Profil JD Vance, Cawapres Pilihan Donald Trump yang Dulu Pernah Jadi Pengkritiknya - inews

 

Profil JD Vance, Cawapres Pilihan Donald Trump yang Dulu Pernah Jadi Pengkritiknya

MILAWUKEE, iNews.id – Calon presiden AS dari Partai RepublikDonald Trump, telah menunjuk JD Vance sebagai calon wakil presiden yang akan mendampinginya di Pilpres 2024. Padahal, senator Republik dari Negara Bagaian Ohio itu dulu pernah menjadi pengkritik keras Trump.

Vance, yang tak lama lagi genap berumur 40 tahun, adalah mantan pengacara dan pemodal ventura. Dia kini menjadi pengikut setia Trump dan pewaris politik populis Partai Republik yang menjadi gaya khas kampanye presiden ke-45 AS itu. Penunjukan Vance sebagai cawapres Trump diumumkan pada Konvensi Nasional Partai Republik di Milwaukee, Wisconsin, Senin (15/7/2024) waktu AS.

CNN melansir, Vance lahir di Middletown, Ohio, pada 2 Agustus 1984. Dia menghabiskan sebagian masa kecilnya di Kentucky. Selepas SMA, dia menjadi prajurit dan bertugas di Korps Marinir AS dari 2003 hingga 2007. Dia lalu berkuliah di Ohio State University dan Yale Law School. Setelah merampungkan studinya di fakultas hukum, Vance bekerja sebagai pemodal ventura sebelum terjun ke politik.

Istri Vance, Usha, adalah seorang praktisi hukum dan sesama alumni Yale Law School. Perempuan itu sebelumnya menjabat sebagai juru tulis untuk Ketua Mahkamah Agung AS, John Roberts, dan Hakim Brett Kavanaugh, yang saat itu bertugas di Pengadilan Banding AS untuk Kawasan Distrik Columbia. Pasangan tersebut memiliki tiga anak, yaitu Ewan, Vivek, dan Mirabel.

Pada 2016, Vance merilis buku terlarisnya, “Hillbilly Elegy,” yang menceritakan masa kecilnya di kota miskin Rust Belt di timur Ohio. Buku itu menggambarkan perjuangan kelas pekerja kulit putih Amerika. Buku tersebut diadaptasi menjadi film Netflix pada 2020 yang dibintangi Amy Adams dan Glenn Close.

Menjadi kritikus Trump

Menurut laporan CNN, Vance pernah menyukai sejumlah tweet alias cuitan di media sosial Twitter (sekarang bernama X) pada 2016 dan 2017 yang mengkritik keras Trump beserta kebijakannya. Vance juga kedapatan menyukai tweet yang mengatakan Trump melakukan “pelecehan seksual berantai,” menyebut sang presiden sebagai “salah satu selebritas AS yang paling dibenci, jahat, dan bodoh.”. 

Sementara Reuters melansir, Vance bahkan pernah membandingkan Trump dengan pemimpin Nazi Jerman, Adolf Hitler. Pada Februari 2016, Vance secara pribadi bertanya-tanya apakah Trump adalah “Hitlernya Amerika”. Beberapa bulan kemudian dia menulis di The Atlantic bahwa Trump adalah “candu budaya.” Vance juga mengatakan dia bahkan mempertimbangkan untuk memilih Hillary Clinton pada 2016—yang ketika itu bersaing dengan Trump untuk memperebutkan kursi presiden AS.

Dia juga pernah mengkritik keras tanggapan Trump terhadap aksi unjuk rasa kelompok nasionalis kulit putih yang mematikan pada 2017 di Charlottesville, Virginia. Kini, aksi demonstrasi oleh para pendukung neonazi itu malah dibela oleh Vance terhadap Trump.

KFile CNN juga sebelumnya melaporkan bahwa Vance menghapus sejumlah tweetnya yang bernada anti-Trump, sebelum mengumumkan untuk mencalonkan diri sebagai senator Ohio pada Juli 2021. 

Jadi senator

Menjadi senator baru dari Ohio sejak Januari 2023, Vance memenangkan pemilu pada 2022 setelah menerima dukungan Trump. Dia berhasil menyingkirkan sejumlah pesaing yang elektabilitasnya menurut hasil survei justru lebih baik daripadanya. Vance juga didanai secara besar-besaran oleh raja teknologi AS yang juga pendukung Trump, Peter Thiel.

Vance menjadi penentang keras bantuan asing di Kongres AS. Dia juga menentang undang-undang yang akan membuat AS mengirimkan lebih banyak bantuan ke Ukraina di tengah perang yang terjadi dengan Rusia.

Sejak memperoleh dukungan Trump untuk pencalonannnya di Senat AS, Vance menjadi salah satu sekutu kuat presiden ke-45 AS itu. Menjelang kampanyenya di Senat, Vance meminta maaf kepada Trump karena pernah menyebut politikus tua itu mempunyai perilaku “tercela”.

“Seperti kebanyakan orang, saya mengkritik Trump pada 2016. Saya menyesal telah salah menilai orang tersebut,” kata Vance kepada CNN pada 2021.

Dia menambahkan, Trump adalah presiden yang baik.

Menyusul percobaan pembunuhan terhadap Trump dalam kampenye Pilpres AS 2024 di Pennsylvania pada Sabtu (13/7/2024) lalu, Vance membuat postingan di media sosial yang sebagian isinya menyalahkan narasi kampanye Presiden petahana Joe Biden. 

“Premis utama kampanye Biden adalah bahwa Presiden Donald Trump adalah seorang fasis otoriter yang harus dihentikan dengan cara apa pun. Retorika tersebut mengarah langsung pada percobaan pembunuhan Presiden Trump,” tulisnya pada waktu itu.

Baca Juga

Komentar

 Pusatin Informasi 


 Postingan Lainnya