PKS Ingin Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, Partai Gelora Pertanyakan Konsistensi
Sabtu, 27 April 2024 | 23:05 WIB
Hendro Dahlan Situmorang / DM
Sekretaris Jenderal Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Mahfuz Sidik (Istimewa)
Jakarta, Beritasatu.com - Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia menanggapi wacana Partai Keadilan Sosial (PKS) yang membuka pintu kerja sama mendukung pemerintahan Prabowo-Gibran. Sekretaris Jenderal Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Mahfuz Sidik mengatakan, apabila PKS menjadi bagian dari Koalisi Indonesia Maju, maka akan menjadi sinyal pembelahan antara PKS dengan massa ideologisnya.
"Jika sekarang PKS mau merapat karena alasan proses politik sudah selesai, apa segampang itu PKS bermain narasi ideologisnya? Apa kata pendukung fanatiknya? Sepertinya ada pembelahan sikap antara elite PKS dan massa pendukungnya," katanya dalam keterangannya, Sabtu (27/4/2024).
Menurut Mahfuz, PKS selama masa kampanye Pilpres 2024, melakukan serangan negatif secara masif kepada Prabowo-Gibran, terutama kepada Gibran Rakabuming Raka, wali kota Solo dan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Seingat saya selama proses kampanye, di kalangan PKS banyak muncul narasi sangat ideologis dalam menyerang sosok Prabowo-Gibran," ujarnya.
Mahfuz mengingatkan publik dengan narasi yang menurutnya muncul dari kalangan PKS. Narasi itu adalah menganalogikan Nabi Musa tidak perlu berutang kepada Firaun karena dahulu Anies Baswedan diusung menjadi calon Gubernur Jakarta pada 2017 Partai Gerindra.
Mahfuz juga mengungkapkan PKS selama ini kerap memunculkan narasi yang mengadu domba dan membelah masyarakat. Salah satu contohnya adalah cap pengkhianat kepada Prabowo karena bergabung dalam kabinet pemerintahan Presiden Jokowi dan Wapres KH Ma'ruf Amin pada 2019.
"Ketika pada 2019 Prabowo Subianto memutuskan rekonsiliasi dengan Jokowi, banyak cap sebagai pengkhianat kepada Prabowo Subianto. Umumnya datang dari basis pendukung PKS," ujarnya.
Mahfuz menegaskan selama ini Jokowi dan Prabowo telah mengingatkan untuk tidak menarasikan membelah politik dan ideologi.
"Narasi-narasi yang berisiko membelah lagi masyarakat secara politis dan ideologis. Padahal itu yang sering diingatkan oleh Presiden Jokowi dan capres Prabowo," kata Mahfuz.
Simak berita dan artikel lainnya di
Google News
Ikuti terus berita terhangat dari Beritasatu.com via whatsapp
Bagikan
Komentar
Posting Komentar