Warga Jakarta Perlu Tahu: Ini Perbedaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah - SindoNews
2 min read
Warga Jakarta Perlu Tahu: Ini Perbedaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Selasa, 16 Desember 2025 - 12:04 WIB
A
A
A
JAKARTA - Pajak daerah dan retribusi daerah kerap kali dianggap sama, karena sama-sama dipungut oleh pemerintah daerah. Padahal, keduanya memiliki konsep, tujuan, dan manfaat yang berbeda.
Memahami perbedaan ini penting agar masyarakat tidak lagi melihat seluruh pungutan daerah sebagai beban yang sama. Kepala Pusat Data dan Informasi Pendapatan Bapenda DKI Jakarta, Morris Danny mengatakan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengandalkan pajak dan retribusi sebagai sumber penerimaan daerah.
Namun, keduanya bekerja dengan mekanisme yang berbeda dalam mendukung pembangunan dan pelayanan publik.
Pajak Daerah: Wajib, Tanpa Imbalan Langsung
Pajak daerah merupakan pungutan wajib yang dibayarkan oleh masyarakat, baik orang pribadi maupun badan usaha, tanpa adanya imbalan langsung. Artinya, ketika warga membayar pajak, mereka tidak menerima layanan atau fasilitas tertentu secara spesifik sebagai balasannya.
“Dana dari pajak daerah dikumpulkan dalam kas daerah dan digunakan untuk membiayai kebutuhan publik secara umum. Manfaatnya bersifat kolektif dan dirasakan dalam jangka panjang, seperti pembangunan infrastruktur, pengelolaan transportasi, hingga pembiayaan layanan publik lintas sektor,” kata Morris.
Di Jakarta, pajak daerah mencakup Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2), serta Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT).
Secara regulasi, pajak daerah diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagai turunan dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Retribusi Daerah: Bayar Jika Menggunakan Layanan
Berbeda dari pajak, retribusi daerah hanya dikenakan apabila masyarakat menggunakan jasa, fasilitas, atau mengajukan perizinan tertentu yang disediakan oleh pemerintah daerah. Dengan kata lain, retribusi bersifat transaksional.
“Masyarakat yang membayar retribusi memperoleh manfaat secara langsung dan terukur, sesuai dengan layanan yang diterima. Jika tidak menggunakan layanan tersebut, maka tidak ada kewajiban membayar retribusi,” ujarnya.
Contoh retribusi daerah meliputi retribusi terminal, retribusi pelayanan pasar, retribusi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), hingga retribusi pelayanan kesehatan di fasilitas milik pemerintah daerah.
Ketentuan mengenai jenis dan mekanisme pemungutan retribusi daerah juga tercantum dalam Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2024.
Berbeda Tujuan, Sama-sama Berperan
Morris Danny menegaskan, perbedaan mendasar antara pajak dan retribusi daerah terletak pada tujuan pemungutannya. Pajak dipungut untuk membiayai kebutuhan umum yang manfaatnya tidak bisa dibatasi pada individu tertentu.
Sementara itu, retribusi dipungut untuk menutup biaya penyediaan layanan atau fasilitas tertentu yang digunakan secara langsung oleh masyarakat. Dengan demikian, pajak menekankan prinsip gotong royong, sedangkan retribusi menekankan prinsip pengguna membayar.
“Meski berbeda, pajak dan retribusi sama-sama memiliki peran strategis dalam mendukung pembangunan Jakarta. Pajak menjadi fondasi pembiayaan daerah, sementara retribusi memastikan layanan publik tertentu dapat berjalan secara berkelanjutan dan terukur,” tuturnya.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengimbau masyarakat untuk memahami dan memenuhi kewajiban pajak serta retribusi sesuai ketentuan. Kesadaran ini tidak hanya menciptakan kepatuhan administrasi, tetapi juga berkontribusi langsung pada peningkatan kualitas kota.
Dengan memahami perbedaan pajak dan retribusi daerah, masyarakat diharapkan dapat melihat kontribusi yang diberikan secara lebih proporsional, mana yang bersifat kewajiban bersama dan mana yang merupakan pembayaran atas layanan yang digunakan.
Memahami perbedaan ini penting agar masyarakat tidak lagi melihat seluruh pungutan daerah sebagai beban yang sama. Kepala Pusat Data dan Informasi Pendapatan Bapenda DKI Jakarta, Morris Danny mengatakan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengandalkan pajak dan retribusi sebagai sumber penerimaan daerah.
Namun, keduanya bekerja dengan mekanisme yang berbeda dalam mendukung pembangunan dan pelayanan publik.
Pajak Daerah: Wajib, Tanpa Imbalan Langsung
Pajak daerah merupakan pungutan wajib yang dibayarkan oleh masyarakat, baik orang pribadi maupun badan usaha, tanpa adanya imbalan langsung. Artinya, ketika warga membayar pajak, mereka tidak menerima layanan atau fasilitas tertentu secara spesifik sebagai balasannya.
“Dana dari pajak daerah dikumpulkan dalam kas daerah dan digunakan untuk membiayai kebutuhan publik secara umum. Manfaatnya bersifat kolektif dan dirasakan dalam jangka panjang, seperti pembangunan infrastruktur, pengelolaan transportasi, hingga pembiayaan layanan publik lintas sektor,” kata Morris.
Di Jakarta, pajak daerah mencakup Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2), serta Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT).
Secara regulasi, pajak daerah diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagai turunan dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Retribusi Daerah: Bayar Jika Menggunakan Layanan
Berbeda dari pajak, retribusi daerah hanya dikenakan apabila masyarakat menggunakan jasa, fasilitas, atau mengajukan perizinan tertentu yang disediakan oleh pemerintah daerah. Dengan kata lain, retribusi bersifat transaksional.
“Masyarakat yang membayar retribusi memperoleh manfaat secara langsung dan terukur, sesuai dengan layanan yang diterima. Jika tidak menggunakan layanan tersebut, maka tidak ada kewajiban membayar retribusi,” ujarnya.
Contoh retribusi daerah meliputi retribusi terminal, retribusi pelayanan pasar, retribusi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), hingga retribusi pelayanan kesehatan di fasilitas milik pemerintah daerah.
Ketentuan mengenai jenis dan mekanisme pemungutan retribusi daerah juga tercantum dalam Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2024.
Berbeda Tujuan, Sama-sama Berperan
Morris Danny menegaskan, perbedaan mendasar antara pajak dan retribusi daerah terletak pada tujuan pemungutannya. Pajak dipungut untuk membiayai kebutuhan umum yang manfaatnya tidak bisa dibatasi pada individu tertentu.
Sementara itu, retribusi dipungut untuk menutup biaya penyediaan layanan atau fasilitas tertentu yang digunakan secara langsung oleh masyarakat. Dengan demikian, pajak menekankan prinsip gotong royong, sedangkan retribusi menekankan prinsip pengguna membayar.
“Meski berbeda, pajak dan retribusi sama-sama memiliki peran strategis dalam mendukung pembangunan Jakarta. Pajak menjadi fondasi pembiayaan daerah, sementara retribusi memastikan layanan publik tertentu dapat berjalan secara berkelanjutan dan terukur,” tuturnya.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengimbau masyarakat untuk memahami dan memenuhi kewajiban pajak serta retribusi sesuai ketentuan. Kesadaran ini tidak hanya menciptakan kepatuhan administrasi, tetapi juga berkontribusi langsung pada peningkatan kualitas kota.
Dengan memahami perbedaan pajak dan retribusi daerah, masyarakat diharapkan dapat melihat kontribusi yang diberikan secara lebih proporsional, mana yang bersifat kewajiban bersama dan mana yang merupakan pembayaran atas layanan yang digunakan.
(unt)