Trump Akui AS Berupaya Rebut Minyak dan Tanah dari Venezuela - SindoNews
2 min read
Trump Akui AS Berupaya Rebut Minyak dan Tanah dari Venezuela
Kamis, 18 Desember 2025 - 06:42 WIB
Presiden Donald Trump akui AS berupaya merebut minyak, tanah, dan aset lainnya dari Venezuela. Menurutnya, semua itu sebelumnya milik perusahaan AS. Foto/White House
A
A
A
WASHINGTON - Presiden Donald Trump mengakui Amerika Serikat (AS) berupaya merebut kembali minyak, tanah, dan aset lainnya dari Venezuela. Alasannya, pemerintahan Amerika sebelumnya membiarkan Caracas merampas kepentingan ekonomi Washington di negara Amerika Latin tersebut.
Berbicara kepada wartawan pada hari Rabu, Trump mengatakan Venezuela telah mengambil "hak minyak" dan aset lain yang menurutnya milik AS, yang mendorong keputusannya untuk memberlakukan blokade Angkatan Laut terhadap negara yang dipimpin Presiden Nicolas Maduro tersebut.
Baca Juga: Wapres Venezuela Kecam Ancaman Trump tentang Blokade Minyak, Perang Segera Terjadi?
“Mereka mengambil hak minyak kami. Kami memiliki banyak minyak di sana,” kata Trump, seperti dikutip Russia Today, Kamis (18/12/2025).
“Mereka mengusir perusahaan kami, dan kami menginginkannya kembali," katanya lagi.
Trump menuduh kepemimpinan AS sebelumnya lemah sehingga memungkinkan Venezuela untuk merebut kendali atas aset yang pernah dimiliki oleh perusahaan Amerika.
“Mereka mengambilnya karena kita memiliki presiden yang mungkin tidak mengawasi,” katanya. “Tetapi mereka tidak akan melakukan itu. Kami menginginkannya kembali," imbuh dia.
Sekadar diketahui, Venezuela menasionalisasi industri minyaknya pada tahun 1976, menciptakan perusahaan milik negara PDVSA dan mengakhiri kepemilikan asing langsung atas cadangan minyak, sementara masih mengizinkan perusahaan internasional untuk beroperasi di bawah kontrak layanan.
Di bawah Presiden Hugo Chavez pada tahun 2007, pemerintah Venezuela mengambil kendali mayoritas atas proyek-proyek minyak besar. Beberapa perusahaan energi Barat, termasuk ExxonMobil dan ConocoPhillips, meninggalkan negara itu setelah menolak persyaratan baru dan kemudian mengajukan klaim arbitrase.
Konfrontasi AS dan Venezuela kali ini terjadi di tengah peningkatan kehadiran militer AS di Karibia. Sejak September, pasukan AS telah melakukan serangan terhadap kapal-kapal terduga penyelundup narkoba yang beroperasi di laut dan menewaskan lebih dari 80 orang.
Trump juga mengancam akan memperluas serangan ke wilayah Venezuela, menuduh Caracas melindungi "teroris narkotika"—tuduhan yang berulang kali dibantah oleh pemerintah Venezuela.
Pada hari Selasa, Trump mengumumkan, “Blokade total dan lengkap terhadap semua kapal tanker minyak yang dikenai sanksi yang masuk dan keluar dari Venezuela sampai mereka mengembalikan ke Amerika Serikat semua minyak, tanah, dan aset lainnya yang sebelumnya mereka curi dari kami.”
Caracas mengutuk blokade tersebut sebagai ilegal dan melanggar hukum internasional, perdagangan bebas, dan kebebasan navigasi. Pemerintah Venezuela menolak klaim Trump secara langsung, dengan bersikeras bahwa minyak dan sumber daya mineralnya adalah milik kedaulatan Venezuela.
“Venezuela tidak akan pernah lagi menjadi koloni kekaisaran atau kekuatan asing mana pun,” kata Wakil Presiden Venezuela Delcy RodrÃguez.
Berbicara kepada wartawan pada hari Rabu, Trump mengatakan Venezuela telah mengambil "hak minyak" dan aset lain yang menurutnya milik AS, yang mendorong keputusannya untuk memberlakukan blokade Angkatan Laut terhadap negara yang dipimpin Presiden Nicolas Maduro tersebut.
Baca Juga: Wapres Venezuela Kecam Ancaman Trump tentang Blokade Minyak, Perang Segera Terjadi?
“Mereka mengambil hak minyak kami. Kami memiliki banyak minyak di sana,” kata Trump, seperti dikutip Russia Today, Kamis (18/12/2025).
“Mereka mengusir perusahaan kami, dan kami menginginkannya kembali," katanya lagi.
Trump menuduh kepemimpinan AS sebelumnya lemah sehingga memungkinkan Venezuela untuk merebut kendali atas aset yang pernah dimiliki oleh perusahaan Amerika.
“Mereka mengambilnya karena kita memiliki presiden yang mungkin tidak mengawasi,” katanya. “Tetapi mereka tidak akan melakukan itu. Kami menginginkannya kembali," imbuh dia.
Sekadar diketahui, Venezuela menasionalisasi industri minyaknya pada tahun 1976, menciptakan perusahaan milik negara PDVSA dan mengakhiri kepemilikan asing langsung atas cadangan minyak, sementara masih mengizinkan perusahaan internasional untuk beroperasi di bawah kontrak layanan.
Di bawah Presiden Hugo Chavez pada tahun 2007, pemerintah Venezuela mengambil kendali mayoritas atas proyek-proyek minyak besar. Beberapa perusahaan energi Barat, termasuk ExxonMobil dan ConocoPhillips, meninggalkan negara itu setelah menolak persyaratan baru dan kemudian mengajukan klaim arbitrase.
Konfrontasi AS dan Venezuela kali ini terjadi di tengah peningkatan kehadiran militer AS di Karibia. Sejak September, pasukan AS telah melakukan serangan terhadap kapal-kapal terduga penyelundup narkoba yang beroperasi di laut dan menewaskan lebih dari 80 orang.
Trump juga mengancam akan memperluas serangan ke wilayah Venezuela, menuduh Caracas melindungi "teroris narkotika"—tuduhan yang berulang kali dibantah oleh pemerintah Venezuela.
Pada hari Selasa, Trump mengumumkan, “Blokade total dan lengkap terhadap semua kapal tanker minyak yang dikenai sanksi yang masuk dan keluar dari Venezuela sampai mereka mengembalikan ke Amerika Serikat semua minyak, tanah, dan aset lainnya yang sebelumnya mereka curi dari kami.”
Caracas mengutuk blokade tersebut sebagai ilegal dan melanggar hukum internasional, perdagangan bebas, dan kebebasan navigasi. Pemerintah Venezuela menolak klaim Trump secara langsung, dengan bersikeras bahwa minyak dan sumber daya mineralnya adalah milik kedaulatan Venezuela.
“Venezuela tidak akan pernah lagi menjadi koloni kekaisaran atau kekuatan asing mana pun,” kata Wakil Presiden Venezuela Delcy RodrÃguez.
(mas)