Susno Duadji Kritik Menhut Raja Juli soal Cabut Izin 20 Pengelola Hutan: Jika Merasa Bersalah Mundur - Tribunnews
Susno Duadji Kritik Menhut Raja Juli soal Cabut Izin 20 Pengelola Hutan: Jika Merasa Bersalah Mundur - Tribunnews.com
Ringkasan Berita:
- YLBHI mengatakan yang memberikan izin terhadap 20 perusahaan terduga perusak hutan penyebab banjir dan longsor Sumatera adalah menteri, bukan presiden
TRIBUNNEWS.COM - Mantan Kabareskrim Polri Komjen (Purn.) Susno Duadji mengkritik Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni soal pencabutan izin 20 perusahaan terduga perusak hutan penyebab bencana banjir dan longsor di 3 provinsi di Pulau Sumatra, yakni Aceh, Sumatra Utara (Sumut), dan Sumatra Barat (Sumbar).
Alasannya, karena Raja Juli masih harus menunggu restu atau keputusan dari Presiden Prabowo Subianto terlebih dahulu untuk mencabutnya.
Padahal, secara teknis, sebagai seorang menteri, Raja Juli bisa langsung melakukannya tanpa menunggu arahan presiden.
Raja Juli sebelumnya mengatakan bahwa pencabutan 20 perizinan berusaha pemanfaatan hutan (PBPH) itu akan dia lakukan setelah mendapatkan izin dari Presiden Prabowo.
“Kami Kementerian Kehutanan, setelah nanti mendapatkan persetujuan dari Bapak Presiden, akan kembali mencabut izin sekitar 20 PBPH yang bekerja buruk, lebih kurang seluas 750.000 hektar,” kata dia dalam rapat kerja bersama Komisi IV DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, Kamis (4/12/2025).
Tindakan Raja Juli itulah yang disebut Susno sangat tidak wajar dilakukan oleh seorang menteri.
"Itu tanggung jawab teknis dia. Jangan melempar tanggung jawab pada presiden. Saya yakin dia menerbitkan izin itu tidak ngasih tahu presiden atau tidak seizin presiden, 'Pak, saya menteri mau mengizinkan ini,' enggak."

"Presiden banyak tugasnya, urusan teknis kehutanan sudah diserahkan pada menteri. Dia yang tanda tangan, dia yang bertanggung jawab," tegas Susno, Sabtu (6/12/2025), dikutip dari YouTube Kompas TV.
Saat rapat bersama DPR, Raja Juli juga enggan membuka nama-nama perusahaan yang terlibat tersebut dan baru akan menyampaikannya kepada publik setelah mendapatkan izin dari presiden.
Dia hanya mengungkapkan bahwa 20 perusahaan tersebut tersebar di seluruh Indonesia, termasuk di 3 provinsi yang terdampak banjir dan longsor.
Hal tersebut juga membuat heran Susno karena Raja Juli adalah seorang menteri yang seharusnya urusan teknis seperti ini tidak perlu menunggu arahan presiden.
"DPR itu wakil dari rakyat, wakil dari kita. DPR ngomong gitu berarti rakyat mintanya itu, dijawab dong, ini hanya menyebut nama 20 perusahaan aja tidak mau, minta izin presiden, lah Ini menteri macam apa?"
"Kalau semua menteri seperti itu ya gawat kita ini, kasihan presidennya, dikit-dikit presiden, dikit-dikit presiden, jangan melempar masalah pada presiden. Dia pembantu presiden, harus bertanggung jawab," ujar Susno.
Menurut Susno, Raja Juli harus bisa menjelaskan hal ini kepada publik sesegera mungkin.
Jika Raja Juli merasa bersalah, kata Susno, sudah seharusnya dia mengundurkan diri dari jabatannya itu.
"Jelaskan kepada publik, jelaskan kepada DPR itu sama dengan menjelaskan pada rakyat. Kalau merasa bersalah, mundur," tegasnya.
"Salah satu tanggung jawab sosial, mundur. Kemudian tanggung jawab hukum, kalau memang itu ada pelanggaran hukum, ikuti sesuai norma hukum yang berlaku," imbuh Susno.
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhamad Isnur juga menyayangkan sikap Raja Juli yang mencabut izin 20 perusahaan tetapi harus menunggu keputusan dari Presiden Prabowo dulu.
“Izin itu kan di Menteri, trust ini sangat terlambat, artinya apa, artinya penegakan hukum bergantung pada keputusan politik. Harusnya penegakan hukum tidak bergantung pada keputusan politik,” kata Isnur dalam program Kompas Malam Kompas TV, Kamis (4/12/2025).
Apalagi, kata Isnur, yang memberikan izin terhadap 20 perusahaan terduga perusak hutan penyebab banjir dan longsor Sumatera adalah menteri, bukan presiden.
“Yang ngasih izin menteri, harusnya menteri yang cabut gitu loh. Kenapa harus tunggu presiden. Jadi, seolah-olah semuanya di tangan presiden dan itu sangat lambat, sangat-sangat terlambat seperti penanganan bencana,” ucapnya.
Berdasarkan data sementara yang terbaru per 5 Desember 2025, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat sudah ada sebanyak 867 orang yang tewas akibat bencana di Sumatra. Sementara itu, korban hilang masih ada 521 orang dan korban luka-luka ada 4.200 orang.
Rinciannya adalah korban jiwa di Sumut ada sebanyak 312 dan 133 lainnya masih hilang. Kemudian di Aceh ada 345 orang meninggal dan 174 korban hilang, sedangkan di Sumbar tercatat ada 210 korban tewas dan 214 orang masih hilang.
Untuk jumlah pengungsi, sejauh ini diketahui ada sebanyak 849.093 jiwa, dengan rincian 51.433 jiwa di Sumut, Aceh 775.306 jiwa, dan Sumbar 22.354 jiwa.
Raja Juli Bantah Terbitkan Izin Pelepasan Kawasan Hutan Sumatra
Raja Juli juga membantah bahwa dirinya menerbitkan izin pelepasan kawasan hutan di luar proyek strategis nasional (PSN) yang diperintahkan Presiden Prabowo.
Termasuk di Aceh, Sumut, dan Sumbar yang kini dilanda banjir bandang dan longsor, Raja Juli mengaku tidak pernah menerbitkan izin pelepasan kawasan hutan.
"Selain PSN yang diperintahkan oleh Presiden dan ini merupakan asta cita beliau, saya tidak pernah menerbitkan pelepasan kawasan," kata Raja Juli saat rapat bersama Komisi IV DPR RI, Kamis.
"Termasuk Pak Ketua, Pak Wakil Ketua, di tiga provinsi terdampak, satu jengkal pun, saya tidak pernah melakukan pelepasan kawasan di tempat tersebut," ucap Raja Juli.
Raja Juli pun menyebut hanya satu pengecualian yang terjadi di luar PSN, yakni untuk kepentingan pembangunan kampus IAIN di Bima.
"Di luar itu, saya bisa bersaksi, saya secara ketat seperti apa yang diperintahkan oleh Pak Presiden Prabowo Subianto, tidak pernah mengeluarkan atau menurunkan fungsi hutan," ujarnya.
Raja Juli juga mengklaim angka deforestasi di tiga provinsi yang terdampak banjir bandang hingga longsor di Pulau Sumatera justru mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya.
"Penurunan deforestasi tersebut juga teridentifikasi pada tiga provinsi terdampak banjir. Di Aceh menurun sebesar 10,04 persen. Di Sumatera Utara menurun sampai 13,98 persen, dan di Provinsi Sumatera Barat turun 14 persen jika sekali lagi dibandingkan dengan tahun 2024," kata Raja Juli.
Menurut Raja Juli, penurunan deforestasi tidak hanya terjadi di tingkat daerah, tetapi juga tercatat secara nasional.
Hingga September 2025, kehilangan tutupan hutan di Indonesia menurun hampir seperempat dari angka tahun sebelumnya.
"Pada 2025, deforestasi Indonesia hingga bulan september, saya tegaskan sampai bulan september, karena kami akan ukur kembali di akhir desember, deforestasi Indonesia hingga bulan september menurun sebesar 49.700 hektare jika dibandingkan tahun 2024 atau menurun 23,01 persen" ucap Raja Juli.
(Tribunnews.com/Rifqah/Fersianus)