut Ali, setoran itu diberikan karena adanya kekhawatiran proses RPTKA menjadi lama dan berisiko menimbulkan overstay bagi TKA.

    Ali juga menyebut, uang setoran diberikan secara tunai dan bersumber dari kas operasional perusahaan.

    Dalam kurun waktu sekitar 15 tahun, Alie memperkirakan total setoran yang ia keluarkan mencapai lebih dari Rp 4 miliar.

    “Kalau enggak salah saya ingat Rp 4,80 miliar dari tiga direktur dan waktu hampir 15 tahun," ucapnya.

    Perkaya Diri Rp 135,3 Miliar

    Dalam dakwaan terungkap eks Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta dan PKK) Kemnaker tahun 2020–2023 Suhartono telah menyalahgunakan kekuasaan dalam pengesahan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA), memeras para pemberi kerja atau agen perusahaan pengurusan izin RPTKA.

    Atas perbuatannya bersama 7 terdakwa lainnya, Putri Citra Wahyu, Jamal Shodiqin, Alfa Ehsad, Gatot Widartono, Devi Anggeraini, Wisnu Pramono, dan Haryanto, para terdakwa telah memperkaya diri total hingga Rp 135,3 miliar.

    Dirjen Binapenta dan PKK Kemnaker RI bertugas menyelenggarakan Perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan penempatan tenaga kerja dan perluasan kesempatan kerja. 

    Direktorat Binapenta dan PKK memiliki fungsi di antaranya melakukan pengendalian penggunaan tenaga kerja asing. 

    Proses permohonan RPTKA dilakukan secara online.

    Tetapi para terdakwa bersama-sama sengaja tidak memproses pengajuan-pengajuan RPTKA tersebut, hingga pemberi kerja atau agen perusahaan pengurusan izin RPTKA mendatangi kantor Kemnaker dan bertemu dengan petugas untuk menanyakan kendala atas pengajuan RPTKA yang tidak diproses.

    Dalam pertemuan tersebut diketahui bahwa untuk memproses pengajuan RPTKA diperlukan sejumlah uang diluar biaya resmi dan apabila uang di luar biaya resmi tersebut tidak dipenuhi maka pengajuan RPTKA tidak akan diproses.

    Menurut jaksa sejak 2020 sampai dengan 2023 bertempat di kantor Kemnaker para pemohon RPTKA menyerahkan sejumlah uang melalui para terdakwa, Haryanto, Devi Angraeni, dan Gatot Widoartono secara tunai maupun transfer.

    Kemudian para terdakwa lanjut jaksa, atas persetujuan Suhartono, Haryanto, Devi Anggraeni dan Gatot Widiartono akan memproses pengajuan RPTKA tersebut.

    Kemudian dalam kurun waktu tahun 2017 sampai 2025 terdapat 1.143.823 pengesahan RPTKA pada Direktorat PPTKA dengan pungutan sebesar Rp 300.000 sampai Rp 800.000,00 per TKA.

    Sehingga seluruh uang yang terkumpul dari para pengusaha atau agen perusahaan pengurusan izin RPTKA sebesar Rp 135,3 miliar.

    Uang-uang tersebut mengalir kepada para terdakwa. Berikut rinciannya:

      Selain itu disebutkan Terdakwa Haryanto menerima satu unit Innova Reborn nomor polisi B 1354 HKY dan Terdakwa Wisnu Pramono menerima Vespa Primavera 150 ABS AT nomor polisi B 4880 BUG.

      Atas perbuatan para terdakwa diatur dan diancam pidana Pasal 12 huruf e jo Pasal 18 UU Tipikor, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

      DAFTAR-REST-AREA-545323rwerwr.jpg
      Komentar
      Additional JS