Nilai Mata Uang Rial Iran Ambrol, Israel Waspada Tinggi Karena Khawatir pada Langkah Ekstrem Teheran - Halaman all - TribunNews

 Internasional,  Timur Tengah 

Nilai Mata Uang Rial Iran Ambrol, Israel Waspada Tinggi Karena Khawatir pada Langkah Ekstrem Teheran - Halaman all - TribunNews

Nilai Mata Uang Rial Iran Ambrol, Israel Waspada Tinggi Karena Khawatir pada Langkah Ekstrem Teheran

TRIBUNNEWS.COM - Kepala Staf Militer Israel (IDF) Herzi Halevi, dilaporkan telah memerintahkan “peningkatan kewaspadaan” dan kesiapan untuk berbagai kemungkinan skenario di mana Iran dapat bertindak melawan Israel.

Kabar peningkatan status militer Israel menjadi waspada tinggi akan Iran ini dilaporkan media Israel berbahasa Ibrani, Walla, dikutip Minggu (5/1/2025).

Baca juga: Poros Perlawanan Digebuk Israel, Iran: Suriah Bukan Kejutan, Milisi Bakal Ada di Seluruh Kawasan

Media tersebut mengatakan, para pejabat keamanan Israel memperingatkan kalau situasi strategis regional saat ini dapat mendorong Iran untuk mengambil tindakan ekstrem terhadap Israel.

”Potensi diambilnya langkah ekstrem Iran (terhadap Israel) karena saat ini negara tersebut menderita nilai tukar (Rial Iran/IRR) yang terhambat dan perkembangan negatif baru-baru ini dengan sekutu-sekutunya di Lebanon dan (sebelumnya) Suriah," kata laporan itu.

Laporan tersebut memperingatkan bahwa Iran dapat mengambil “tindakan ekstrem” terhadap “Israel”, tetapi mengatakan bahwa para pejabat melihat hal itu sebagai skenario “dengan kemungkinan kecil”.

Laporan juga menambahkan, Iran juga tengah dilanda protes dan demonstrasi lokal, polusi, dan masalah listrik.

Lebih jauh, datangnya pemerintahan baru Amerika Serikat (AS) di bawah presiden terpilih Donald Trump pada 20 Januari mendatang dapat mendorong Iran untuk mencegah perubahan besar dalam keseimbangan strategis di Timur Tengah.

Satu di Antara Mata Uang Terendah di Dunia

Sebagai informasi Rial Iran adalah salah satu mata uang dengan nilai terendah di dunia, bahkan jauh di bawah rupiah.

Sekarang nilai mata uang Iran sebesar 1 rial Iran setara dengan 0,383 rupiah

Nilai tukar mata uang Iran terhadap dolar Amerika melanjutkan tren penurunan pada Sabtu (14/12/2024) lalu, hingga menyentuh titik terendah baru sepanjang masa di tengah ketidakpastian mengenai kembalinya Donald Trump di Gedung Putih dan ketegangan dengan Barat mengenai program nuklir Teheran.

Rial anjlok menjadi 756.000 terhadap dolar Amerika di pasar tidak resmi pada Sabtu, dibandingkan dengan 741.500 rial pada Jumat pertengahan Desember 2024 silam, menurut Bonbast yang melaporkan nilai tukar.

Situs bazar360, bahkan mengatakan dolar dijual sekitar 755.000 rial Iran.

Menghadapi tingkat inflasi resmi sekitar 35 persen, masyarakat Iran yang mencari investasi yang aman untuk melindungi aset mereka dengan membeli dolar Amerika, mata uang keras lainnya, emas atau mata uang kripto, yang menjadi faktor penghambat bagi penguatan rial.

Dolar telah menguat terhadap rial sejak diperdagangkan pada level 690.000 rial pada awal November di tengah kekhawatiran bahwa setelah dilantik pada Januari, Trump akan menerapkan kembali kebijakan “tekanan maksimum” terhadap Iran dengan sanksi yang lebih keras dan memberdayakan Israel untuk menyerang lokasi-lokasi nuklir Iran.

Mata uang Iran kembali melemah setelah dewan gubernur badan nuklir Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Badan Energi Atom Internasional (International Atomic Energy Agency/IAEA) mengeluarkan resolusi yang diusulkan Eropa terhadap Teheran yang meningkatkan risiko sanksi baru.

Jatuhnya Presiden Suriah Bashar al-Assad, sekutu lama Iran, juga turut menyumbang pelemahan Rial Iran.

Trump pada 2018 membatalkan perjanjian nuklir yang dibuat oleh pendahulunya Barack Obama pada 2015 dan menerapkan kembali sanksi ekonomi Amerika terhadap Iran yang sebelumnya sempat dilonggarkan.

Kesepakatan itu telah membatasi kemampuan Iran untuk memperkaya uranium, sebuah proses yang dapat menghasilkan bahan fisil untuk senjata nuklir.

Rial Iran telah kehilangan lebih dari 90 persen nilainya sejak sanksi kembali diberlakukan pada 2018.

Para Pejabat Iran Gelar Rapat Soal Ambrolnya Nilai Mata Uang Rial Iran

Terkait situasi ekonomi Teheran saat ini, kepala tiga cabang kekuasaan pemerintah Iran dilaporkan mengadakan pertemuan pada Sabtu (4/1/2025) malam untuk membahas kenaikan nilai mata uang asing baru-baru ini terhadap mata uang lokal Iran, rial.

"Pertemuan rutin hari Sabtu para pimpinan tiga cabang kekuasaan diselenggarakan oleh pimpinan cabang eksekutif pemerintah Presiden Masoud Pezeshkian dan pimpinan cabang legislatif dan hukum Ketua Parlemen Mohammad Bagher Ghalibaf dan Kepala Kehakiman Gholmhossein Mohseni-Ejei," tulis laporan MNA.

Ketiga pejabat tinggi tersebut membahas kenaikan harga mata uang asing baru-baru ini terhadap mata uang lokal Iran, rial.

Mereka menekankan penguatan pasokan mata uang asing ke pasar dan pengelolaan sisi permintaannya.

Mereka juga menekankan kewenangan penuh Bank Sentral untuk mengatur dan mengawasi pasar mata uang kripto sesuai dengan Undang-Undang Bank Sentral.

Ayatollah Ali Khamenei Marah Besar

Terkait situasi geopolitik di kawasan, Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Seyyed Ali Khamenei merasa geram setelah negaranya terus-terusan menjadi sasaran kesalahan ketika terjadi gejolak di Timur Tengah.

Dalam pidatonya, Ali Khamenei menolak klaim Iran telah kehilangan apa yang disebut dengan proksinya di kawasan Asia Barat.

Ali Khamenei menegaskan bahwa Iran tidak memiliki kekuatan proksi di wilayah tersebut.

"Beberapa pihak terus-menerus mengatakan bahwa Republik Islam telah kehilangan pasukan proksinya di kawasan tersebut," kata Ali Khamenei, dikutip dari IRNA.

"Ini adalah pernyataan yang salah lagi. Republik Islam tidak memiliki pasukan proksi," tegasnya.

Ia menegaskan, baik Hizbullah, Hamas, dan Jihad Islam berperang melawan Israel karena tindakan mereka sendiri.

Iran, lanjut Ali Khamenei, tidak pernah meminta kelompok-kelompok tersebut berperang untuk kepentingan diri sendiri.

"Mereka tidak bertindak atas nama kita," tegas Ali Khamenei.

Menegaskan posisi Iran, Pemimpin Tertinggi itu menyoroti kemampuan negaranya untuk bertindak secara independen jika diperlukan.

"Jika suatu hari kami memutuskan untuk mengambil tindakan, kami tidak memerlukan pasukan proksi," ungkapnya.

Khamenei juga berbicara tentang situasi di Suriah, dan menyatakan optimismenya tentang munculnya gerakan yang “kuat dan bermartabat” di negara itu meskipun tantangan yang ada masih ada.

Baca juga: Gembong IDF Pergi ke Negeri Jiran, Israel Takut Yordania Jadi Perpanjangan Tangan Iran

"Saya meramalkan bahwa kelompok yang kuat dan terhormat akan bangkit di Suriah juga."

"Seorang pemuda Suriah tidak akan kehilangan apa pun — universitasnya tidak aman, sekolahnya tidak aman, rumahnya tidak aman, jalannya tidak aman, seluruh hidupnya tidak aman. Apa yang seharusnya dia lakukan?" ucap Khamenei.

Khamenei dalam kesempatan itu juga mengomentari ketidakstabilan yang melanda sebagian wilayah dan mendesak perlawanan yang teguh terhadap mereka yang mengatur dan melaksanakan ketidakamanan tersebut.

"Kita harus berdiri dengan kekuatan dan tekad melawan mereka yang telah merancang dan menerapkan ketidakamanan ini, dan Insya Allah, kita akan mengalahkan mereka," pungkasnya.

AS Sangat Khawatir pada Senjata Nuklir Iran

Pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden sangat khawatir dengan Iran yang menurutnya makin melemah.

Meski semakin melemah, AS khawatir dengan pembangunan senjata nuklir yang dilakukan oleh Iran.

Iran telah mengalami kemunduran dalam pengaruh regionalnya setelah serangan Israel terhadap sekutunya, Hamas Palestina dan Hizbullah Lebanon, diikuti oleh jatuhnya Presiden Suriah yang bersekutu dengan Iran, Bashar al-Assad.

Baca juga: Ambisi Netanyahu Terwujud: Hamas, Hizbullah, dan Suriah Takluk, Tahun Depan Giliran Iran

Serangan Israel terhadap fasilitas Iran, termasuk pabrik rudal dan pertahanan udara, telah mengurangi kemampuan militer konvensional Teheran.

"Tidak mengherankan ada suara-suara (di Iran) yang mengatakan, 'Hei, mungkin kita perlu mengembangkan senjata nuklir sekarang juga. Mungkin kita harus meninjau kembali doktrin nuklir kita'," kata Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih, Jake Sullivan kepada CNN.

Iran mengatakan program nuklirnya bersifat damai, tetapi telah memperluas pengayaan uranium sejak Trump, dalam masa jabatan presiden 2017-2021, menarik diri dari kesepakatan antara Teheran dan negara-negara besar dunia yang membatasi aktivitas nuklir Iran dengan imbalan keringanan sanksi.

Sullivan mengatakan ada risiko bahwa Iran mungkin mengabaikan janjinya untuk tidak membangun senjata nuklir.

"Ini adalah risiko yang sedang kami waspadai sekarang. Ini adalah risiko yang secara pribadi saya sampaikan kepada tim yang akan datang," ucap Sullivan.

Baca juga: Kilang Minyak Terbesar Suriah Gulung Tikar, Pasokan Minyak dari Iran Mandek

Trump, yang akan mulai menjabat pada 20 Januari, dapat kembali ke kebijakan garis kerasnya terhadap Iran dengan meningkatkan sanksi terhadap industri minyak Iran.

Sullivan mengatakan Trump akan memiliki kesempatan untuk melakukan diplomasi dengan Teheran, mengingat "negara Iran yang melemah".

"Mungkin dia (Trump) bisa datang kali ini, dengan situasi yang dialami Iran, dan benar-benar menyampaikan kesepakatan nuklir yang mengekang ambisi nuklir Iran untuk jangka panjang," katanya.

(oln/RNTV/MNA/VoA*)

Baca Juga

Komentar

 Pusatin Informasi 


 Postingan Lainnya 

Artikel populer - Google Berita