Pesawat J-10 China menjadi andalan Pakistan saat menembak jatuh lima jet tempur India. Foto/Global Times
ISLAMABAD - Pemerintah
Pakistan mengeklaim telah menembak jatuh lima jet tempur
India, termasuk tiga jet Rafale buatan Prancis, dalam konfrontasi udara di sekitar Kashmir kemarin.
Dua jet tempur India lainnya yang diklaim ditembak jatuh Pakistan adalah MiG-29 Fulcrum dan Su-30MKI Flanker-H.
Islamabad membanggakan peran jet tempur J-10C buatan China yang dipersenjatai rudal udara-ke-udara PL-15 dalam pertempuran udara tersebut.
Baca Juga: Pakistan Tembak Jatuh 5 Jet Tempur India, Sejumlah Tentara India Ditawan
Menteri Luar Negeri Pakistan Ishaq Dar menyampaikan klaim tersebut di tengah meningkatnya tensi di perbatasan Kashmir— wilayah yang telah lama menjadi titik api antara dua kekuatan nuklir Asia Selatan itu.
Perdana Menteri Pakistan Shehbaz Sharif juga mengumumkan klaim tersebut dalam pidato yang disiarkan televisi.
"Mereka menghantam pesawat musuh-musuh kami, termasuk jet Rafale yang selama ini dibanggakan India,” ujar PM Sharif, seperti dikutip BBC, Kamis (8/5/2025).
Baca juga Dunia Internasional, Pesawat Mata-mata Militer AS Berkeliaran di 'Depan Pintu' China | Halaman Lengkap logo-apps-sindo Makin mudah baca berita nasional dan internasional. Kanal MNC Portal Live TV MNC Networks Muhaimin Jum'at, 08 Agustus 2025 - 09:41 WIB Pesawat Mata-mata Militer... Pesawat mata-mata militer AS Combat Sent berkeliaran di depan pintu China di Laut China Selatan. Foto/US Air Force BEIJING - Sebuah pesawat mata-mata militer Amerika Serikat (AS) telah terdeteksi terbang jauh ke wilayah sengketa di Laut China Selatan, yang oleh media Amerika gambarkan sebagai "depan pintu" China. Data pelacakan penerbangan menunjukkan pesawat itu muncul di wilayah tersebut pada hari Selasa lalu. Pentagon biasanya tidak mengungkapkan secara spesifik tentang operasi militernya, tetapi lembar fakta Angkatan Udara AS menyebutkan bahwa pesawat mata-mata Combat Sent mengumpulkan informasi pengintaian elektronik strategis untuk para pengambil keputusan dalam rantai komando militer AS. "Menemukan dan mengidentifikasi sinyal radar darat, laut, dan udara militer asing, Combat Sent mengumpulkan dan memeriksa setiap sistem secara mendetail, memberikan analisis strategis bagi para prajurit," ujar Angkatan Udara AS, dalam penjelasan tentang peran platform tersebut dalam mengembangkan tindakan penanggulangan anti-radar yang efektif seperti jamming (pengacauan), sebagaimana dikutip dari Newsweek, Jumat (8/8/2025). Baca Juga: China Bangun Armada di Tengah Laut, Nelayan atau Mata-Mata? Menurut geodata yang dilaporkan situs web Flightradar24, Comba Sent yang juga dikenal sebagai RC-135U menyelidiki perairan di sekitar Kepulauan Spratly dan Paracel yang disengketakan di Laut China Selatan dalam penerbangan 10 jam dari pusat militer utama di Jepang barat daya. Penerbangan pada 6 Agustus tersebut pertama kali terdeteksi oleh analis intelijen sumber terbuka MeNMyRC1, mantan anggota kru RC-135 dan spesialis platform intelijen sinyal. Mereka mengatakan bahwa jarang sekali penerbangan mata-mata AS terlihat begitu jauh di selatan Laut China Selatan, sekaligus mencatat bahwa wilayah tersebut seringkali kekurangan penerima darat yang cukup untuk menangkap jejak pesawat. Combat Sent, yang dikerahkan pada akhir Juni dari daratan Amerika Serikat ke Pangkalan Udara Kadena di Pulau Okinawa, Jepang, melakukan penerbangan terakhirnya tepat setelah pukul 06.00 pagi waktu terkoordinasi universal atau UTC, menurut Flightradar24. Pesawat itu baru mendarat setelah pukul 16.00 sore UTC di hari yang sama. Catatan penerbangan menunjukkan bahwa Combat Sent telah dikerahkan dalam penerbangan yang diduga untuk pengumpulan intelijen elektronik setidaknya 11 kali sejak 1 Juli, menyelidiki wilayah yang disengketakan, termasuk di selatan perbatasan Korea Utara serta di dekat provinsi paling selatan China; Hainan, yang merupakan lokasi salah satu kapal induk Angkatan Laut China yang ditempatkan di Laut China Selatan. Angkatan Udara menyatakan bahwa awak pesawat Combat Sent mencakup minimal 10 perwira perang elektronik dan enam atau lebih spesialis area misi. Pesawat ini memiliki jangkauan bahan bakar lebih dari 4.500 mil dan ketinggian operasional lebih dari 35.000 kaki. Militer AS mengoperasikan dua platform Combat Sent. Kedua platform tersebut pertama kali terbang pada pertengahan 1960-an dan diperkirakan akan tetap beroperasi hingga tahun 2040-an. Lembaga think tank yang berbasis di Beijing, South China Sea Strategic Situation Probing Initiative, menulis di X bahwa mereka telah melacak 48 serangan mendadak oleh pesawat mata-mata AS di Laut China Selatan pada bulan Juli saja, empat di antaranya adalah RC-135. China mengeklaim kedaulatan atas Kepulauan Spratly di lepas pantai barat Filipina dan telah menguasai gugusan Paracel di sebelah timur Vietnam sejak pertengahan 1970-an. Di kedua gugus pulau yang disengketakan tersebut, China telah memperluas beting dan mereklamasi terumbu karang secara artifisial untuk membangun pangkalan militer besar yang menampung radar, barak, dan lapangan terbang. China belum berkomentar atas kehadian pesawat mata-mata AS tersebut. Namun juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Mao Ning, mengatakan kepada wartawan pada 9 Februari: "Pesawat dan kapal perang AS sering melakukan pengintaian jarak dekat di sekitar China, yang secara serius mengancam keamanan nasional China dan merusak perdamaian serta stabilitas regional." (mas) wa-channel Follow WhatsApp Channel SINDOnews untuk Berita Terbaru Setiap Hari Follow Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga! Lanjut Baca Berita Terkait Lainnya Infografis J-36 China Diklaim Bisa... J-36 China Diklaim Bisa Pecundangi Pesawat Pengebom B-21 AS - SINDOnews
"Ini adalah balasan terhadap serangan dari pihak India," paparnya.
Mitos Kedigdayaan Jet Rafale Runtuh
Rafale, jet tempur kebanggaan India hasil kerja sama dengan Prancis melalui kesepakatan bernilai miliaran dolar pada 2016, kini harus menelan kenyataan pahit.
Setidaknya satu unit jet tempur tersebut jatuh di wilayah India, dengan puing-puing berlabel produksi Prancis ditemukan di Bathinda, Punjab.
Sumber intelijen Prancis yang dikutip CNN dan media lainnya mengonfirmasi bahwa satu unit Rafale telah tertembak jatuh, dan saat ini sedang diselidiki apakah jumlahnya bisa lebih dari satu.
Jika klaim Pakistan benar, maka ini bisa jadi kekalahan tempur pertama Rafale dalam sejarah, sekaligus kemenangan simbolis bagi Beijing yang memproduksi jet dan misil yang digunakan.
Panggung Perdana J-10C dan PL-15 China
Baca juga 0Curi Rahasia Rudal Ukraina, Ayah-Anak China Ditangkap atas Tuduhan Mata-mata | Sindonews
Klaim Pakistan bahwa jet tempur J-10C buatan China berhasil menembak jatuh pesawat-pesawat India dengan menggunakan rudal PL-15 juga menandai kemenangan perdana sistem senjata China di panggung perang modern.
Potongan misil PL-15 yang ditemukan di distrik Hoshiarpur, Punjab, menjadi bukti kuat bahwa rudal aktif radar jarak jauh ini digunakan dalam duel udara tersebut.
“Jika ini dikonfirmasi, maka ini adalah pembuktian nyata kekuatan J-10C dan PL-15 dalam pertempuran udara sebenarnya,” tulis Asia Times dalam analisisnya.
India Memilih Bungkam
Pemerintah India hingga kini belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait klaim lima pesawat tempurnya ditembak jatuh oleh Pakistan.
Namun, seorang pejabat India mengakui ada dua pesawat yang jatuh, tanpa menyebut penyebabnya.
Dalam waktu bersamaan, militer India menuding Pakistan berada di balik serangan teror yang menewaskan 26 turis Hindu di Pahalgam, wilayah Kashmir yang dikendalikan India, pada 22 April lalu.
Sebagai balasan, India meluncurkan serangan udara dan rudal ke wilayah Pakistan, yang menurut Islamabad telah menewaskan 31 warga sipil dan melukai 57 lainnya pada Selasa malam hingga Rabu dini hari kemarin.
Di tengah panasnya konflik, India menyatakan bahwa mereka hanya menjalankan hak untuk menyerang dan mencegah serangan lebih lanjut, dan menolak tuduhan sebagai pihak pemicu.
Sementara itu, gambar-gambar yang beredar di media sosial memperlihatkan serpihan jet yang diyakini sebagai bagian dari Rafale milik India—termasuk fin ekor dan rudder dengan nomor seri BS-001— tergeletak di sawah dekat perbatasan.
Namun para analis internasional mengingatkan agar tidak terburu-buru menarik kesimpulan. “Perlu investigasi independen yang transparan,” kata Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI) dalam analisisnya.
Sementara itu, pihak Prancis, termasuk pabrikan Dassault Aviation, belum memberikan komentar resmi. Namun laporan menyebutkan bahwa pemerintah Prancis telah menjalin komunikasi darurat dengan otoritas pertahanan India.
(mas)