Aturan Terbaru BPJS Kesehatan: Kelas 1-3 Diganti KRIS, 5 RS Ini Jalani Uji Coba, Iurannya Berubah? - Tribuncirebon
Aturan Terbaru BPJS Kesehatan: Kelas 1-3 Diganti KRIS, 5 RS Ini Jalani Uji Coba, Iurannya Berubah? - Tribuncirebon.com
![Aturan Terbaru BPJS Kesehatan: Kelas 1-3 Diganti KRIS, 5 RS Ini Jalani Uji Coba, Iurannya Berubah?](https://cdn-2.tstatic.net/cirebon/foto/bank/images/bpjs-kesehatan-naik.jpg)
TRIBUNCIREBON.COM, JAKARTA - Kepastian aturan terbaru dari BPJS Kesehatan masih dalam fase uji coba layanan.
Diketahui BPJS Kesehatan akan menghapus layanan kelas 1, 2, dan 3 kemudian diubah menjadi satu layanan yakni layanan kelas rawat standar ( KRIS)
Sejak awal Juli 2022, BPJS Kesehatan sudah mulai melakukan uji coba KRIS di lima rumah sakit, di Indonesia. Artinya, di rumah sakit tersebut tidak ada lagi klasifikasi kelas perawatan kelas 1, 2 dan 3.
Rumah Sakit mana yang sekarang ini sedang menjalani uji coba? Juga soal besaran iuran peserta BPJS Kesehatan banyak menjadi pertanyaan dengan adanya perubahan layanan tersebut.
5 Rumah Sakit Jalani Uji Coba KRIS dan Iuran akan begini
Saat dikonfirmasi kepada pihak BPJS Kesehatan, dikutip dari Tribunnews.com, Pps Kepala Humas BPJS Kesehatan Arif Budiman, mengatakan, pelayanan untuk peserta JKN di rumah sakit berlangsung seperti biasa.
Termasuk skema dan besaran iuran juga masih sama dengan ketentuan sebelumnya.
Perlu diketahui, bahwa jumlah RS yang melayani peserta JKN itu sebanyak 2.800an rumah sakit seluruh Indonesia.
"Artinya, secara umum pelayanan untuk peserta JKN di rumah sakit masih berlangsung seperti sedia kala," kata dia saat dikonfirmasi Tribunnews.com, Selasa (12/7/2022).
Ujicoba ini utamanya melihat kesiapan rumah sakit dalam menerapkan 9 sampai 12 kriteria KRIS yang sudah ditetapkan.
Misal ketersediaan tempat tidur maksimal 4 dalam satu ruangan, standar ketersediaan tenaga kesehatan, standar suhu ruangan dsb, untuk meningkatkan standar pelayanan, keamanan, dan kenyamanan bagi peserta.
Adapun terkait iuran, saat ini tidak ada wacana perubahan iuran. Skema dan besaran iuran masih sama dengan sebelumnya.
Mengacu kepada Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 Tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 Tentang Jaminan Kesehatan, bahwa besaran iuran ditentukan berdasarkan jenis kepesertaan setiap peserta dalam program JKN.
Bagi masyarakat miskin dan tidak mampu yang terdaftar sebagai Peserta PBI, iurannya sebesar Rp. 42.000 dibayarkan oleh Pemerintah Pusat dengan kontribusi Pemerintah Daerah sesuai kekuatan fiskal tiap daerah.
Bagi Peserta PPU (Pekerja Penerima Upah) atau pekerja formal baik penyelenggara negara seperti ASN, TNI, POLRI dan pekerja swasta, besaran iuran sebesar 5 persen dari upah, dengan rincian 4 persen dibayarkan oleh pemberi kerja dan 1 persen oleh pekerja.
Untuk perhitungan iuran ini berlaku pula batas bawah yaitu upah minimum kabupaten/kota dan batas atas sebesar Rp. 12 juta. Jadi perhitungan iuran dari penghasilan seseorang hanya berlaku pada jenis kepesertaan PPU, pekerja formal yang mendapat upah secara rutin dari pemberi kerjanya.
Terakhir bagi kelompok peserta sektor informal yang tidak memiliki penghasilan tetap dikelompokkan sebagai peserta PBPU (Pekerja Bukan Penerima Upah) dan BP (Bukan Pekerja).
Untuk jenis kepesertaan ini, peserta dapat memilih besaran iuran sesuai yang dikehendaki:
1. Kelas 1 sebesar Rp 150.000 per orang per bulan
2. Kelas 2 sebesar Rp 100.000 per org per bulan
3. Kelas 3 sebesar Rp 35.000 per org per bulan
Perlu diketahui juga bahwa khusus PBPU kelas 3 sebetulnya mendapat bantuan dari pemerintah sebesar Rp. 7.000 per org per bln, sehingga sebetulnya total nya Rp. 42.000.
Jadi bagi seseorang yang belum memiliki penghasilan atau sudah tidak berpenghasilan dapat memilih menjadi peserta PBPU dengan pilihan kelas 1, 2 atau 3.
Atau jika masuk dalam kategori masyarakat miskin dan tidak mampu yang terdata dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dapat masuk menjadi kelompok peserta PBI yang iurannya dibayar pemerintah.
"BPJS Kesehatan senantiasa mengedepankan mutu pelayanan dan kepuasan para peserta. Dan kami pun senantiasa mendukung dan menjalankan setiap regulasi yang telah ditetapkan pemerintah," ujar Arif.
Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti menambahkan bahwa realisasi program mengganti layanan kelas 1, 2 dan 3 dengan KRIS rencananya bakal dilakukan secara menyeluruh pada tahun 2024 dan saat ini pemerintah baru melakukan uji coba.
Uji coba dilakukan di 5 rumah sakit umum pemerintah (RSUP). “Kariadi Semarang, Tadjuddin Chalid Makassar, Johannes Leimena Ambon, Surakarta, dan Rivai Abdullah Palembang,” tutur Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti di kompleks Parlemen Senayan, Senin (4/7/2022).
Ia mengungkapkan proses uji coba yang dimulai Juli ini akan dievaluasi untuk dilaporkan ke DPR.
Selama proses uji coba berlangsung, Ali Gufron menegaskan bahwa jumlah iuran BPJS Kesehatan belum berubah.
“Sekarang (iuran) tetap. Semua tetap sebagaimana sekarang ini. Untuk mereka yang memiliki upah atau gaji, ya tetap membayar jumlah total lima persen,” ucapnya.
“Empat persen dibayar oleh pemberi kerja, satu persen pekerja,” sambung dia.
Ali menuturkan, selama KRIS belum diberlakukan menyeluruh di tahun 2024, mekanisme iuran BPJS Kesehatan tetap sama.
Dia juga berharap tidak ada kenaikan iuran BPJS Kesehatan hingga 2024.
“Tapi saya kira, kita biasa berdiskusi untuk itu, kita upayakan (iuran) sampai 2024 itu tidak naik,” imbuh dia.
Diketahui progran KRIS dipersiapkan untuk mengganti program BPJS kelas 1,2, 3 dan meleburkannya menjadi satu.
Pemerintah mengklaim langkah itu ditempuh untuk menjalankan amanat Undang-Undang (UU) Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
Rawat Inap Pasien Peserta BPJS Kesehatan
Masyarakat peserta BPJS Kesehatan bisa mendapat fasilitas kesehatan layanan rawat inap.
Namun tak sedikit masyarakat yang belum mengenal soal manfaat layanan rawat inap bagi peserta BPJS Kesehatan.
Masalah ini sering dipertanyakan di masyarakat, terlebih ketika mereka yang tidak dalam kondisi tenang karena menghadapi anggota keluarga sakit.
Lantas berapa lama peserta BPJS Kesehatan bisa mendapat layanan rawat inap?
Terkait hal ini, seperti dikutip dari GridFame.id yang melansir Kontan, Kepala Humas BPJS Kesehatan M. Iqbal Anas Ma’aruf memberi keterangan lengkapnya.
Ia mengatakan bahwa pasien BPJS Kesehatan dapat menjalani rawat inap hingga dinyatakan sembuh.
Pasien dinyatakan sembuh atau boleh pulang tidaknya ditentukan oleh dokter yang merawat atau dokter yang bertanggung jawab (DPJP).
Ini artinya tidak ada batasan lamanya waktu pasien BPJS Kesehatan dapat dirawat di rumah sakit.
“Selama belum dinyatakan sembuh oleh dokter maka pasien masih bisa dirawat, karena DPJP lah yang berwenang untuk menentukan pasien boleh pulang atau tidak,” jelasnya.
Jika misalnya suatu saat terdapat pelanggaran di mana pasien BPJS Kesehatan harus pulang dulu baru dirawat karena masalah waktu, ia menghimbau untuk segera lapor ke pihak yang berwenang.
“Kalau ada yang melakukan itu, silahkan dilaporkan karena itu istilahnya readmisi, tidak dibenarkan,” tegasnya.
Jika terjadi pelanggaran ketentuan perawatan, dirinya meminta agar masyarakat tak sega melaporkan hal tersebut ke BPJS Kesehatan.
Proses pengaduan bisa dilakukan di rumah sakit, atau dinas kesehatan setempat.
“Ada petugas dari BPJS di rumah sakit yang bisa dihubungi,” tegasnya.
Selain itu pengaduan dapat dilakukan dengan langsung mendatangi kantor cabang BPJS Kesehatan, BPJS Kesehatan Care Center 165 dan juga media sosial resmi BPJS Kesehatan.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com, Kompas.com dan fame.grid.id
Komentar
Posting Komentar