Sosial Media
powered by Surfing Waves
0
News
    Home Featured Istimewa Jawa Barat Pengalengan Spesial Walhi

    Walhi Jabar Soroti Perusakan Kebun Teh Pangalengan, Disinyalir Luasnya Lebih Dari 150 Hektare - Tribunjabar

    6 min read

     

    Walhi Jabar Soroti Perusakan Kebun Teh Pangalengan, Disinyalir Luasnya Lebih Dari 150 Hektare - Tribunjabar.id

    Penulis: Putri Puspita Nilawati | Editor: Kemal Setia Permana

    Tribun Jabar/Adi Ramadhan Pratama
    KEBUH TEH - Kondisi kebun teh Pangalengan, Kabupaten Bandung, yang dirusak. Walhi Jawa Barat menyoroti maraknya perusakan kebun teh di kawasan Pangalengan, Kabupaten Bandung, yang dinilai luasnya lebih dari data yang ada. 

    Laporan Wartawan Tribun Jabar, Putri Puspita

    TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Barat menyoroti maraknya perusakan kebun teh di kawasan Pangalengan, Kabupaten Bandung, yang dinilai memberikan dampak buruk serius terhadap lingkungan hidup dan berpotensi memicu bencana banjir lumpur.

    Direktur eksekutif Walhi Jawa Barat, Wahyudin Iwang, mengatakan kebun teh memiliki fungsi ekologis yang sangat penting, terutama dalam menyerap air hujan.

    Ketika tanaman teh ditebang dan lahan dibuka, terlebih dengan menggunakan alat berat seperti beko, maka daya serap tanah akan hilang secara signifikan.

    “Pada musim hujan, kondisi tersebut akan menimbulkan run off yang tinggi. Air hujan tidak lagi terserap dengan baik, melainkan langsung mengalir di permukaan tanah dan menggerus material tanah. Ini sangat berpotensi memicu banjir bandang,” kata Wahyudin, Selasa (2/12/2025).

    Menurutnya perusakan kebun teh di Pangalengan tidak terjadi secara tiba-tiba.

    Dalam kurun waktu sekitar 20 tahun terakhir, menurut Wahyudin, terdapat dugaan kuat bahwa PTPN kerap mengerjasamakan lahan kebun tehnya kepada perusahaan maupun individu bermodal besar untuk usaha pertanian sayuran, khususnya kentang.

    Wahyudin menegaskan praktik tersebut merupakan bentuk kekeliruan serius. Ia menyebut tidak ada aturan yang membenarkan kerja sama yang mengubah fungsi kawasan kebun teh menjadi lahan pertanian sayuran.

    “Perubahan fungsi dari tanaman teh ke tanaman sayuran sama sekali tidak dibenarkan. Jika dilakukan dengan sengaja, maka itu merupakan pelanggaran berat dan dapat ditindak serta dikenai sanksi sesuai ketentuan hukum yang berlaku,” ujarnya.

    Ia juga mempertanyakan data luasan lahan yang dirilis PTPN. Berdasarkan informasi resmi, luasan lahan yang dialihfungsikan disebutkan sekitar 150 hektare. Namun, Walhi menduga angka di lapangan bisa jauh lebih besar.

    “Dalang utamanya kami yakini PTPN sendiri, karena memberikan keleluasaan pengelolaan lahan kepada perusahaan-perusahaan untuk kepentingan pertanian sayuran. Dampaknya bukan hanya kerusakan lingkungan, tapi juga menghilangkan fungsi utama kebun teh,” kata Wahyudin.

    Lebih jauh, Wahyudin menjelaskan bahwa alih fungsi tanaman teh menjadi sayuran menghilangkan fungsi penting kawasan hulu. Selain daya serap air yang menurun, larian air hujan juga membawa material tanah ke sungai-sungai kecil, meningkatkan sedimentasi secara drastis.

    “Jika sedimentasi ini terus terjadi, maka banjir lumpur sangat mungkin terjadi. Ini bukan lagi potensi, tapi ancaman nyata,” ujarnya.

    Walhi Jabar pun mendesak pemerintah untuk segera melakukan penertiban dan penegakan hukum terhadap para pelaku utama alih fungsi lahan.

    Soroti HGU

    Dalam kesempatan itu, Wahyudin juga menyoroti lemahnya pengawasan pemerintah terhadap pengelolaan Hak Guna Usaha (HGU) yang selama ini dikantongi PTPN.

    “Faktanya, selama ini PTPN yang sering membuat kerjasama dengan perusahaan dan individu bermodal untuk menanam sayuran. Ironisnya, ketika HGU diberikan, hampir tidak pernah ada audit, kontrol, maupun pengawasan yang ketat dari pemerintah,” katanya.

    Ia menambahkan minimnya pengawasan tersebut membuat pemerintah seolah tidak mengetahui praktik-praktik kerja sama yang berujung pada alih fungsi lahan dan kerusakan lingkungan.

    Selain itu, Walhi juga menyoroti persoalan HGU yang telah habis masa berlakunya. Berdasarkan pengetahuan Walhi, di Kabupaten Bandung terdapat ribuan hektar HGU PTPN yang masa izinnya telah berakhir, namun tetap dikerjasamakan dengan pihak lain.

    “Jika masa HGU habis, seharusnya hanya ada dua pilihan, PTPN mengajukan perpanjangan atau menyerahkan lahan kepada negara. Tapi yang terjadi justru praktik sewa-menyewa lahan kepada perusahaan dan kelompok pemodal, karena tidak adanya kontrol dan pengawasan ketat dari pemerintah,” ujar Wahyudin.

    Atas kondisi tersebut, Walhi Jabar meminta pemerintah mengusut tuntas kasus alih fungsi lahan kebun teh di Pangalengan. Mereka mendesak dilakukannya penyelidikan serius serta audit menyeluruh terhadap HGU yang selama ini dikelola PTPN.

    “Audit ini penting karena pengelolaan HGU selama ini kami nilai tidak memberikan dampak kesejahteraan yang baik bagi masyarakat sekitar, sekaligus merusak lingkungan. Negara tidak boleh kalah oleh kepentingan modal,” kata Wahyudin.

    Walhi berharap pemerintah segera mengambil langkah tegas untuk mencegah kerusakan lingkungan yang lebih luas dan menghindari terjadinya bencana di kemudian hari. (*)

    Komentar
    Additional JS