Polisi Perintangan Kasus Ferdy Sambo Naik Pangkat Jadi Jenderal Bintang 1: Meritokrasi Polri Hanya Omong Kosong? - suara
Polisi Perintangan Kasus Ferdy Sambo Naik Pangkat Jadi Jenderal Bintang 1: Meritokrasi Polri Hanya Omong Kosong?
Suara.com - KENAIKAN pangkat dan promosi jabatan enam perwira polri yang terlibat perkara obstruction of justice atau perintangan penyidikan kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat menuai kritik. Selain dinilai sebagai bentuk impunitas, keputusan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo itu juga dianggap semakin membuktikan meritokrasi di tubuh kepolisian hanya omongan kosong alias omon-omon.
Enam perwira Polri yang mendapat kenaikan pangkat dan promosi jabatan di antaranya; Budhi Herdi Susianto, Chuck Putranto, Murbani Budi Pitono, Denny Setia Nugraha Nasution, Susanto, dan Handik Zusen. Beberapa di antara mereka sempat menjalani masa hukuman pidana dan sanksi demosi karena terlibat kasus obstruction of justice pembunuhan berencana Brigadir Yosua yang didalangi mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo.
Budhi Herdi ketika perkara kasus pembunuhan Brigadir Yosua terjadi pada 8 Juli 2022 lalu menjabat sebagai Kapolres Jakarta Selatan. Lalu dicopot dari jabatan tersebut karena melanggar etik dalam penanganan kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua. Kapolri Listyo Sigit saat itu menyebut Budhi Herdi terlalu cepat mengambil kesimpulan terkait penyebab kematian Brigadir Yosua akibat baku tembak dengan Bharada Richard Eliezer.
Pada 11 November 2024, Budhi Herdi mendapat promosi jabatan sebagai Karowatpers SSDM Polri. Keputusan itu tertuang dalam Surat Telegram Nomor: ST/2517/XI/KEP./2024. Selain mendapat promosi jabatan, lulusan Akademi Kepolisian atau Akpol 1996 itu juga mendapat kenaikan pangkat satu tingkat lebih tinggi dari Komisaris Besar Polisi atau Kombes menjadi Brigadir Jenderal atau Brigjen.
Sementara Chuck Putranto yang sebelumnya berpangkat Komisaris Polisi atau Kompol, naik menjadi Ajun Komisaris Besar Polisi atau AKBP. Ia ditempatkan sebagai perwira menengah di Polda Metro Jaya. Pada September 2022 lalu Komisi Kode Etik Polri (KKEP) sempat menjatuhkan sanksi Pemberhentian Tidak dengan Hormat (PTDH) kepadanya. Selanjutnya, ia mengajukan banding dan mendapat sanksi lebih rendah berupa demosi 1 tahun. Selain dijatuhi sanksi etik oleh Polri, ia juga dijatuhi sanksi 1 tahun kurungan penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan lantaran terbukti ikut terlibat membantu Ferdy Sambo merintangi penyidikan pembunuhan Brigadir Yosua.
Selanjutnya adalah Kombes Murbani Budi Pitono. Saat kasus pembunuhan Brigadir Yosua terjadi Murbani menjabat sebagai Kabag Renmin Divpropam dan dijatuhi sanksi oleh KKEP berupa demosi 1 tahun. Ia kini mendapat promosi jabatan sebagai Irbidjemen SDM II Itwil III Itwasum Polri.
Kombes Denny Setia Nugraha Nasution juga sempat dijatuhi sanksi demosi oleh KKEP karena ikut merintangi penyidikan pembunuhan Brigadir Yosua. Saat itu Denny menjabat Sesro Panimal Propam Polri. Setelah menjalani masa hukuman demosi, kini dipromosikan menjabat Kabagjianling Rojianstra SOPS Polri.
Sama seperti Denny, Kombes Susanto juga sempat dijatuhi sanksi demosi 3 tahun dan masa penahanan khusus atau Patsus oleh KKEP. Susanto juga dicopot dari jabatan Kepala Bagian Penegakan Hukum Provost Div Propam Polri buntut terlibat perintangan penyidikan pembunuhan Brigadir Yosua. Namun kembali dipromosikan sebagai Penyidik Tindak Pidana Madya Tk. II di Bareskrim Polri sejak 2023.
Nama terkahir yang mendapat promosi jabatan adalah AKBP Handik Zusen. Saat kasus pembunuhan Brigadir Yosua terjadi Handik menjabat Kasubdit Resmob Ditreskrimsus Polda Metro Jaya. Ia turut berperan merekayasa jumlah selongsong peluru di rumah dinas Ferdy Sambo di Duren Tiga untuk memberi kesan adanya baku tembak di lokasi terbunuhnya Brigadir Yosua tersebut. Atas perbuatannya itu KKEP menjatuhi sanksi demosi. Sejak 2023 lalu Handik dipromosikan sebagai Kasubbag Opsnal Dittipidum Bareskrim Polri sejak 2023.
Kadiv Humas Polri Irjen Sandi Nugroho menyebut keenam perwira Polri tersebut telah selesai menjalani masa hukuman. Sementara promosi jabatan dan kenaikan pangkat yang diberikan, diklaim sebagai bagian dari kebijakan pimpinan dalam memberikan reward dan punishment berdasarkan rapat Dewan Kepangkatan dan Jabatan Tinggi atau Wanjakti.
"Yang baik pasti diberikan reward, yang bersalah juga akan diberikan tindakan," kata Sandi di Gedung Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (9/12/2024).
Impunitas Polisi
Wakil Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Andi Muhammad Rezaldy menilai pemberian promosi jabatan dan kenaikan pangkat kepada enam perwira polri yang terlibat dalam kasus obstruction of justice pembunuhan Brigadir Yosua sebagai langkah yang tidak bisa dibenarkan.
“Saya kira ini bagian dari bentuk impunitas dari negara," kata Andi kepada Suara.com, Selasa (10/12).
Andi khawatir akibat ketidaktegasan polisi dalam memberikan hukuman kepada anggotanya yang melakukan pelanggaran ini akan menciptakan budaya permisif di lingkungan kepolisian. Sebab mereka yang melakukan pelanggaran merasa tidak ada konsekuensi nyata atas tindakan yang dilakukannya.
"Pelanggaran hukum, kekerasan dan pelanggaran HAM dilakukan dengan seenaknya karena pelaku yakin mereka akan dilindungi oleh sistem. Hak-hak warga negara yang seharusnya dilindungi oleh aparat justru menjadi korban dari tindakan semacam ini," jelas Andi.
Berdasar catatan KontraS sepanjang 2020-2024 setidaknya ada 410 orang yang tewas akibat tindakan kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian. Dalam setahun terakhir sejak Desember 2023-November 2024, KontraS juga menemukan 45 peristiwa extrajudicial killing atau pembunuhan di luar hukum yang mengakibatkan 47 korban. Di mana 27 korban di antaranya merupakan tersangka kasus tindak pidana. Hasil pemantauan KontraS menemukan bahwa 29 korban extrajudicial killing yang terjadi disebabkan oleh penembakan dengan senjata api dan 18 lainnya akibat tindak penyiksaan.
Sementara pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto menyebut persoalan impunitas di tubuh Polri adalah hal yang jamak. Sekalipun itu tak selaras dengan etika dan moral umum.
"Sebenarnya tak mengagetkan dan sudah jamak terjadi di kepolisian sejak dulu. Seseorang yang didemosi 5 tahun diturunkan menjadi 1 tahun. Usai 1 tahun pangkatnya naik jadi jenderal. Seseorang yang dipidana 3 tahun tetapi masih bisa dipensiun dan lain-lain," ungkap Bambang kepada Suara.com, Selasa (10/12).
Secara prosedural, kata Bambang, memang tidak ada yang dilanggar. Sebab enam perwira polri yang menerima promosi jabatan dan kenaikan pangkat tersebut sudah menjalani masa hukuman.
Namun, Bambang justru mempertanyakan apa urgensi pemberian promosi jabatan dan kenaikan pangkat kepada mereka.
"Apakah tidak ada personel yang lain yang lebih baik, pintar, tidak pernah melakukan pelanggaran yang layak dipromosikan daripada mereka yang pernah melakukan pelanggaran? Hal ini mengonfirmasi bahwa meritokrasi di tubuh polri itu hanya omong kosong," jelas Bambang.
Sedangkan ayah kandung Brigadir Yosua, Samuel Hutabarat saat dihubungi Suara.com mengaku hanya bisa menerima keputusan tersebut.
"Kalau memang sudah begitu peraturannya, macam mana lagi kita mau kecewa," tutur Samuel.
Komentar
Posting Komentar