Viral Curhatan Psikolog: Klien Depresi Bukan Masalah Pribadi, tapi Karena Negara -
5 min read
Viral Curhatan Psikolog: Klien Depresi Bukan Masalah Pribadi, tapi Karena Negara
Senin, 22 Desember 2025 - 16:24 WIB
A
A
A
JAKARTA - Nama Lya Fahmi mendadak viral di sosmed gegara curhatan psikolog soal pengalaman langka yang ia temui. Sepanjang kariernya baru kali ini syok ketika dua klien datang berturut-turut dalam kondisi emosional berat. Uniknya mereka datang bukan karena masalah pribadi, tapi depresi karean beban sosial yang mereka tanggung sebagai Warga Negara Indonesia (WNI).
Ternyata benar bahwa situasi politik dan kondisi soaial yang dirasakan seseorang rentan memicu gangguan kesehatan mental .
Ternyata benar bahwa situasi politik dan kondisi soaial yang dirasakan seseorang rentan memicu gangguan kesehatan mental .

IG @lyafahmi
"Baru kali ini terjadi selama 7,5 tahun karirku sebagai psikolog, dua klien berturut-turut datang bukan karena masalah pribadi, tapi distress karena negara," tulis Lya dalam postingannya yang viral dan meraih lebih dari 200 ribu likes.
Baca Juga : 52% Pekerja Alami Kelelahan Kerja Kronis, Gen Z Kelompok Paling Rentan
Lia mengungkapkan bahwa klien yang tertekan karena masalah politik dan sosial biasanya tak menyadari secara langsung. Tapi ini lain cerita. Sejak masuk ruang konsultasi klien sudah dalam kondisi emosi tinggi.
Klien satunya malah lebih para, ia bahkan langsung menangis sambil mengungkapkan rasa putus asa sebagai warga negara.

IG @lyafahmi
"Kalo ngeliat cara pemerintah menangani korban bencana Sumatra, aku merasa seolah rakyat ini enggak ada harganya. Enggak didengarkan, diabaikan pula. Putus asa banget rasanya jadi WNI," kata klien tersebut, seperti dituturkan ulang oleh Lya.
Curhatan dua klien tersebut ternyata membuat Lya suasana hati psikolog itu turut terkuras. Ia yang selama ini mengira bahwa stres karena masalah politik dan tekanan sosial hanya ada di dunia maya, terbantahkan. Kini dia menghadapi langsung yang seperti itu.
Baca Juga : Jangan Asal Minum Obat, Ini Efek Samping Antidepresan bagi Kesehatan Mental
Pengalaman Lya yang diunggah di media sosial inipun langsung mendapat respon yang luar biasa. Warganet ternyata banyak yang mengaku juga mengalami hal yang sama dengan kedua klien Lya.

IG @lyafahmi
Rata-rata mereka mengeluh dan putus asa melihat berbagai persoalan negara, mulai dari penanganan bencana hingga kebijakan publik yang dianggap tidak mendengarkan suara rakyat.
"Aku nulis gini karena butuh menyalurkan emosi yang terkuras karena menemani klien yang segitu nangis dan marahnya melihat apa yang dipertontonkan oleh pejabat negara," ujarnya.
"Karena banyak netizen yang merespons kalau mereka merasakan hal yang sama, jadi aku akan share jawabanku ke klien itu untuk kalian semua," lanjutnya.
Dalam penjelasannya, ia menyampaikan tiga poin utama. Pertama, penderitaan bersama tidak bisa ditangani sendirian.
"Penderitaan kolektif enggak bisa diselesaikan dengan pendekatan individual. Kemarahan terhadap negara, solusinya bukan curhat ke psikolog. Percuma, psikolognya udah stres juga," jelasnya.
Lebih lanjut Lya mengatakan bahwa untuk menyelesaikan maslah tersebut, tak bisa dilakukan dengan konsultasi lewat psikolog. Ia menyarankan orang-orang yang merasakan tekanan serupa perlu bertemu dan saling mendengar.
Menurutnya proses berbagi ini dapat membuat seseorang merasa tidak sendirian dan mendorong terbentuknya solidaritas yang memberi kekuatan.
Lya juga terus menyemangati mereka yang sudah depresi terhadap situasi ini. Ia mengatakan untuk jangan meremehkan suaranya sendiri. Setiap individu, sekecil apa pun suaranya, punya peran dalam memperbaiki negara.
"Tinggal, kalian mau enggak berjejaring dan saling bekerja sama? Pesanku terakhir, cari teman di sekitar kalian. Jangan jalan sendiri, jangan sakit hati sendiri, dan jangan sampai mati sendiri," tuturnya.
Dalam video, Lya juga menegaskan bahwa mengalami kesedihan, kemarahan, atau menangis berkepanjangan hingga memicu keluhan fisik tidak serta-merta berarti seseorang mengalami gangguan mental.
Menurutnya, ukuran kesehatan mental justru terletak pada kemampuan seseorang merespons situasi secara tepat. "Kamu disebut sehat mental kalau kamu bisa menunjukkan respons yang sesuai dengan stimulusnya. Kalau ada yang bikin sakit, ya kamu sakit. Kalau ada yang bikin senang, ya kamu bahagia."
Menurutnya kemarahan dan kesedihanmu adalah respons normal dalam situasi yang abnormal. Apapun emosi yang kamu rasakan terhadap sesuatu, biasa dikenal dengan respons stres.
(wur)