Skip to main content
728

Jokowi Bagi-bagi 'Kue' ke Ormas Keagamaan, Izin Tambang Terbit: Daripada Setiap Hari Ajukan Proposal - Halaman all - Tribunnews

 

Jokowi Bagi-bagi 'Kue' ke Ormas Keagamaan, Izin Tambang Terbit: Daripada Setiap Hari Ajukan Proposal - Halaman all - Tribunnews

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) meneken aturan yang memberikan wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK) kepada badan usaha yang dimiliki organisasi kemasyarakatan atau ormas keagamaan.

Aturan itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.

Terkait hal tersebut, Menteri Investasi Bahlil Lahadalia memastikan segera menerbitkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) batubara kepada Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).

“Tidak lama lagi saya akan teken IUP untuk kasih PBNU karena prosesnya sudah hampir selesai, itu janji saya kepada kalian semua,” kata Bahlil, Minggu (2/6).

Baca juga: Ormas Keagamaan Dapat Izin Kelola Tambang, Pengamat: Mengganggu Agenda Transisi Energi

Disebutkan dalam PP Nomor 25 tahun 2024, terutama dalam Pasal 34, konsesi tambang bisa diberikan kepada PBNU dalam bentuk wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK).

Konsesi tambang WIUPK ini, menurut pemerintah, bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui ormas keagamaan.

Teruntuk ormas PBNU, Bahlil menyebut, pemerintah berencana memberikan konsesi tambang batu bara yang cadangannya cukup besar.

"Kita akan memberikan konsesi batubara yang cadangannya cukup besar kepada PBNU untuk dikelola dalam rangka mengoptimalkan organisasi," janji Bahlil.

"Setujukah tidak NU kita kasih konsesi tambang? Setuju tidak? Kalau ada yang tidak setuju mau kau apain dia?" kata dia lagi.

Sementara itu, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar membantah aturan mengenai pemberian Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) kepada ormas keagamaan adalah bentuk bagi-bagi kue.

"Enggak, enggak (bagi-bagi kue). Ayo, makanya lihat dari dasarnya," kata Siti.

Siti menuturkan, izin usaha mengelola pertambangan itu diberikan mengingat setiap ormas memiliki organisasi sayap di bidang bisnis.

Menurutnya, pemberian izin pengelolaan tambang kepada ormas akan jauh lebih efektif ketimbang membuat proposal permintaan dana setiap kali diperlukan.

"Pertimbangannya itu tadi, karena ada sayap-sayap organisasinya yang memungkinkan. Daripada ormasnya setiap hari nyariin proposal minta apa, mengajukan proposal, kan lebih baik dengan sayap bisnis yang rapi dan tetap profesional," tuturnya.

Terlebih kata Siti, Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 mengamanatkan agar negara memberikan ruang produktivitas kepada masyarakatnya.

Pemberian izin ini, kata Siti, merupakan bentuk pemberian produktivitas kepada masyarakat melalui ormas.

"Jadi ruang-ruang produktivitas rakyat apa pun salurannya harusnya diberikan. Maka ada hutan sosial diberikan kepada rakyat. Ada misalnya nanti, petugas-petugas yang di bawah banget, yang miskin itu juga harusnya dipikirkan, karena produktif itu kan hak rakyat yang harus diperhatikan oleh negara," sebutnya.

Lebih lanjut Siti menjelaskan, sejauh ini ada sejumlah masyarakat yang mengajukan pemberdayaan hutan sosial.

Pengajuan datang dari berbagai kelompok agama.

Namun, ia tidak memerinci lebih jauh siapa saja organisasi-organisasi masyarakat tersebut.

"Kalau yang di bisnis kehutanan saya belum cek. Kayaknya sih, mereka belum lapor ke saya. Kalau yang hutan sosial banyak. Banyak kelompok-kelompok juga, macam-macam lah, dari berbagai agama juga, enggak ada masalah," jelas Siti.

Anggota Komisi VII DPR RI fraksi PKS Mulyanto, menyoroti aturan IUPK tambang tersebut. Mulyanto khawatir pemberian prioritas IUPK kepada kepada ormas keagamaan membuat tata kelola dunia pertambangan semakin amburadul.

"Sekarang saja persoalan tambang illegal sudah seperti benang kusut. Belum lagi dugaan adanya beking aparat tinggi yang membuat berbagai kasus jalan di tempat. Sementara pembentukan Satgas Terpadu Tambang Ilegal sampai hari ini tidak ada kemajuan yang berarti, semua masih jadi PR yang harus diselesaikan," kata Mulyanto.

Mulyanto melihat presiden gagal menentukan skala prioritas kebijakan pengelolaan minerba.

Sebab menurutnya saat ini yang dibutuhkan adalah penguatan instrumen pengawasan pengelolaan tambang minerba bukan bagi-bagi izin.

Baca juga: Ormas Dapat Izin Tambang, Sekum Muhammadiyah: Kami Harus Ukur Kemampuan Diri

"Artinya, pemerintah tidak serius mengelola pertambangan nasional. Pemerintah masih menjadikan IUPK sebagai komoditas transaksi politik dengan kelompok-kelompok tertentu," ucap Mulyanto.

"Saya sudah baca revisi PP Minerba yang baru saja ditandatangani Presiden. Memang tertulis, bahwa yang diberikan prioritas IUPK adalah badan usaha yang dimiliki ormas keagamaan," lanjutnya.

Mulyanto menjelaskan, IUPK prioritas diberikan kepada badan usaha, bukan kepada Ormas Keagamaan itu sendiri. Secara regulasi-administrasi sepertinya dibenarkan dan masih sesuai dengan UU Minerba.

"Namun dalam sudut pandang politik, upaya ini sangat kentara motif untuk bagi-bagi kue ekonominya," ucapnya.

"Jadi perlu dipantau dipelototi betul nanti kinerja badan usaha tersebut. Apakah benar-benar profesional dalam menjalankan RKAB tambangnya dengan baik, lalu berkontribusi bagi peningkatan penerimaan keuangan negara (PNBP). Atau menjadi sekedar badan usaha abal-abal, perusahaan ali-baba," pungkasnya.(Tribun Network/fik/mam/kps/wly)

Posting Komentar

0 Komentar

728