Media Israel: Donald Trump akan Cabut Larangan Pengiriman Bom Bodoh 1 Ton Penghancur Gaza - Halaman all - TribunNews
Dunia Internasional, Konflik Timur Tengah
Media Israel: Donald Trump akan Cabut Larangan Pengiriman Bom Bodoh 1 Ton Penghancur Gaza - Halaman all - TribunNews
Media Israel: Donald Trump akan Cabut Larangan Pengiriman Bom Bodoh 1.000 Kg Penghancur Gaza
TRIBUNNEWS.COM - Situs web Israel, Walla News, Senin (20/1/2025) melaporkan, mengutip duta besar Israel di Washington, Amerika Serikat (AS), kalau bom-bom seberat 2.000 pon (hampir 1.000 Kg atau 1 ton per unit) diperkirakan akan kembali dikirim AS ke Israel.
"Presiden AS Donald Trump diperkirakan akan mencabut larangan yang diberlakukan oleh pemerintahan sebelumnya terhadap pasokan bom seberat 2.000 pon ke Israel, dalam beberapa hari," tulis laporan tersebut dikutip Khaberni, Selasa (21/1/2025).
Baca juga: Gencatan Senjata Rapuh, Pakar Militer Ingatkan Rencana Buruk Pasukan Israel di Gaza
Duta Besar Israel untuk AS, Mike Herzog dalam sebuah wawancara dengan situs tersebut menambahkan, Donald Trump juga diperkirakan akan membatalkan sanksi yang dijatuhkan oleh pemerintahan Joe Biden sebelumnya terhadap pemukim Israel yang dituduh melancarkan serangan kekerasan terhadap warga Palestina di Tepi Barat yang diduduki.
Kabar ini mencuat di tengah kekhawatiran rentannya kelanjutan gencatan senjata di Gaza menjelang tahap dua pertukaran sandera dan tahanan antara Gerakan Pembebasan Palestina, Hamas dan Israel.
Manuver Trump yang baru dilantik pada Senin itu juga terjadi di tengah meningkatnya serangan pemukim Yahudi Israel ke warga Palestina dan propertinya di Tepi Barat.
Baca juga: Hamas Serukan Intifada Kemarahan di Tepi Barat Lawan Amukan Pemukim Israel di Qalqilya
AS Sudah Kirim Lebih 10 Ribu Bom 1 Ton
AS di era pemerintahan Joe Biden, diketahui menunda pengiriman bom-bom itu ke Israel per Juni 2024.
Pemerintah Biden sebelumnya telah mengirim sejumlah besar amunisi ke Israel, termasuk lebih dari 10.000 bom seberat 2.000 pon yang sangat merusak dan ribuan rudal Hellfire, sejak dimulainya perang di Gaza, mengutip Reuters.
"Sejak pecahnya perang Gaza Oktober 2023 silam hingga Juni 2024, AS telah mentransfer sedikitnya 14.000 bom MK-84 seberat 2.000 pon, 6.500 bom seberat 500 pon, 3.000 rudal udara-ke-darat berpemandu presisi Hellfire, 1.000 bom penghancur bunker, 2.600 bom berdiameter kecil yang dijatuhkan dari udara, dan amunisi lainnya, menurut para pejabat yang tidak berwenang berbicara di depan umum," tulis laporan tersebut.
Israel membutuhkan bom-bom dahsyat seberat 2.000 pon yang disediakan oleh AS ini untuk menargetkan terowongan bawah tanah Hamas di Gaza saat perang terjadi.
Bom Bodoh Penghancur Gaza
AS diketahui telah menggunakan bom seberat 2.000 pon dari pesawatnya sejak Perang Dunia II.
Versi yang ditransfer ke Israel saat ini disebutkan berasal dari Perang Vietnam.
"Ini adalah amunisi yang dijatuhkan dari udara, yang dapat membawa muatan lebih banyak karena tidak memiliki mesin. Ini adalah salah satu amunisi terbesar dalam inventaris AS," kata Ryan Brobst, analis riset senior di Foundation for the Defense of Democracies' Center on Military and Political Power.
Bom seberat 2.000 pon itu memiliki beberapa varian — beberapa dirancang untuk menembus target bawah tanah yang dalam sementara yang lain meledak di atas tanah dan menyebabkan kerusakan yang luas.
Bergantung pada variannya, dan apakah amunisi dijatuhkan di area terbuka atau perkotaan, radius ledakannya bisa sejauh seperempat mil atau area yang jauh lebih terbatas.
Bom-bom ini adalah bom “bodoh” atau bom tanpa pemandu, tetapi dapat diubah menjadi senjata yang lebih presisi dengan penambahan perangkat Joint Direct Attack Munition, atau perangkat JDAM yang menambahkan sirip ekor dan navigasi.
Peralatan tambahan itu memungkinkan pasukan untuk mengarahkan amunisi ke sasaran, alih-alih hanya menjatuhkannya dari jet tempur ke tanah.
Peralatan itu membuat senjata lebih presisi, tetapi di lingkungan perkotaan yang padat penduduk, peralatan JDAM tidak akan membuat banyak perbedaan — serangan yang katanya presisi itu masih akan mampu membunuh orang yang tidak diinginkan.
Ini sebabnya jenis bom ini disebut sebagai penghancur Gaza dengan korban jiwa sipil hingga mencapai puluhan ribu jiwa.
AS dan Israel kompak menyebut korban jiwa sipil Palestina sebagai collateral damage.
Jet tempur, pesawat pengebom, dan pesawat nirawak AS semuanya dapat menembakkan JDAM, dan AS mulai menyediakan amunisi tersebut ke Ukraina pada tahun 2022, versi yang sedikit dimodifikasi yang dapat diluncurkan dari pesawat Ukraina.
Setelah serangan Hamas pada tanggal 7 Oktober di Israel, AS menyediakan amunisi seberat 2.000 pon kepada Israel untuk membantu pertahanannya.
Berbeda dengan jenis amunisi lain dalam inventaris AS, militer memiliki persediaan amunisi yang cukup.
Jadi, penyediaan amunisi tersebut tidak melibatkan tekanan persediaan yang sama seperti yang dialami AS dengan amunisi yang lebih terbatas seperti peluru artileri 155 mm.
Penggunaan di Gaza
Militer Israel tidak banyak bicara tentang jenis bom dan artileri yang digunakannya di Gaza. Namun, dari serpihan ledakan yang ditemukan di lokasi dan analisis rekaman serangan, para ahli yakin bahwa sebagian besar bom yang dijatuhkan di daerah kantong yang terkepung itu buatan AS.
Mereka mengatakan bom seberat 2.000 pon itu telah menewaskan ratusan orang di daerah padat penduduk.
Brobst mengatakan bom seberat 2.000 pon masih dibutuhkan untuk membantu Israel menyerang jaringan terowongan Hamas di Rafah.
Wes Bryant, seorang ahli senjata dan pensiunan sersan mayor Angkatan Udara Amerika yang bertugas pada satuan tugas independen untuk Departemen Luar Negeri dan Pertahanan terkait penggunaan senjata oleh Israel di Gaza, mengatakan bahwa jeda tersebut akan menjadi “pukulan besar” bagi persenjataan Israel.
Bom seberat 2.000 dan 500 pon adalah beberapa amunisi utama yang digunakan Israel dalam kampanye perangnya, kata Bryant.
"Mereka telah membakar habis semua amunisi itu," kata Bryant.
Ia mengatakan amunisi itu dibuat oleh produsen senjata besar Amerika seperti Raytheon, Northrop, Lockheed Martin, General Dynamics, dan General Atomics.
Terbuti, penghentian pasokan bom dari AS ke Israel ini membuat Tel Aviv kewalahan dan harus menjalani perang hingga 15 bulan di Gaza tanpa mencapai tujuan perang dan berakhir dengan gencatan senjata.
Baca juga: Pakar Israel: Pawai Kendaraan Hamas di Gaza Bukti Kegagalan Agresi Militer Setahun Lebih IDF
Bahaya bagi Gaza
Sebuah laporan yang disusun oleh satuan tugas independen untuk Departemen Luar Negeri dan Pertahanan Mei 2024 lalu mengatakan sumber-sumber AS memberi tahu salah satu anggotanya bahwa 300.000 amunisi telah dijatuhkan atau ditembakkan di Gaza selama enam bulan pertama perang.
Laporan tersebut mengutip investigasi media yang “dapat dipercaya” yang menyebutkan bahwa pada bulan pertama operasi Israel saja, terdapat setidaknya 500 kawah di Gaza yang sesuai dengan penggunaan bom seberat 2.000 pon.
Penggunaan bom seberat 2.000 pon oleh Israel di Rafah, tempat lebih dari 1 juta orang berlindung karena tidak punya tempat lain untuk dituju, telah memicu kekhawatiran besar pemerintah AS dan mendorong pemerintahan Biden saat itu untuk menunda pengiriman.
AS ragu kalau penggunaan bom seberat 2.000 pon merupakan alat yang tepat untuk operasi Israel di Rafah.
Israel bereaksi keras terhadap keputusan AS. Duta Besarnya untuk PBB Gilad Erdan menyebut jeda itu sebagai "keputusan yang sangat mengecewakan, bahkan membuat frustrasi," dalam sebuah wawancara dengan berita TV Channel 12 Israel.
Belakangan, terpilihnya Trump membuka lagi jalan bagi Israel untuk melanjutkan perang di Gaza dengan terus mendengungkan kalau mereka akan mencapai target perang yang telah ditetapkan.
Baca juga: Gencatan Senjata Rapuh, Pakar Militer Ingatkan Rencana Buruk Pasukan Israel di Gaza
(oln/khbr/rtrs/*)
Komentar
Posting Komentar