Pakar: Jepang Seperti Lempar Bom Nuklir ke Laut Pasifik
Pada dasarnya, pemerintah Jepang secara konsisten memprioritaskan kesehatan manusia dan lingkungan global. Maka dari itu, Jepang menggunakan Advanced Liquid Processing System (ALPS) untuk menghilangkan 62 bahan radioaktif berbeda dari air yang terkontaminasi dan hanya menyisakan tritium dan karbon-14.
Keduanya memancarkan tingkat radiasi yang sangat rendah, namun dapat menimbulkan risiko jika dikonsumsi dalam jumlah banyak. TEPCO juga akan mengencerkan air hingga kadar tritium turun di bawah batas peraturan sebelum mempompanya ke laut dari lokasi di pantai utara Tokyo.
Bahkan pemerintah Jepang mengatakan tingkat akhir tritium - sekitar 1.500 becquerel per liter - jauh lebih aman daripada tingkat yang disyaratkan oleh regulator untuk pembuangan limbah nuklir, atau oleh Organisasi Kesehatan Dunia untuk air minum. TEPCO mengatakan tingkat karbon-14 juga akan memenuhi standar.
TEPCO akan melakukan empat kali pelepasan air olahan mulai Kamis pekan lalu hingga Maret 2024. Pembuangan pertama akan memakan waktu sekitar 17 hari. TEPCO menambahkan sekitar 5 triliun becquerel (ukuran radioaktivitas) tritium akan dilepaskan pada tahun ini.
Alhasil, terdapat beberapa pendapat dari para expert baik pro maupun kontra akan hal tersebut.
Prof Paul Leonard, Fellow of the Society for Radiological Protection and a Chartered Radiation Professional
Dilansir dari sciencemediacentre.org, Paul mengatakan "Pembangkit listrik tenaga nuklir diberi izin untuk beroperasi dalam batas tertentu berdasarkan standar internasional dalam hal risiko radiologi. Usulan pembuangan tritium dari Fukushima dilakukan dalam kondisi yang sesuai dan secara radiologis, dampak lingkungan terhadap masyarakat dan makanan laut dapat diabaikan. Pemantauan makanan laut yang tepat harus terus dilakukan untuk memberikan kepastian."
Prof Tom Scott, Professor of Materials and Academic Lead for Sellafield UK Centre of Expertise for Uranium and Reactive Metals, University of Bristol
Merujuk dari sciencemediacentre.org, Tom menegaskan "Dari sudut pandang saya, ini memang keputusan yang benar secara teknis. Alternatif lain telah diperiksa, seperti injeksi lubang bor, penyimpanan berkelanjutan, dan lain-lain. Namun pada akhirnya ini adalah situasi di mana jumlah aktual tritium yang dibuang per liter air sangat rendah sehingga risiko yang ditimbulkan terhadap lingkungan dan manusia juga sangat rendah."
"Ketika dilepaskan ke Pasifik, tritium tersebut selanjutnya diencerkan ke dalam perairan yang luas dan dengan cepat akan mencapai tingkat radioaktivitas yang tidak jauh berbeda dari air laut pada umumnya. Oleh karena itu, risiko yang ditimbulkannya sangat kecil dan risiko itu sendiri menurun seiring berjalannya waktu karena waktu paruh radioaktif yang relatif singkat, yang berarti bahwa jumlah tritium (dan risikonya) terus berkurang."
Dr. Rignolda Djamaluddin, Lecturer at the Faculty of Fisheries and Marine Sciences, University of Sam Ratulangi
Dalam detik.com, Rignolda mengutarakan bahwa "Tentu ada potensi risiko yang dapat muncul jika air yang dilepas belum sepenuhnya bebas dari zat radioaktif."
Indonesia sangat bergantung pada produk perikanan seperti tuna dalam kegiatan ekspor dan juga konsumsi dalam negeri.
"Salah satu [komoditas] ekonomi penting di kita yang diekspor yang dikonsumsi tuna. Tuna ini antara perairan kita dan perairan Jepang itu saling koneksi. Dan ingat radioaktif bukan sesuatu yang bisa dicerna, tetapi dia justru akan ada di jaringan." ujar Rigdola.
Ia mengatakan bahwa pergerakan ikan tuna di sekitar Fukushima bisa mencapai perairan Indonesia. Sehingga perlu dipastikan air yang dilepas oleh Jepang sudah betul-betul bebas dari zat radioaktif.
Didit Haryo Wicaksono, Climate and Energy Campaigner, Greenpeace Indonesia
Dilansir dari voaindonesia.com, Didit katakan bahwa "Proses pembuangan limbah radioaktif yang setara dengan 540 kolam renang Olimpiade itu seperti menanam bom ekologis ke wilayah perairan di Pasifik. Hal ini juga menunjukkan pemerintah Jepang sudah kehabisan akal dalam pengolahan limbah radioaktif yang terus bertambah setiap tahun."
"Karena sebagai sebuah negara kepulauan yang memiliki wilayah perairan yang sangat luas dan berbatasan langsung dengan Pasifik, ancaman atas limbah yang dilepaskan oleh pemerintah Jepang itu tentu akan berdampak dengan wilayah perairan kita. Akumulasi dari zat-zat radioaktif yang kemudian memapar wilayah perairan kita sangat mungkin masuk ke dalam hasil-hasil tangkapan kita." kata Didit.
CNBC INDONESIA RESEARCH
research@cnbcidonesia.com
Komentar
Posting Komentar