Profil Yasser Abu Shabab: Antek Israel dan Pemimpin Kontroversial Pasukan Rakyat Tewas di Gaza - Tribunnews
Profil Yasser Abu Shabab: Antek Israel dan Pemimpin Kontroversial Pasukan Rakyat Tewas di Gaza - Tribunnews.com
Ringkasan Berita:
- Yasser Abu Shabab, pemimpin milisi pro-Israel di Gaza, tewas saat menengahi konflik keluarga di Rafah.
- Ia dikenal mencoba menjadi alternatif Hamas, tetapi warga Palestina menilai sebagai kolaborator.
- Abu Shabab memimpin Pasukan Rakyat, kelompok bersenjata proksi Israel dengan sekitar 100 pejuang, terlibat distribusi bantuan dan kontroversi penjarahan.
- Keberadaannya mendukung strategi Israel melemahkan Hamas, meski dukungan lokal terbatas.
TRIBUNNEWS.COM - Yasser Abu Shabab, pemimpin milisi pro-Israel di Gaza yang kontroversial, tewas pada Kamis.
Berusia awal 30-an dan berasal dari suku Badui Tarabin, Abu Shabab dikenal mencoba membangun citra sebagai alternatif Hamas, namun banyak warga Palestina mencemoohnya sebagai kolaborator.
Selama karier singkatnya memimpin Pasukan Rakyat atau Pasukan Populer.
Dia menjadi sosok yang dipandang strategis oleh Israel sekaligus kontroversial di mata warga Gaza
Pasukan Rakyat merupakan nama resmi sejak Mei 2025, digunakan dalam konteks milisi bersenjata yang dipandang sebagai proksi Israel di Gaza selatan.
Sedangkan Pasukan Populer adalah nama yang kerap dipakai oleh media dan Abu Shabab sendiri untuk menyebut kelompoknya, terutama dalam pernyataan resmi terkait kematiannya.

Intinya, kedua nama merujuk pada kelompok yang sama, hanya berbeda konteks penamaan: “Pasukan Rakyat” lebih formal, sedangkan “Pasukan Populer” digunakan dalam komunikasi publik dan pemberitaan internasional.
Kematian Yasser Abu Shabab diumumkan oleh Pasukan Rakyat, kelompok yang dipimpinnya dan juga dikonfirmasi oleh sejumlah media.
Sebelumnya, Yasser Abu Shabab hampir tidak dikenal hingga muncul memimpin milisi pada 2024, awalnya bernama "Layanan Anti-Teror".
Pada Mei 2025, kelompoknya berganti nama menjadi "Pasukan Rakyat", yang terdiri dari setidaknya 100 pejuang di Gaza selatan, tulis CNN.
Kelompok itu beroperasi di antara geng kriminal dan pasukan proksi Israel, namun mengklaim sebagai kelompok nasionalis Palestina anti-Hamas.
BBC melaporkan pencitraan ini lebih menguntungkan Israel, sementara kelompoknya tidak mendapat dukungan massa di Gaza.
Abu Shabab pernah dipenjara otoritas Palestina terkait narkoba dan melarikan diri saat perang Gaza berlangsung.
Sukunya menyatakan pembunuhannya menandai “akhir dari babak gelap yang tidak mencerminkan sejarah suku”, dilansir Al Jazeera.
Sulit menilai ideologi Abu Shabab karena banyak pengamat menilai ia didorong oleh kekuasaan, bukan politik tertentu.
Kelompoknya sempat dikaitkan dengan penyelundupan dari Semenanjung Sinai, bukan ideologi ISIL secara langsung.
Abu Shabab juga aktif di media sosial dan menulis artikel opini berbahasa Inggris, termasuk di Wall Street Journal.
Dalam artikel tersebut, ia mengklaim Pasukan Populernya menguasai wilayah timur Rafah dan "siap membangun masa depan baru".
Ia menyebut tujuan kelompoknya “memisahkan warga Palestina yang tidak terkait Hamas dari api perang”.
Netanyahu Akui Gunakan Pasukan Abu Shabab untuk Lawan Hamas
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengakui pemerintahnya menggunakan pasukan Abu Shabab untuk melawan Hamas, menurut CNN dan Al Jazeera.
Kelompoknya juga terlibat dalam distribusi bantuan kemanusiaan, meski Washington Post melaporkan keterlibatan dalam penjarahan konvoi bantuan.
Hal ini menambah persepsi Abu Shabab sebagai perwakilan Israel di mata warga Palestina.
Hanya sedikit warga Gaza yang menyesali kematiannya.
"Abu Shabab tewas saat menengahi konflik keluarga di Rafah," menurut Pasukan Populer.
Sumber Israel menyebut kematiannya akibat bentrokan internal dan upaya evakuasi ke rumah sakit gagal.
Hamas menuduhnya pengkhianat, tetapi tidak mengklaim bertanggung jawab atas kematian Abu Shabab.
Kelompoknya, Pasukan Rakyat, dipandang sebagai milisi bersenjata terbesar pro-Israel di Gaza, meski dukungan terbatas.
Abu Shabab berusaha mengamankan wilayah dari Hamas dan membantu kontrol aliran bantuan di perlintasan Kerem Shalom.
Pakar Gaza Muhammad Shehada mengatakan kelompoknya melakukan penggerebekan cepat di wilayah Hamas sebelum mundur ke perlindungan Israel.
Israel mendukung kelompok seperti Abu Shabab untuk melemahkan Hamas tanpa persetujuan kabinet keamanan, menurut pejabat Israel.
Beberapa milisi anti-Hamas lain muncul di Gaza yang dikuasai Israel, namun kematian Abu Shabab menimbulkan keraguan kemampuan mereka menantang Hamas.
Dr Michael Milshtein dari Moshe Dayan Center menilai kematian Abu Shabab akibat konflik internal atau bentrokan klan wajar dalam konteks tersebut.
Pasukan Populer menekankan kematiannya bukan karena Hamas dan membantah laporan yang menyesatkan.
Keberadaan milisi Abu Shabab sebelumnya dipandang sebagai bagian dari strategi Israel untuk mengamankan proyek rekonstruksi pascaperang.
Rencana rekonstruksi ini termasuk distribusi bantuan kemanusiaan melalui Yayasan Kemanusiaan Gaza yang didukung AS dan Israel.
Perang Gaza dimulai dengan serangan Hamas ke Israel pada 2023, menewaskan 1.200 orang dan menculik 250 lainnya.
Serangan balasan Israel dan gencatan senjata selanjutnya menewaskan lebih dari 70.000 warga Palestina, sebagian besar warga sipil, serta menghancurkan wilayah Gaza.
Usia: Awal 30-an (per Desember 2025)
Asal: Suku Badui Tarabin, Gaza Selatan
Jabatan: Pemimpin milisi pro-Israel "Pasukan Rakyat" (sebelumnya "Layanan Anti-Teror")
Latar Belakang:
- Pernah dipenjara otoritas Palestina terkait narkoba, melarikan diri saat perang Gaza
- Berusaha membangun citra sebagai alternatif Hamas
Kematian: Tewas di Rafah saat menengahi konflik keluarga, Desember 2025
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)