Tes SIM Terasa "Overkill", Begini Penjelasan Polisi dan Pengalaman Gen Z - Kompas
Tes SIM Terasa "Overkill", Begini Penjelasan Polisi dan Pengalaman Gen Z
JAKARTA, KOMPAS.com- Pernah nggak sih kalian ngerasain gagal berkali-kali pas ujian praktik SIM?, trus denger komentar “kalau mau cepat, ya lewat jalur lain saja.” atau ngerasa kalau rintangan di sirkuit tes SIM terlalu ribet dan ngerasa ga relevan sama kondisi di jalan raya?
Kalian nggak sendirian, ternyata banyak Gen Z punya rasa penasaran dan skeptisisme soal “kenapa sih harus ada tes ini?”.
Di sini gue udah ngewawancarai polisi dan beberapa Gen Z buat ngebongkar esensinya.
Fawwaz (22) membagikan kisah pembuatan SIM-nya kepada Kompas.com, Selasa (2/12/2025).
Katanya, dia ikut tes pada pertengahan 2020, butuh tiga kali, dua kali gagal di antaranya karena ‘angka delapan’.
Pengalaman lainnya datang dari Arya (21) yang mengaku kesulitan karena rintangan yang sama.
“Menurut saya, rintangan yang paling sulit adalah ‘angka delapan’. Karena kita harus menjaga keseimbangan dan perlu berputar sebanyak 3 kali,” kata Arya, Rabu (3/12/2025).
“Selain itu, putaran yang ada terlalu sempit sedangkan lebar motor terlalu lebar. Membuat saya hilang keseimbangan, menyenggol corn, lalu terjatuh saat berhadapan dengan "angka delapan," ujar dia.
Luki (21) juga merasa frustasi atas kegagalannya.
“Saya mencoba tes praktik dua kali dan gagal. Yang membuat saya agak frustrasi adalah kesan bahwa banyak orang di sekitar saya justru bilang, 'Kalau mau cepat, ya lewat jalur lain saja'. Jadi ketika saya benar-benar mencoba jalur resmi, rasanya justru lebih berat,” katanya kepada Kompas.com, Selasa (2/12/2025).
Pendapat lain datang dari Wafa yang merupakan seorang aparatur sipil negara (ASN).
“Menurut saya, rintangan yang paling penting dari tes SIM adalah lintasan sempit dan manuver kecepatan rendah, karena itu sangat relevan dengan kondisi jalanan macet atau ruas sempit di perkotaan.” ujar Wafa (25) pada Jumat (5/12/2025).
Dari pernyataan Gen Z di atas muncul sebuah pertanyaan, apakah tes SIM yang sekarang relevan?
Yuk, simak penjelasan lengkap Kombes Pol Erdi Adrimulan Chaniago selaku Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabag Penum) Divisi Humas Polri.
Penjelasan polisi
Menurut Erdi, proses SIM dimulai dari syarat umur, e-KTP, sampai tes mata, pendengaran, emosi, dan kognitif. Ini bukan remeh. Banyak kecelakaan disebabkan gangguan penglihatan jarak dekat atau respon lambat di jalanan.
Menurut Erdi, setiap rintangan punya fungsi konkret yang directly terkait keselamatan.
Letter ‘S’ (pengganti angka 8 dan zig-zag), contohnya, dapat melatih kontrol motor saat belok dan melewati jalur sempit.
Tes ini relevan banget untuk menyalip, masuk gang kecil, atau menghindari hambatan.
Lalu, tes U-turn/tikungan tajam untuk mengukur stabilitas dan kemampuan rotasi stang.
“Dipakai banget saat putar balik di jalan padat.” kata Erdi pada Rabu (3/12/2025).
Kemudian, tes pengereman atau reaksi bertujuan untuk melatih reaksi pengereman secara mendadak dengan stabil.
“Ini yang menyelamatkan kita saat ada pejalan kaki nyeberang tiba-tiba atau kendaraan depan berhenti mendadak.” tambahnya.
Peningkatan kecepatan juga mempunyai makna, yaitu untuk mengecek pengendalian motor di kecepatan lebih tinggi, lalu pengereman.
“Ini mencerminkan kondisi mengemudi sebenarnya," imbuh dia.
Erdi mengakui bahwa lintasan yang digunakan pada tes memang meniru kondisi jalan sebenarnya.
Sebab, di kondisi nyata ada gang kecil dan space sempit antara mobil-mobil sehingga tes ini menyiapkan pengendara untuk kondisi real itu.
SIM bukan sekadar kartu izin
Dari obrolan dengan Gen Z, sebagian besar sepakat bahwa tes SIM memang menantang, sering bikin grogi, bahkan memicu drama emosional.
Tapi semoga setelah mendengar penjelasan polisi, mereka mulai memahami logika dan esensinya.
Kadang kita menganggap SIM cuma “kartu izin”, padahal seperti yang diingatkan Erdi, SIM adalah bukti kemampuan.
Jalan raya bukan tempat main, dan motor bukan sekadar alat mobilitas, tapi mesin yang butuh kontrol, fokus, dan tanggung jawab.
Skill berkendara itu investasi keselamatan, bukan hanya buat diri sendiri, tapi juga buat orang lain yang berbagi jalan dengan kita.
Karena itu, Erdi menegaskan pentingnya mindset belajar yang benar, pelajari materinya, latihan praktik dengan serius, dan jangan pernah meremehkan prosesnya.
Semakin kompeten kita ketika memegang stang, semakin kecil kemungkinan terjadi kecelakaan.
Pada akhirnya, keselamatan di jalan adalah kerja bareng antara pengendara yang terampil, aturan yang dipatuhi sipil, dan ruang jalan yang digunakan secara adil.
Katanya Gen-Z nggak suka baca, apalagi soal masalah yang rumit. Lewat artikel ini, Kompas.com coba bikin kamu paham dengan bahasa yang mudah.
