Kasus TPPU Mantan Dirut Amarta Karya, KPK Periksa Prudential By BeritaSatu

Kasus TPPU Mantan Dirut Amarta Karya, KPK Periksa Prudential

By BeritaSatu.com
beritasatu.com
August 14, 2023
Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu, 3 Mei 2023.
Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu, 3 Mei 2023.

Jakarta, Beritasatu.com - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan pemeriksaan terhadap perwakilan dari Prudential dalam kasus dugaan korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang melibatkan mantan Direktur Utama PT Amarta Karya, Catur Prabowo (CP).

"Tim penyidik telah menyelesaikan pemeriksaan terhadap saksi Yenie Rahardja, head of risk and compliance PT Prudential Sharia Life Assurance. Saat dimintai keterangan, saksi ini memberikan informasi lebih lanjut tentang penerimaan fee oleh istri tersangka CP dari penempatan dana asuransi para karyawan PT AMKA Persero," ungkap Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri dalam keterangannya pada Rabu (30/8/2023).

Ali mengungkapkan bahwa pemeriksaan terhadap Yenie dilaksanakan di Gedung Merah Putih KPK pada hari Selasa (29/8/2023). Pemeriksaan terkait dana yang diduga berasal dari proyek fiktif di PT AMKA Persero yang diinisiasi oleh tersangka CP dan rekannya.

KPK telah menetapkan dua tersangka dalam kasus dugaan proyek fiktif di PT Amarta Karya selama tahun 2018-2020, yakni mantan Direktur Utama, Catur Prabowo (CP), dan mantan Direktur Keuangan, Trisna Sutisna (TS).

Trisna Sutisna ditahan pada tanggal 11 Mei 2023, sementara penahanan terhadap Catur dilakukan pada tanggal 17 Mei. Pada Senin (21/8/2023), penyidik KPK juga menetapkan Catur Prabowo sebagai tersangka dalam perkara dugaan pencucian uang.

Menurut penyidik KPK, kasus ini bermula pada tahun 2017 ketika tersangka Trisna menerima instruksi dari Catur Prabowo, yang saat itu menjabat sebagai direktur utama PT Amarta Karya. Catur memerintahkan Trisna dan staf di bagian akuntansi PT Amarta Karya untuk menyiapkan sejumlah uang untuk kepentingan pribadinya, dengan sumber dana yang berasal dari pembayaran berbagai proyek yang dilakukan oleh PT Amarta Karya.

Bersama beberapa staf di PT Amarta Karya, tersangka TS mendirikan badan usaha berbentuk CV yang digunakan untuk menerima pembayaran dari subkontraktor PT Amarta Karya tanpa melakukan pekerjaan yang sesungguhnya. Pada tahun 2018, beberapa badan usaha CV fiktif didirikan sebagai vendor yang akan menerima pembayaran dari kegiatan proyek PT Amarta Karya. Semua ini dilakukan dengan sepengetahuan tersangka CP dan TS.

Dalam proses pengajuan anggaran pembayaran vendor, tersangka CP selalu memberikan perintah "lanjutkan" yang dilengkapi dengan persetujuan surat perintah pembayaran yang ditandatangani oleh tersangka TS.

Rekening bank, kartu ATM, dan cek dari badan usaha CV fiktif tersebut dikelola oleh staf di bagian akuntansi PT Amarta Karya yang merupakan orang kepercayaan dari CP dan TS, guna mempermudah pengambilan dan pencairan uang sesuai permintaan CP.

Uang yang diduga diterima oleh tersangka CP dan TS kemudian digunakan untuk membayar tagihan kartu kredit, membeli emas, melakukan perjalanan pribadi ke luar negeri, membayar keanggotaan klub golf, dan memberikan pembayaran kepada pihak terkait lainnya. Perbuatan kedua tersangka ini diduga telah menyebabkan kerugian keuangan negara sekitar Rp 46 miliar.

Atas peran serta mereka dalam kasus ini, kedua tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Baca Juga

Komentar