Pilihan

Hakim Ad Hoc Israel di ICJ Mengundurkan Diri, Kirim Surat ke Netanyahu, Ucapkan Terima Kasih - Halaman all - TribunNews

 

Hakim Ad Hoc Israel di ICJ Mengundurkan Diri, Kirim Surat ke Netanyahu, Ucapkan Terima Kasih - Halaman all - TribunNews

TRIBUNNEWS.com - Hakim Ad Hoc Israel di Mahkamah Internasional (ICJ), Aharon Barak, mengundurkan diri dari posisinya pada Rabu (5/6/2024).

Ia mengirim surat pengunduran dirinya kepada Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.

"Hari ini saya mengirimkan pemberitahuan kepada Mahkamah Internasional tentang pengunduran diri saya dari jabatan saya sebagai Hakim Ad Hoc di ICJ," bunyi surat Barak kepada Netanyahu, dikutip dari The Times of Israel.

Dalam surat itu, Barak mengatakan keputusan itu ia ambil karena ada "alasan pribadi keluarga."

"Terima kasih atas kepercayaan yang Anda berikan kepada saya," kata Barak.

Barak diketahui ditunjuk oleh Netanyahu untuk menjadi Hakim Ad Hoc Israel di ICJ.

Sebagai informasi, penunjukan itu bisa dilakukan oleh suatu negara jika tidak ada hakim berkebangsaan negara itu yang hadir di bangku hakim.

Hakim tidak harus memiliki kewarganegaraan yang sama dengan pemerintah yang memilih mereka.

Pasca-mundurnya Barak, Israel saat ini perlu memutuskan apakah akan menunjuk pengganti baru.

Sumber hukum mengatakan kepada Ynet, yang kemudian dikutip Jerusalem Post, sama sekali tidak ada kepastian hakim baru akan dipilih.

Sumber yang sama berspekulasi, jika hakim baru dipilih, kandidat utamanya adalah presiden Mahkamah Agung sebelumnya, seperti Esther Hayut atau Dorit Beinisch.

Baca juga: Dibunuh karena Dukung Palestina, Ibu di Afrika Selatan Tewas Ditikam, Pelaku Akui Pro-Zionis

Terpisah, Presiden Israel, Isaac Herzog, mengucapkan terima kasih kepada Barak atas pengabdiannya.

Herzog mengatakan, "Kontribusi dan pengaruh (Barak) terhadap dunia hukum di Israel dan di dunia, sangat penting dalam kampanye hukum melawan mereka yang ingin merugikan kami."

"Kami akan melanjutkan untuk berdiri teguh melawan kejahatan, kemunafikan, dan rencana palsu terhadap Israel dan IDF," imbuhnya.

Barak, yang berusia 87 tahun dan merupakan mantan presiden Mahkamah Agung Israel, adalah bagian dari panel beranggotakan 15 hakim di ICJ yang mendengarkan kasus yang diajukan Afrika Selatan mengenai genosida Israel di Gaza.

Israel Hadapi Dakwaan Genosida

Israel hingga saat ini menghadapi dakwaan genosida di Jalur Gaza setelah Afrika Selatan mengajukan gugatan ke ICJ.

Hal ini bermula pada 29 Desember 2023, saat Afrika Selatan menyebut Israel melakukan "tindakan genosida" dalam serangan militernya di Jalur Gaza.

Lalu, pada Januari 2024, ICJ meminta Israel untuk menghindari tindakan yang bisa menyebabkan genosida dan memfasilitasi akses kemanusiaan ke Gaza, dilansir Palestine Chronicle.

Beberapa minggu kemudian, Afrika Selatan meminta tindakan tambahan sebagai tanggapan atas pengumuman Israel yang akan menyerang Rafah.

Tetapi, ICJ menolak permintaan itu.

Baca juga: 17 Negara Larang Warga Israel Masuk Wilayah Mereka, Murka atas Genosida di Gaza

Pada awal Maret, Afrika Selatan memperbarui permintaannya untuk mengambil tindakan darurat terhadap Israel.

Di bulan yang sama, pengadilan memerintahkan Israel untuk memastikan pengiriman "bantuan kemanusiaan mendesak", mengingat "kelaparan yang mulai menyebar" di Jalur Gaza yang dilanda perang.

Baru-baru ini, negara-negara termasuk Spanyol, Irlandia, Libya, Mesir, dan Turki mengumumkan niat mereka untuk mendukung gugatan Afrika Selatan dalam kasus genosida terhadap Israel di ICJ.

Menurut Kementerian Kesehatan Gaza, 36.586 warga Palestina tewas dan 83.074 luka-luka.

Selain itu, setidaknya 11.000 orang belum ditemukan.

Mereka diperkirakan tewas di bawah reruntuhan rumah mereka di seluruh Jalur Gaza.

Organisasi-organisasi Palestina dan internasional mengatakan mayoritas korban tewas dan luka adalah perempuan dan anak-anak.

Perang Israel telah mengakibatkan kelaparan akut, sebagian besar di bagian utara Gaza, yang memicu kematian warga Palestina, kebanyakan anak-anak.

Agresi Israel juga mengakibatkan hampir dua juta orang terpaksa mengungsi dari seluruh Jalur Gaza, di mana sebagian besar pengungsi terpaksa mengungsi ke kota Rafah di bagian selatan yang padat penduduknya, dekat perbatasan dengan Mesir - yang kini menjadi tempat eksodus massal sejak Nakba 1948.

(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)

Komentar

Baca Juga (Konten ini Otomatis tidak dikelola oleh kami)

Antarkabarid

Arenanews

Antaranews

Berbagi Informasi

Kopiminfo

Liputan Informasi 9

Media Informasi

Opsi Informasi

Opsitek