Israel Tak Akan Biarkan Arab Saudi Buka Kedutaan di Palestina
:extract_focal()/https%3A%2F%2Fimg.inews.co.id%2Fmedia%2F600%2Ffiles%2Finews_new%2F2023%2F08%2F13%2Fpalestina_saudi_flag_quds_news_network.jpg)
TEL AVIV, iNews.id – Israel tidak akan membiarkan Arab Saudi untuk membuka kedutaan atau misi diplomatik apa pun di Palestina. Hal itu diungkapkan Menteri Luar Negeri Israel, Eli Cohen, akhir pekan kemarin.
Pada Sabtu (12/8/2023) lalu, Kementerian Luar Negeri Saudi mengumumkan bahwa duta besarnya untuk Yordania, Nayef al-Sudairi, juga akan merangkap sebagai dubes untuk Palestina. Tak hanya itu, Riyadh juga mengangkat al-Sudairi sebagai konsul jenderal di Kota Yerusalem yang disengketakan oleh Palestina dan Israel.
“Mereka (Arab Saudi) tidak perlu meminta izin kami. Mereka tidak berkoordinasi dengan kami dan seharusnya tidak berkoordinasi dengan kami, kami tidak akan mengizinkan pembukaan misi diplomatik apa pun,” kata Cohen kepada stasiun radio Israel 103 FM, Minggu (13/8/2023).
Dia mengatakan, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu sudah menyatakan bahwa masalah Palestina bukan menjadi isu yang dominan dalam negosiasi negaranya dengan Arab Saudi. Cohen pun percaya bahwa peluang untuk normalisasi hubungan Tel Aviv dengan Riyadh akan tetap terbuka selama sekitar 9-12 bulan ke depan, sampai Amerika Serikat disibukkan dengan Pilpres 2024.
Sebelumnya, Amerika Serikat memprakarsai proses normalisasi hubungan diplomatik antara Israel dan Dunia Arab pada 2020. Sebagai hasil dari upaya tersebut, pada September 2020, Israel, Uni Emirat Arab (UEA), dan Bahrain menandatangani serangkaian dokumen yang dikenal sebagai Abraham Accords (Kesepakatan Ibrahim).
Editor : Ahmad Islamy Jamil
Follow Berita iNews di Google News
Pada Desember tahun yang sama, Maroko juga bergabung dalam perjanjian damai dengan Israel itu. Pada Januari 2021, Sudan pun menyusul langkah yang diambil oleh UEA, Bahrain, dan Maroko. Akan tetapi Khartoum tidak menandatangani dokumen yang relevan dengan Israel seperti yang dilakukan ketiga negara Arab sebelumnya, disebabkan adanya ketidaksepakatan antara kepemimpinan militer dan sipil Sudan atas masalah tersebut.
0 Komentar