Rabu
13Aug2025
Sosial Media
powered by Surfing Waves
0
Home Dunia Internasional

3 Skenario jika Rezim Iran Tumbang, Reza Pahlavi Naik Takhta? - Kompas

7 min read

 Dunia Internasional,Konflik Timur Tengah,

3 Skenario jika Rezim Iran Tumbang, Reza Pahlavi Naik Takhta?

3 Skenario jika Rezim Iran Tumbang, Reza Pahlavi Naik Takhta? - Kompas | OPSIIN-1
3 Skenario jika Rezim Iran Tumbang, Reza Pahlavi Naik Takhta? - Kompas | OPSIIN-2

TEHERAN, KOMPAS.com – Israel kian menunjukkan ambisinya untuk menjatuhkan pemerintahan Iran di bawah kepemimpinan Ayatollah Ali Khamenei melalui sejumlah serangan di selain fasilitas nuklir, termasuk kantor penyiar nasional Iran (IRIB).

“Serangan Israel tampaknya lebih ditujukan untuk perubahan rezim dibanding sekadar pencegahan proliferasi nuklir,” ujar Nicole Grajewski, peneliti di Carnegie Endowment.

Namun, para analis memperingatkan, jatuhnya Pemimpin Tertinggi Iran Khamenei itu justru dapat membuka babak baru ketidakpastian dan kekacauan di kawasan Timur Tengah.

Baca juga: Israel Ingin Gulingkan Rezim Iran, Tak Sekadar Hancurkan Nuklir

Jadi Saksi Meringankan, Dosen UI Sebut Hasto Berkontribusi Menangkan Jokowi di Pilpres

1. Kudeta militer oleh IRGC

Skenario pertama yang paling mungkin terjadi saat rezim Khamenei jatuh adalah pengambilalihan kekuasaan oleh Korps Garda Revolusi Iran (IRGC).

“Kalau rezim jatuh, tentu harapannya adalah muncul pemerintahan liberal dan demokratis. Namun, besar kemungkinan bahwa entitas kuat lain seperti IRGC justru akan mengambil alih,” ujar Nicole Grajewski, peneliti di Carnegie Endowment.

Thomas Juneau, profesor di Universitas Ottawa, juga memperingatkan bahwa tanpa oposisi demokratis yang terorganisir, satu-satunya alternatif yang tersedia adalah kudeta oleh IRGC atau transisi dari teokrasi ke kediktatoran militer.

Baca juga: Israel Serang Iran, Trump Kembali Gagal Jadi Pembawa Perdamaian

Skenario ini dinilai sangat berisiko karena IRGC dianggap merupakan kelompok garis keras, sehingga akan memperburuk hubungan Iran dengan dunia luar.

2. Reza Pahlavi naik takhta

Skenario kedua adalah kembalinya monarki di Iran di bawah Reza Pahlavi, putra mendiang Shah Mohammad Reza Pahlavi yang digulingkan pada 1979.

Saat ini, Reza Pahlavi tinggal di Amerika Serikat dan menjadi salah satu tokoh oposisi paling dikenal di luar negeri.

Baca juga: Iran Umumkan Perang Lawan Israel

Pertama Kali, Indonesia dan Negara-negara Arab Kecam Serangan Hamas 7 Oktober terhadap Israel | SINDONEWS Baca juga Pertama Kali, Indonesia dan Negara-negara Arab Kecam Serangan Hamas 7 Oktober terhadap Israel | SINDONEWS

Ia secara terbuka menunjukkan sikap berseberangan dengan rezim saat ini hingga menyebut Republik Iran berada di ambang kehancuran.

Tak hanya itu, Pahlavi juga menuding Khamenei “bersembunyi di bawah tanah seperti tikus ketakutan” atas serangan Israel baru-baru ini.

Dalam beberapa pernyataannya, pria berusia 64 tahun itu menyerukan pemulihan hubungan dengan Israel, sebagaimana terjalin erat pada masa ayahnya.

Baca juga: Warga Iran Tak Takut Perang dan Siap Balas Dendam, Publik Israel Sebaliknya...

Para pendukungnya bahkan mengusulkan istilah “Perjanjian Cyrus” sebagai simbol rekonsiliasi sejarah antara Iran dan Israel, merujuk pada Raja Persia kuno yang membebaskan orang Yahudi dari penawanan Babilonia.

Namun, Pahlavi tidak mendapat dukungan menyeluruh, baik di dalam Iran maupun di kalangan pengasingan.

Nasionalisme para pendukungnya serta kedekatannya dengan Israel memicu perpecahan, terutama setelah ia menolak mengecam serangan udara Israel ke Iran.

Baca juga: Putra Mahkota Iran Reza Pahlavi, Penentang Rezim Khamenei yang Dekat dengan Israel

Pakar Thomas Juneau menambahkan, meskipun Reza Pahlavi adalah sosok oposisi paling dikenal, baik di dalam maupun luar Iran, para pendukungnya cenderung melebih-lebihkan tingkat dukungan di dalam negeri.

Selain Pahlavi, kelompok oposisi lain Mujahidin Rakyat Iran (MEK), yang dipimpin Maryam Rajavi, juga mendukung penggulingan rezim.

Pulau Galang Disiapkan Jadi Pusat Pengobatan 2.000 Warga Gaza |  SINDOnews Baca juga Pulau Galang Disiapkan Jadi Pusat Pengobatan 2.000 Warga Gaza | SINDOnews

Dalam pidatonya di Parlemen Eropa pada Rabu, Rajavi bahkan menyatakan, “Rakyat Iran menginginkan penggulingan rezim ini.”

Baca juga: Putra Mahkota Iran Desak Pasukan Keamanan Berpaling dari Rezim Khamenei

Akan tetapi, MEK dibenci oleh banyak faksi oposisi lain dan dicurigai oleh sebagian besar rakyat Iran karena pernah mendukung Saddam Hussein dalam Perang Iran-Irak.

“Masalah terbesar dalam memikirkan alternatif jika Republik Islam tumbang adalah bahwa tidak ada oposisi demokratis yang terorganisir,” kata Juneau.

3. Pecahnya konflik etnis internal

Skenario ketiga yang tak kalah mengkhawatirkan jika rezim jatuh adalah meletusnya konflik etnis di dalam Iran.

Baca juga: Serangan Israel ke Iran: Deklarasi Perang dan Dampaknya di Kawasan

Sebagai informasi, Iran dihuni oleh berbagai kelompok minoritas seperti Kurdi, Arab, Baluch, dan Turkiye, yang hidup berdampingan dengan mayoritas Persia.

Jika pemerintahan Iran saat ini digulingkan, akan ada upaya dari negara-negara bermusuhan untuk memanfaatkan perpecahan etnis inetrnal.

Pelajaran dari Irak dan Libya

Diketahui, dampak invasi Amerika Serikat ke Irak pada 2003 dan intervensi NATO di Libya pada 2011 bisa menjadi bayangan kekacauan jika rezim Iran tumbang.

Baca juga: Sejarah Hubungan Iran-Israel: Dulu Sekutu Sekarang Musuh

Kedua operasi itu memang menggulingkan para diktator, Saddam Hussein dan Moamer Kadhafi, namun juga memicu pertumpahan darah selama bertahun-tahun.

Oleh sebab itu, Presiden Perancis Emmanuel Macron mengingatkan agar tidak mengulangi kesalahan yang sama.

"Kesalahan terbesar saat ini adalah mencoba mengganti rezim Iran lewat cara militer, karena itu akan membawa kekacauan," kata Macron.

Baca juga: Perang Israel Vs Iran, Bagaimana Awal Mulanya?

"Apakah ada yang berpikir bahwa apa yang terjadi di Irak tahun 2003 atau di Libya sebelumnya adalah ide bagus? Tidak!" tegas Macron.

Think tank berbasis di AS, Soufan Center, juga menyebut bahwa jatuhnya rezim Iran akan menyebabkan keamanan regional terganggu.

“Skenario pasca-kejatuhan rezim sangat tidak dapat diprediksi dan bisa memicu ketidakstabilan regional yang jauh lebih besar daripada Irak, dengan dampak global,” kata Soufan Center.

Baca juga: Perang Israel-Teheran, Netanyahu Hasut Rakyat Iran Tumbangkan Rezim

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.
Komentar
Additional JS