Terjerat Korupsi Satelit Kemhan, Laksda Leonardi Klaim Hanya Jalankan Perintah Atasan - Tribunnews
Terjerat Korupsi Satelit Kemhan, Laksda Leonardi Klaim Hanya Jalankan Perintah Atasan - Tribunnews.com
Ringkasan Berita:
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Laksamana Muda (Purn) TNI Leonardi mengatakan dirinya hanya menjalankan perintah atasan terkait pengadaan satelit slot orbit 123 derajat bujur timur pada Kementerian Pertahanan (Kemhan) tahun 2012-2021.
Leonardi menyebut pengadaan satelit dilakukan berdasarkan hasil rapat terbatas (Ratas) yang dilakukan dengan presiden pada 2015 silam.
Hal itu diungkapkan Leonardi saat digiring menuju mobil tahanan ketika hendak melakukan proses pelimpahan dari penyidik Jaksa Agung Muda Pidana Militer (Jampidmil) ke penuntut umum koneksitas Oditurat Militer Tinggi II di Gedung Kartika Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Senin (1/12/2025).
"Yang pertama saya melaksanakan perintah atasan. Dan atasan saya sudah melaksanakan rapat terbatas di depan presiden dengan program ini," kata Leonardi kepada wartawan.
Tak hanya itu, dia juga membantah telah melakukan korupsi lantaran mengklaim tidak menerima keuntungan dari pengadaan satelit orbit bujur timur tersebut.
Leonardi menuturkan, bahwa negara belum membayar perihal pengadaan satelit tersebut.
"Saya tidak menerima sepeser pun duit, saya tidak melakukan korupsi. Yang ketiga, belum ada negara membayar, belum ada keluar anggaran sama sekali sehingga tidak ada kerugian negara," katanya.
Dalam perkara ini, Leonardi merupakan satu dari tiga tersangka yang telah ditetapkan penyidik Jampidmil Kejagung.
Selain dia, dua tersangka lainnya adalah CEO Navayo International AG, Gabor Kuti Szilard dan seorang perantara bernama Thomas Van Der Hayden.
Jampidmil pun kini telah melimpahkan ketiga tersangka ke Oditurat Militer Tinggi II Jakarta.
Sementara untuk tersangka Gabor Kuti Szilard dilimpahkan ke Oditurat Militer secara in absentia atau tanpa kehadiran tersangka oleh Jampidmil lantaran statusnya yang kini masih buron atau dalam pencarian orang (DPO).
Direktur Penuntutan Jampidmil, Zet Tadung Allo mengungkap alasan pihaknya melimpahkan perkara itu ke Pengadilan Militer meski terdapat tersangka yang berstatus sebagai warga sipil.
Perkara dilakukan secara bersama-sama dan turut melibatkan oknum anggota TNI yakni Leonardi.
Tim penuntut koneksitas akan mengadili para tersangka ketika perkara sudah bergulir di persidangan.
"Jadi tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti menjadi tanggung jawab dari tim Penuntut koneksitas yang terdiri dari Jaksa pada Jampidmil dan Oditur Militer dari Oditur Militer Tinggi," jelasnya.
Direktur Penindakan Jampidmil Brigjen Andi Suci Agustiansyah menuturkan, selain tersangka, pihaknya turut melimpahkan barang bukti berupa dokumen yang berkaitan dengan pengadaan satelit orbit bujur timur itu kepada tim Penuntut Koneksitas.
Lebih jauh setelah dilakukan pelimpahan ini maka dikatakan oleh Andi, kewenangan penahanan dan penanganan perkara yang melibatkan para tersangka kini pun beralih ke tim Penuntut koneksitas Oditur Militer.
"Untuk dapat dengan dilimpahkan ke Pengadilan (Militer) untuk disidangkan," katanya.
Adapun untuk Pasal yang diterapkan terhadap para tersangka itu yakni Pasal 2 ayat 1 Juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 tentang Pencegahan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Serta subsider Pasal 3 Juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pencegahan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 Juncto Pasal 64 KUHP.
Duduk Perkara
Kasus ini berawal saat Kemhan melalui tersangka L menandatangani kontrak dengan tersangka GK pada Juli 2016 soal perjanjian untuk penyediaan terminal pengguna jasa dan peralatan yang perjanjian itu senilai USD 34.194.300 dan berubah menjadi USD 29.900.000.
Penunjukan Navayo International AG sebagai pihak ke-3 itu tanpa melalui proses pengadaan barang dan jasa di mana Navayo International AG juga merupakan rekomendasi dari tersangka ATVDH.
Navayo International AG mengakui telah melakukan pekerjaan berupa pengiriman barang kepada Kementerian Pertahanan RI atas prestasi pekerjaan tersebut.
Kemudian empat buah surat Certificate of Performance (CoP) atau sertifikat kinerja terhadap pekerjaan yang telah dilaksanakan Navayo International AG yang disiapkan ATVDH tanpa dilakukan pengecekan terhadap barang yang dikirim terlebih dahulu ditandatangani Letkol Tek Jon Kennedy Ginting dan Kolonel Chb Masri atas persetujuan Mayor Jenderal TNI (Purn) Bambang Hartawan dan tersangka L.
Pihak Navayo International AG melakukan penagihan kepada Kemhan RI dengan mengirimkan empat invoice (permintaan pembayaran dan CoP), namun sampai dengan tahun 2019 Kemhan RI tidak tersedia anggaran pengadaan satelit.
Kemudian dilakukan pemeriksaan atas pekerjaan Navayo International AG oleh ahli satelit Indonesia atas permintaan penyidik koneksitas Jampidmil.
Hasil pemeriksaan disimpulkan pekerjaan Navayo International AG tidak dapat membangun sebuah Program User Terminal.
Hasil pemeriksaan laboratorium terhadap 550 handphone tidak ditemukan secure chip inti dari pekerjaan user terminal, hasil pekerjaan Navayo International AG terhadap user terminal tidak pernah diuji terhadap Satelit Artemis yang berada di Slot Orbit 1230 BT, dan barang-barang yang dikirim Navayo International AG tidak pernah dibuka dan diperiksa.
Kemudian Kemhan RI diharuskan membayar USD 20.862.822 berdasarkan Final Award Putusan Arbitrase Singapura karena telah menandatangani CoP.
Sementara menurut perhitungan BPKP, kegiatan yang telah dilaksanakan Navayo International AG berdasarkan nilai kepabeanan sebesar IDR 1.92 miliar.
Lalu, untuk memenuhi kewajiban pembayaran sejumlah USD 20.862.822 berdasarkan Final Award Putusan Arbitrase Singapura dan permohonan penyitaan Wisma Wakil Kepala Perwakilan Republik Indonesia, rumah dinas Atase Pertahanan dan rumah dinas (apartemen) Koordinator Fungsi Politik KBRI di Paris oleh Juru Sita (Commissaires de justice) Paris.
Hal itu berdasar putusan pengadilan Paris yang mengesahkan Putusan Tribunal Arbitrase Singapura tanggal 22 April 2021 yang dimohonkan oleh Navayo International AG atas putusan Arbitrase International Commercial Court (ICC) Singapura.
Atas hal itu, perbuatan itu merupakan Tindak Pidana Korupsi Koneksitas yaitu dengan sengaja secara bersama-sama melakukan perbuatan melawan hukum dalam proses pengadaan User Terminal untuk Slot Orbit 1230 BT pada Kemhan RI.
Direktur Penindakan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Militer (Jampidmil) Kejagung, Brigjen TNI Andi Suci mengatakan jumlah kerugian negara dalam perkara tersebut mencapai puluhan juta dolar Amerika.
"Perhitungan dari BPKP kegiatan yang telah dilaksanakan oleh Navayo International AG telah menimbulkan kerugian negara sebanyak 21.384.851,89 USD," kata Andi dalam konferensi pers Rabu (7/5/2025).
Jumlah itu jika dikonversi ke rupiah dengan kurs dolar saat itu kurang lebih Rp 15 ribu, makan kerugian negara mencapai Rp 300 miliar.
"Untuk kerugian negara di rupiahkan sekitar Rp 300 miliar kalau kala itu Rp 15 ribu kurang lebih 1 dolar," ungkapnya.