Akhirnya Terbongkar, F-35 Adalah Kesalahan Hingga Lockheed Martin Dijauhi AS dan Kontrak Jet Generasi Keenam Diberikan ke Boeing - Zona Jakarta
ZONAJAKARTA.COM - Ketika Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengumumkan bahwa kontrak pesawat generasi keenam diberikan kepada Boeing, pada Maret 2025, banyak yang kaget.
Sebab, sebelumnya proyek jet tempur generasi keenam yang diberi nama Next Generation Air Dominance (NGAD) itu sangat lekat dengan perusahaan raksasa Lockheed Martin yang juga produsen pesawat generasi kelima F-35 dan F-22 Raptor.
Bahkan, Donald Trump memberi nama pesawat yang akan dibangun Boeing itu F-47, sesuai dengan status Donald Trump sebagai presiden ke-47 AS.
Sejak itu, pemerintah AS pun terkesan kurang begitu perhatian kepada F-35.
Ditambah lagi, pengusaha teknologi yang juga penasihat Donald Trump, Elon Musk, terus mengkritik bahwa F-35 dan F-22 Raptor merupakan platform yang sudah kuno dan bakal ketinggalan zaman.
Kalah dalam kontrak pesawat generasi keenam, CEO Lockheed Martin, Jim Taiclet, mencoba membuat gebrakan untuk menyelamatkan reputasi F-35 dan F-22.
Ranangan dan teknologi NGAD yang selama ini sudah telanjur dikembangkan Lockheed Martin, akan tetap direalisasikan, meski perusahaan itu kalah tender dari Boeing dalam proyek pesawat generasi keenam.
Menurutnya, teknologi itu akan diterapkan dalam pengembangan F-35 dan F-22 Raptor menjadi pesawat yang 80 persen memiliki kemampuan pesawat generasi keenam, tapi harga jauh lebih murah.
"Sebagai misal, pengetahuan dan pengembangan teknologi yang diperoleh dari investasi kami dalam kompetisi NGAD memperkuat keyakinan kami untuk meningkatkan kemampuan F-35 ke generasi ke-5 plus. Saya menantang tim untuk memberikan 80 persen kemampuan generasi ke-6 dengan biaya 50 persen," kata Tim Taiclet, seperti dikutip The War Zone, 22 April 2025.
"Untuk mendukung visi ini, kami juga berkomitmen untuk mendorong inovasi yang disruptif dan membangun kemampuan internal yang baru-baru ini kami bangun dengan otonomi AI, kerja sama tim berawak dan tanpa awak, serta sistem komando dan kontrol di seluruh perusahaan. Kami telah menunjukkan peningkatan kemampuan yang sangata berarti dengan biaya yang relatif rendah," tambahnya.
Rencana Lockheed Martin itu seolah tak terlalu digubris oleh pemerintah Amerika Serikat (AS).
Bahkan, pada kunjungannya ke Qatar Mei 2025, Presiden Donald Trump malah mencanangkan pemutakhiran F-35 menjadi F-55 dan F-22 menjadi F-22 Super yang belum tentu proyek itu diberikan kepada Lockheed Martin.
Ini menandaskan bahwa dua pesawat tempur andalan Lockheed Martin, F-35 dan F-22 Raptor semakin dipandang sebagai platform yang akan segera ditinggalkan, atau setidaknya dinomorduakan.
Upaya meninggalkan Lockheed Martin itu kemudian ditegaskan oleh Kepala Staf Angkatan Udara AS, Jenderal David Allvin.


Dalam sidang Komite Angkatan Bersenjata Senat, 20 Mei 2025, Jenderal Alvin menyampaikan konfirmasi kepada Senator Roger Wicker, R-Miss, bahwa pergeseran strategi akuisisi Angkatan Udara pada jet tempur generasi keenam F-47 akan memberikan Angkatan Udara kepemilikan yang lebih besar atas teknologi jet tersebut.
"Ini juga memungkinkan peningkatan yang lebih cepat dan mudah di masa mendatang," kata Jenderal David Allvin seperti dikutip Defense News, 2 Mei 2025.
Menurut Jenderal Allvin, Angkatan Udara AS mengambil pendekatan akuisisi yang sangat berbeda terhadap F-47 buatan Boeing yang sebelumnya disebut sebagai Next Generation Air Dominance (NGAD), daripada yang dilakukan pada F-35 Joint Strike Fighter bersama Lockheed Martin.
“Perbedaan utamanya adalah bahwa kami sekarang memiliki kontrol lebih besar atas proyek (F-47) seiring berjalannya proyek,” kata Allvin.
“Kami telah melakukan lebih banyak insourcing. Kami memiliki lebih banyak kepemilikan atas basis teknologi. Kami memandu arsitektur referensi pemerintah. Jadi, kami memiliki sistem misi, sementara pihak lain dapat ikut serta dan bermain, tetapi kami memiliki pengembangan dan pemutakhiran,” tambahnya.
Arsitektur referensi pemerintah, atau GRA, adalah peta jalan yang disediakan oleh pemerintah yang memandu proses desain, pengembangan, produksi, dan keberlanjutan suatu program.
Langkah menjauh dari Lockheed Martin ini sesuai dengan pendapat pejabat tinggi Angkatan Udara, khususnya mantan Sekretaris Frank Kendall.
Ia bahkan secara terbuka menyatakan penyesalannya atas bagaimana kesepakatan militer F-35 dengan Lockheed Martin disusun.
Dalam diskusi panel dengan wartawan pada Mei 2023, Kendall menyesalkan Pentagon tidak memperoleh hak atas data keberlanjutan F-35 dari Lockheed Martin ketika kesepakatan awal ditandatangani.
Hal ini bermula dari filosofi akuisisi saat itu, yang disebut Total System Performance, yang berarti kontraktor pada suatu program akan memilikinya selama siklus hidup sistem tersebut.
Dalam laporannya pada September 2023, Government Accountability Office juga menyoroti konsekuensi dari kegagalan memperoleh hak atas data teknis F-35.
Ini dinilai telah menghambat kemampuan militer untuk merawat jet itu sendiri dan memperlambat perbaikan.
Frank Kendall menambahkan, ia merasa bahwa kontrak pemerintah AS dengan Lockheed Martin pada pengembangan F-35 adalah kesalahan besar.
Ia menyebutnya sebagai "malapraktik akuisisi" dan mengatakan pendekatan seperti itu menciptakan "monopoli abadi" bagi kontraktor.


Ia berjanji, Angkatan Udara tidak akan membuat "kesalahan serius" pada program NGAD (F-47) dan mengatakan bahwa angkatan udara akan memiliki akses ke kekayaan intelektual yang dibutuhkannya.
Kendall juga mengatakan, pesawat NGAD akan menggunakan desain sistem terbuka modular yang memungkinkan Angkatan Udara mendatangkan pemasok baru saat meningkatkan bagian-bagian sistem.
Komentar Allvin pada Selasa (20/5/2025), tampaknya mengonfirmasi bahwa pendekatan tersebut digunakan dalam penyelesaian kesepakatan Boeing dengan Angkatan Udara untuk membuat F-47.
Ia mengatakan, hal ini akan memungkinkan pemutakhiran berbasis perangkat lunak yang cepat dan tidak bergantung pada kontraktor awal.
"Pemutakhiran dapat dilakukan secepat perangkat lunak, bukan secepat perangkat keras. (Pemutakhiran) dapat dilakukan secepat teknisi kami memahami seberapa cepat kemajuan harus dicapai, dibandingkan berurusan dengan kontraktor dan membayar biaya tambahan," kata Allvin.
Peningkatan teknologi di masa mendatang juga akan lebih mudah ditambahkan ke pesawat tempur kolaboratif baru milik Angkatan Udara AS, YFQ-42 dan YFQ-44.
Menurut Allvin, kedua pesawat tempur kolaboratif itu sedang dirancang oleh General Atomics dan Anduril Industries.
“Semuanya akan berada di bawah arsitektur sistem misi yang sama,” kata Allvin.
“Jadi, kami tidak hanya akan meningkatkan satu platform. Kami akan meningkatkan satu sistem, sehingga pembayar pajak Amerika akan mendapatkan lebih banyak kemampuan tempur dari uang mereka,” tambahnya.
Allvin juga mengatakan, pihaknya telah belajar dari kesalahan program F-35 dan tak akan mengulanginya lagi pada program F-47.
“Kami akan berdiskusi tentang F-35 dan bagaimana kami tidak ingin mengulanginya,” sindirnya. ***
0 Komentar