Sejarah Perkembangan Batik Solo : Dimulai Setelah Perjanjian Giyanti Tahun 1755 oleh Pakubuwono IV - Tribunsolo
Sejarah Perkembangan Batik Solo : Dimulai Setelah Perjanjian Giyanti Tahun 1755 oleh Pakubuwono IV - Tribunsolo.com
Penulis: Tribun Network | Editor: Hanang Yuwono
TribunSolo.com/Ahmad Syarifudin
Ringkasan Berita:
- Batik Solo adalah warisan budaya Mataram Islam dengan ciri khas warna sogan, motif geometris kecil, dan filosofi Jawa yang kuat.
- Perkembangannya dipengaruhi sejarah Keraton Surakarta–Mangkunegaran, melahirkan beragam motif seperti Parang, Ceplok, dan Buketan.
- Sentra batik utama berada di Laweyan dan Kauman, tempat tradisi dan industri batik Solo terus hidup hingga kini.
TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Batik Solo merupakan salah satu ikon budaya Indonesia yang tetap lestari hingga kini.
Berasal dari Kota Solo atau Surakarta, Jawa Tengah, batik ini dikenal karena ciri khas warna, motif, serta filosofi yang diwariskan sejak masa Mataram Islam.
Batik Solo bukan sekadar kain, melainkan representasi nilai-nilai budaya Jawa yang hidup dari masa kerajaan hingga era modern.
Di Kota Solo, Tribuners bisa dengan mudah menemukan toko menjual baju batik.
Dari Pasar Klewer hingga toko biasa dan butik batik bersejarah.
Harganya beragam, dari puluhan ribu sampai jutaan rupiah, tergantung jenis kain dan proses pembuatannya.

Lantas bagaimana sejarah perkembangan Batik Solo? Berikut ulasannya dikutip TribunSolo.com dari berbagai sumber:
Sejarah Batik Solo
Perkembangan batik Solo tidak terlepas dari sejarah politik Jawa.
Pada 13 Februari 1755, Perjanjian Giyanti membagi Kerajaan Mataram Islam menjadi dua wilayah: Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta.
Perpecahan ini mengakibatkan perpindahan berbagai aset, termasuk batik, dari Surakarta ke Yogyakarta.
Setelah peristiwa tersebut, Pakubuwono IV mengambil langkah penting dengan menciptakan gaya busana keraton baru bernama Gragak Surakarta, yang berarti Gaya Surakarta.
Gaya baru ini mendorong munculnya motif-motif batik khas Solo yang berbeda dari Yogyakarta.
Seiring waktu, batik Solo berkembang pesat dan menjadi bagian penting dalam kehidupan masyarakat Jawa, terutama kalangan keraton.
Batik tulis menjadi pekerjaan eksklusif para wanita keraton, sementara penggunaan warna sogan, warna coklat khas yang dihasilkan dari bahan alami, menjadi identitas utama batik Solo.
Ciri Khas Batik Solo
Batik Solo memiliki karakteristik yang membedakannya dari daerah lain. Beberapa ciri khas utamanya adalah:
1. Warna Sogan yang Hangat
Batik Solo identik dengan warna-warna:
- coklat,
- krem,
- oranye kecoklatan,
- hitam.
Warna ini berasal dari pewarna alami dan telah menjadi pakem batik Mataraman sejak era kerajaan.
2. Motif Geometris Berukuran Kecil
Motif-motif batik Solo biasanya memiliki pola geometris kecil yang tersusun rapi mengikuti tradisi batik klasik Mataram.
3. Kesan Elegan dan Lembut
Tidak seperti daerah lain yang lebih berani memakai warna cerah, batik Solo didominasi nuansa lembut namun penuh filosofi.
Motif Batik Solo: Keraton Kasunanan dan Pura Mangkunegaran
Motif batik Solo terbagi ke dalam dua kelompok besar, yaitu motif yang lahir dari Kasunanan Surakarta dan motif dari Pura Mangkunegaran.
Motif Khas Kasunanan Surakarta
Beberapa motif terkenal antara lain:
- Parang Barong
- Parang Curiga
- Ceplok Burba
- Parang Sarpa
- Ceplok Lung Kestlop
- Srikaton
- Candi Luhur
- Bondhet
Motif Khas Pura Mangkunegaran
Motif-motif yang berkembang di Mangkunegaran meliputi:
- Buketan Pakis
- Ole-ole
- Sapanti Nata
- Wahyu Tumurun
- Parang Kesit Barong
- Parang Klithik Glebag
- Parang Sondher
- Liris Cemeng
Mangkunegaran berperan penting dalam lahirnya motif modern yang menggabungkan gaya pakem klasik dengan kreativitas baru.
Motif batik yang diciptakan kerabat dan abdi dalem Mangkunegaran terkenal dinamis dan khas, terutama dengan penggunaan warna sogan khas Solo.
Beberapa motif bahkan menjadi motif wajib bagi kerabat Mangkunegaran, seperti:
- Candi Luhur
- Gregah Waluh / Pakis
Ada pula motif larangan, seperti Parang, yang hanya boleh dikenakan oleh bangsawan atau Adipati sebagai simbol status sosial dalam struktur Keraton Mataram.

Perkembangan Sentra Batik Solo
Peradaban batik Solo semakin meluas seiring perkembangan dua keraton. Dua kampung batik legendaris muncul dan berkembang:
1. Kampung Batik Laweyan
Sebagai pusat batik tertua, Laweyan telah menjadi kawasan industri batik sejak tanah Mataram.
Warga Laweyan menjalani tradisi membatik secara turun-temurun.
2. Kampung Batik Kauman
Kauman dikenal sebagai sentra batik dengan pengrajin yang banyak berafiliasi dengan keraton Surakarta.
Motif klasik sangat dominan di kawasan ini.
Dari Solo, batik kemudian menyebar ke berbagai daerah lain seperti Pekalongan, Ponorogo, Banyumas, dan Tulungagung, membawa pengaruh motif dan warna Solo ke luar Surakarta.
Selain kampung batik, Solo memiliki banyak pusat kerajinan ternama seperti:
- Batik Danar Hadi
- Batik Keris
- Batik Semar
- Tiga Rasa
Laweyan juga memiliki pusat oleh-oleh populer seperti Pusat Oleh-Oleh Makutho Solo.
Aneka Ragam Motif Batik Solo dan Filosofinya
Berbagai motif batik Solo memiliki filosofi mendalam yang berkaitan dengan kehidupan, harapan, maupun simbol-simbol adat keraton.
Berikut beberapa motif penting beserta maknanya:
1. Slobog
Dipakai saat melayat.
Bermakna kelapangan agar arwah mendapat jalan yang baik.
2. Sidomukti
Digunakan mempelai saat pernikahan.
Bermakna kehidupan yang penuh kecukupan dan kebahagiaan.
3. Truntum
Dipakai orang tua pengantin.
Bermakna tuntunan, kasih sayang, dan restu.
4. Satrio Manah
Dipakai wali pengantin pria saat lamaran.
Bermakna harapan lamaran diterima.
5. Semen Rante
Dipakai calon pengantin wanita saat lamaran.
Melambangkan ikatan kuat dan abadi.
6. Parang Kusumo
Dipakai pengantin wanita saat tukar cincin.
Bermakna kedewasaan dan kesiapan menikah.
7. Pamiluto
Dipakai ibu mempelai wanita.
Bermakna ikatan pernikahan yang tak terpisahkan.
8. Ceplok Kasatriyan
Dipakai dalam kirab pengantin.
Melambangkan keluhuran dan kemuliaan.
9. Semen Gendong
Dipakai setelah akad pernikahan.
Melambangkan harapan memperoleh keturunan saleh.
10. Bondhet
Motif rumit dengan pola bundet, memiliki banyak variasi:
- Sido Asih – simbol harapan hidup bahagia.
- Ratu-Ratih – lambang kemuliaan dan sinergi.
- Parangkusumo – simbol kewibawaan kesatria.
- Bokor Kencana – lambang harapan, keagungan, dan wibawa.
- Sekar Jagad – simbol keindahan dunia dan keberagaman.
(*)