Pasca Gencatan Senjata di Lebanon, Kebutuhan Perawatan Trauma dan Rehabilitasi Meningkat - Halaman all - TribunNews

 Internasional 

Pasca Gencatan Senjata di Lebanon, Kebutuhan Perawatan Trauma dan Rehabilitasi Meningkat  - Halaman all - TribunNews

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gencatan senjata dan penghentian permusuhan mulai berlaku pada tanggal 27 November lalu. Sehingga memberikan bantuan sementara bagi jutaan warga sipil yang terjebak dalam konflik di Lebanon

Namun, penderitaan Lebanon tidak berakhir di tengah kebutuhan kesehatan yang sangat besar yang belum terpenuhi. 

Baca juga: Pasukan Elite Divisi Keempat Suriah Terlunta-lunta di Lebanon: Buang Seragam, Jual Murah Senjata 

Berbatasan dengan Suriah dan Israel, sistem kesehatan Lebanon yang terbebani akibat dampak krisis ekonomi, kebuntuan politik, krisis pengungsi, dan sekarang perang.

Negara ini menampung 1,5 juta pengungsi Suriah.

Baca juga: Turki dan Lebanon Akan Kerja Sama usai Penggulingan Assad, Erdogan: Era Baru Telah Dimulai di Suriah

Tidak pelak, berbagai peristiwa di Suriah berdampak pada Lebanon dan operasi Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO. 

Warga negara Suriah memasuki Lebanon pada saat yang sama ketika para pengungsi Suriah kembali ke Suriah dari Lebanon.

"Sistem kesehatan yang sudah hancur mampu bertahan menghadapi badai terbaru ini, tetapi kini semakin melemah. Tantangannya rumit dan memerlukan dukungan khusus dan berkelanjutan," kata Perwakilan WHO untuk Lebanon, Dr. Abdinasir Abubakar dilansir dari website resmi WHO, Jumat (20/12/2024).

Hingga hari ini, lebih dari 1 juta orang yang mengungsi akibat permusuhan telah kembali ke Lebanon selatan di mana infrastruktur fisik dan kesehatan hancur berantakan. 

Beberapa fasilitas kesehatan masih tutup dan sebagian besar rumah sakit beroperasi di bawah kapasitas karena kendala keuangan dan kekurangan staf. Ini tantangan yang sudah lama ada di Lebanon.

Lebih dari 530 pekerja kesehatan dan pasien telah terbunuh atau terluka dalam serangan terhadap layanan kesehatan.

Di sisi lain, sistem air dan sanitasi telah terganggu parah, sehingga memperparah risiko wabah penyakit. 

Hampir 7 persen bangunan hancur di dua provinsi selatan yang paling parah terkena dampak, ribuan orang masih mengungsi dan tidak akan dapat kembali ke rumah dalam waktu dekat. 

Mereka yang telah kembali menghadapi risiko yang ditimbulkan oleh sisa-sisa perang yang meledak, serta risiko kesehatan yang lebih besar secara keseluruhan. 

Baca juga: Divisi Elite Tentara Israel Kembali Dikerahkan dari Lebanon ke Gaza

Meningkatnya kebutuhan akan perawatan trauma khusus

Sejak 8 Oktober 2023, lebih dari 4.000 orang tewas dan 17.000 lainnya terluka di Lebanon saja. 

Sejak gencatan senjata diberlakukan dan wilayah yang terdampak konflik menjadi lebih mudah diakses.

Jumlah korban tewas terus meningkat karena lebih banyak mayat ditemukan di 16.000 bangunan yang hancur sebagian atau seluruhnya , menyisakan sekitar 8 juta ton puing.

"Kehancuran fisiknya mirip dengan apa yang Anda lihat setelah gempa bumi – dan itu mengakibatkan cedera kompleks, luka terbuka, dan patah tulang. Dan karena perawatan yang diberikan selama perang sering kali tidak optimal, para korban luka akhirnya membutuhkan banyak operasi untuk mencegah komplikasi dan kecacatan," kata Dr. Ahmad Alchaikh Hassan, Petugas Teknis Trauma WHO.

Satu dari empat orang dengan cedera yang mengubah hidup akan memerlukan rehabilitasi jangka panjang dan, dalam beberapa kasus, teknologi bantuan dan prostetik. 

Dukungan khusus akan diperlukan karena kapasitas teknis di Lebanon tidak dapat mengatasi meningkatnya jumlah orang yang membutuhkan layanan dan komoditas ini.

"Lebanon membutuhkan ahli bedah rekonstruksi untuk merawat mereka yang terluka parah, dokter mata untuk merawat ribuan orang yang terluka dalam serangan pager, ahli fisioterapi untuk mulai merehabilitasi orang yang diamputasi, dan ahli prostetik untuk membantu pengguna alat bantu," kata Perwakilan WHO Dr. Abubakar.

Baca Juga

Komentar

 Pusatin Informasi 


 Postingan Lainnya 

Artikel populer - Google Berita