Pengamat: Membuktikan Kecurangan Pemilu Saja Susah, apalagi Mendiskualifikasi Prabowo-Gibran
Senin, 25 Maret 2024 | 21:44 WIB
Yustinus Patris Paat / DM
Direktur Eksekutif Indonesia Law and Democracy Studies (Ildes) Juhaidy Rizaldy (Istimewa/Yustinus Patris Paat)
Jakarta, Beritasatu.com - Direktur Eksekutif Indonesia Law and Democracy Studies (Ildes) Juhaidy Rizaldy menilai gugatan sengketa hasil Pilpres 2024 yang diajukan pasangan calon (paslon) nomor urut 1, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan paslon nomor urut 3, Ganjar Pranowo-Mahfud MD mustahil dikabulkan Mahkamah Konstitusi (MK).
Kubu Anies dan Ganjar meminta Pilpres 2024 diulang dan tanpa mengikutsertakan Gibran Rakabuming Raka. Menurut Rizaldy, kubu Anies dan Ganjar terlihat susah menunjukkan kecurangan pemilu, apalagi meminta diskualifikasi Prabowo-Gibran.
"Sengketa di MK berkaitan dengan hasil. Memang hasil bisa dikaitkan dengan kecurangan, tetapi harus ada relevansi dan argumentasi hukum yang kuat, bahwa hasil yang didapatkan adalah dari perbuatan curang. Jadi, membuktikan kecurangan pemilu saja susah, apalagi mendiskualifikasi Prabowo-Gibran," ujarnya kepada wartawan, Senin (25/3/2024).
Rizaldy mengatakan, terbuka kemungkinan setiap pasangan capres-cawapres memiliki hitungan sendiri dari tahapan penghitungan suara di TPS hingga rekapitulasi nasional. Hanya saja, kata dia, setiap tahapan penghitungan dan rekapitulasi, setiap saksi partai politik dan pasangan capres-cawapres dilibatkan.
"Mustahil karena semua parpol, saksi paslon dilibatkan dalam setiap tahapan sehingga gugatan nomor urut 1 dan 3 berpeluang besar untuk ditolak MK meskipun ada konstruksi pelanggaran TSM (terstruktur, sistematis dan masif) yang dibangun nomor urut 1 dan nomor urut 3, ujungnya ini akan persis gugatan PHPU Pilpres 2014 dan 2019," jelasnya.
Rizaldy juga mengingatkan agar dibedakan wewenang MK yang fokus pada sengketa hasil pemilu dan bukan sengketa proses. Menurut dia, penanganan sengketa proses dan administrasi merupakan kewenangan Bawaslu dan PTUN, sedangkan pidana pemilu merupakan ranah Sentra Gakkumdu.
"Minimal kubu nomor urut 1 dan nomor urut 3 harus buktikan kecurangan kurang lebih 8 persen untuk terbukanya peluang adanya dua putaran, yang membuka 8 persen perolehan suara Prabowo-Gibran itu curang sehingga hasil dari Prabowo-Gibran kurang dari 50 persen. Namun, hal ini menguntungkan Anies-Cak Imin yang posisinya kedua, dan Ganjar-Mahfud pasti tidak masuk," jelas Rizaldy.
Lebih lanjut, Rizaldy menegaskan, tidak mungkin MK mendiskualifikasi Prabowo-Gibran dengan dalil putusan MK Nomor 90 Tahun 2023. Alasannya, MK sendiri sudah menguji materi yang sama setelah putusan 90 dan putusan MK tetap sama dan bahkan memperkuat putusan MK 90 tersebut.
"Pembuktian kubu nomor urut 1 dan nomor urut 3 harus kuat untuk mematahkan hasil pilpres. Apalagi di kubu nomor urut 2 ada Prof Yusril yang sangat berpengalaman dan ahli di bidang hukum tata negara. Pastinya sidang MK kali ini akan kompleks dan saling menyerang dengan argumentasi hukumnya masing-masing," pungkas Rizaldy.
Simak berita dan artikel lainnya di
Google News
Ikuti terus berita terhangat dari Beritasatu.com via whatsapp
Bagikan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar