Mesir Kutuk Israel, Hamas Setuju Memulai Negosiasi Tanpa Klausul Gencatan Senjata Permanen - Halaman all - Tribunnews
Mesir Kutuk Israel, Hamas Setuju Memulai Negosiasi Tanpa Klausul Gencatan Senjata Permanen - Halaman all - Tribunnews
Mesir Kutuk Israel, Hamas Setuju Memulai Negosiasi Tanpa Klausul Gencatan Senjata Permanen
TRIBUNNEWS.COM - Gerakan Hamas dilaporkan setuju untuk memulai negosiasi dengan Israel mengenai pertukaran dan pembebasan tawanan tanpa klausul gencatan senjata permanen, menurut seorang pemimpin senior gerakan tersebut yang dikutip Agence France-Presse (AFP), Senin (8/7/2024).
Pernyataan itu muncul di tengah upaya mediasi baru yang dilakukan Amerika Serikat, Qatar, dan Mesir untuk mendesak Pendudukan Israel dan Hamas agar terlibat dalam pembicaraan mengenai perjanjian pertukaran tahanan.
Baca juga: Mau Perang Terus, Smotrich: Kesepakatan dengan Hamas Penghinaan Buat Israel, Kemenangan bagi Sinwar
Pemimpin tersebut, yang meminta tidak disebutkan namanya, menyatakan bahwa Hamas sebelumnya mengharuskan Pendudukan Israel untuk menyetujui gencatan senjata permanen untuk menegosiasikan tawanan, seperti dilansir AFP.
Pejabat tersebut menekankan, "kondisi ini terjadi (Hamas setuju memulai negosiasi tanpa klausul gencatan senjata permanen) karena para mediator berjanji bahwa selama negosiasi tahanan berlanjut, gencatan senjata akan tetap berlaku."
Kementerian Kesehatan di Gaza mengumumkan pada hari Minggu bahwa jumlah korban tewas telah meningkat menjadi sedikitnya 38.153 orang, dengan 87.828 orang terluka sejak 7 Oktober.
Jumlah tentara Pendudukan Israel yang terbunuh meningkat menjadi 680 orang sejak 7 Oktober, dengan 324 orang tewas sejak dimulainya operasi darat pada 27 Oktober.
Menurut tentara Pendudukan Israel, 4.096 tentara terluka sejak agresi di Gaza dimulai. Dari jumlah tersebut, 608 orang berada dalam kondisi kritis, 1.031 orang mengalami luka sedang, dan 2.454 orang mengalami luka ringan.
Mesir Kutuk Israel Soal Kelaparan yang Menggila di Gaza
Terkait putaran baru negosiasi Hamas-Israel ini, Menteri Luar Negeri Mesir Sameh Shoukry mengatakan pada Senin (8/7/2024) kalau negaranya mengutuk penggunaan kelaparan oleh Israel sebagai senjata terhadap warga sipil di Jalur Gaza.
Shukri menambahkan, harus segera ada gencatan senjata dan masuknya bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza.
Dia mencatat, Mesir memberikan 70 persen bantuan yang masuk ke Gaza.
"Dan kami akan terus memberikan dukungan ke Jalur Gaza," katanya.
Baca juga: Israel Resmikan David Passage di Perbatasan Gaza-Mesir, Hamas: Pengusiran Sistematis Warga Palestina
Sementara itu, sebuah laporan terbaru menyatakan kalau ratusan truk bermuatan makanan, air, dan bantuan, terdampar di jalan Mesir yang panas.
Bahkan, ada truk bantuan yang terdampar di sana selama hampir dua bulan.
Truk-truk bantuan itu menunggu izin untuk mengirimkan bantuan kemanusiaan ke Gaza.
Para pengemudi truk, yang parkir di pinggiran kota Mesir al-Arish di Semenanjung Sinai, mengatakan mereka tidak dapat mengirimkan pasokan kemanusiaan.
Hal ini setelah Israel memperluas serangannya di perbatasan Gaza-Mesir pada Mei 2024 lalu.
Mereka mengungkapkan, sebagian makanan terpaksa dibuang.
"Demi Tuhan, sebelum muatan ini, kami datang ke sini dan berdiri selama lebih dari 50 hari dan akhirnya muatan itu dikembalikan karena sudah kedaluwarsa," ungkap sopir truk Elsayed el-Nabawi, Senin (8/7/2024), dilansir Al Jazeera.
"Kami harus berbalik dan mengembalikannya. Kami memuat kiriman lain, dan di sinilah kami berdiri lagi dan hanya Tuhan yang tahu apakah kiriman ini akan sampai sebelum kedaluwarsa atau apa yang akan terjadi padanya," terang dia.
Memperburuk Krisis Kemanusiaan
Diberitakan Arab News, sekitar 50 kilometer dari perbatasan Gaza, truk-truk yang membawa tepung, air, dan bantuan lainnya berjejer di jalan berdebu di kedua arah.
Para pengemudi mengatakan mereka telah menunggu selama beberapa minggu di tengah teriknya musim panas Mesir.
Baca juga: Presiden Erdogan Desak Israel untuk Setop Serangan ke Gaza, Akhiri Pembantaian Tidak Manusiawi ini
Kemacetan ini memperburuk krisis kemanusiaan yang mengerikan di Gaza setelah sembilan bulan perang antara Israel dan kelompok militan Palestina Hamas.
Sementara, kelompok-kelompok bantuan memperingatkan bahwa ada risiko tinggi kelaparan di wilayah pesisir yang terkepung itu.
Militer Israel memulai serangannya di kota Rafah di Gaza selatan pada bulan Mei.
Perlintasan Rafah antara Gaza dan Mesir, jalur penghubung ke dunia luar bagi warga Gaza, yang memungkinkan pengiriman bantuan dan evakuasi pasien, telah ditutup sejak saat itu.
Pembicaraan yang melibatkan Mesir, Amerika Serikat, dan Israel telah gagal untuk membuka kembali Rafah, tempat Mesir menginginkan kehadiran Palestina dipulihkan di sisi perbatasan Gaza.
Bendera Israel kini berkibar di atas bangunan-bangunan Gaza yang hancur di sepanjang perbatasan dengan Mesir.
Bantuan dan pasokan komersial masih memasuki Gaza melalui penyeberangan perbatasan darat lainnya, melalui pengiriman udara dan laut, tetapi kelompok-kelompok bantuan dan diplomat Barat mengatakan pasokan tersebut jauh di bawah kebutuhan.
Para pengemudi mengatakan mereka sedang menunggu izin Israel.
Hidup dan Mati di 'Zona Aman' Gaza
Serangan udara Israel menghantam sebuah bangunan perumahan di sebelah pusat medis utama di kota selatan Gaza, Khan Younis.
Serangan itu melukai tujuh orang, kata otoritas rumah sakit dan saksi mata pada Rabu (3/7/2024).
Baca juga: PM Inggris Baru, Keir Starmer Menyerukan Perlunya Gencatan Senjata di Gaza yang Jelas dan Mendesak
Rumah Sakit Nasser terletak di bagian barat kota, yang berada di dalam "zona aman" kemanusiaan yang ditetapkan Israel, tempat warga Palestina diperintahkan untuk pergi, menurut peta yang disediakan oleh militer Israel.
Perintah evakuasi terbaru Israel memengaruhi sekitar 250.000 orang awal minggu ini di sebagian besar wilayah Gaza, menurut perkiraan Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Saat debu dari serangan hari Rabu mengepul di jalan dekat Rumah Sakit Nasser, seorang kontributor Associated Press memfilmkan orang-orang berlarian ke segala arah — sebagian bergegas menuju kehancuran dan sebagian lagi menjauh.
Para pria membawa dua anak laki-laki, yang tampaknya terluka.
Kemudian, petugas tanggap darurat pertahanan sipil dan para pengamat berjalan di antara bongkahan semen dan logam yang terpelintir, mencari orang-orang yang mungkin terkubur.
Serangan udara hari Rabu menghantam area yang juga mencakup sekolah yang diubah menjadi tempat penampungan bagi para pengungsi, banyak di antaranya tinggal di tenda-tenda darurat.
“Kami duduk di tenda ini, tiga orang, dan kami terkejut dengan puing-puing dan debu,” kata seorang pria, Jalal Lafi, yang mengungsi dari kota Rafah di selatan.
“Rumah itu dibom tanpa peringatan apa pun, dihantam oleh dua rudal berturut-turut, satu demi satu,” katanya sambil menoleh ke belakang ke arah reruntuhan.
Baca juga: Wakil Menteri Tenaga Kerja Palestina, Ihab al-Ghussein Tewas dalam Serangan Israel di Kota Gaza
Update Perang Israel-Hamas
Tentara Israel mengklaim markas besar UNRWA di Kota Gaza berisi peralatan tempur dan ruang penahanan milik Hamas, yang membenarkan serangannya.
Warga Palestina melarikan diri dari wilayah timur Kota Gaza setelah militer Israel memperluas perintah evakuasi “segera” ke wilayah Tuffah, Daraj dan Kota Tua.
Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengatakan Israel akan menyetujui kesepakatan dengan Hamas hanya jika kelompok itu menyetujui persyaratannya untuk melanjutkan pertempuran di Gaza, sementara Menteri Pertahanan Yoav Gallant bersikeras untuk melanjutkan pertempuran dengan Hizbullah Lebanon bahkan jika kesepakatan gencatan senjata dicapai di Gaza.
Pembicaraan gencatan senjata yang dimediasi diperkirakan akan berlanjut di Mesir dan Qatar minggu ini.
Setidaknya 38.193 orang tewas dan 87.903 orang terluka dalam perang Israel di Gaza sejak 7 Oktober 2023.
Jumlah korban tewas di Israel akibat serangan yang dipimpin Hamas diperkirakan mencapai 1.139, sementara puluhan orang masih ditawan di Gaza.
(oln/rntv/khbrn/memo/*)
Komentar
Posting Komentar