JK Sebut Batas Aceh Merujuk ke 1 Juli 1956, Bagaimana Bunyi Undang-undangnya? - Serambinews - Opsiin

Informasi Pilihanku

powered by Surfing Waves
demo-image

JK Sebut Batas Aceh Merujuk ke 1 Juli 1956, Bagaimana Bunyi Undang-undangnya? - Serambinews

Share This
Responsive Ads Here

 

JK Sebut Batas Aceh Merujuk ke 1 Juli 1956, Bagaimana Bunyi Undang-undangnya? - Serambinews

Jusuf-Kalla-tanggapi-isu-empat-pulau-Aceh-masuk-sumut

JK Sebut Batas Aceh Merujuk ke 1 Juli 1956, Bagaimana Bunyi Undang Undangya?

SERAMBINEWS.COM-Polemik kepemilikan empat pulau antara Aceh dan Sumatera Utara terus menjadi sorotan publik.

Mantan Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI, Jusuf Kalla (JK), angkat bicara terkait polemik empat pulau yang diperdebatkan antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara. 

Dalam pernyataannya, JK menegaskan bahwa dasar historis dan hukum menunjukkan pulau-pulau tersebut masuk dalam wilayah Aceh.

Dalam konferensi pers di kediamannya di Jakarta Selatan, Jumat (13/6/2025), JK menyebut bahwa perbatasan wilayah Aceh merujuk pada batas administratif yang berlaku per 1 Juli 1956, sebagaimana tercantum dalam Nota Kesepahaman Helsinki (MoU Helsinki) yang ditandatangani pada 2005 antara Pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).

“Dalam MoU Helsinki disebutkan bahwa perbatasan Aceh merujuk pada perbatasan 1 Juli 1956. Nah, apa itu tahun 1956? di undang-undang tahun 56 ada undang-undang tentang Aceh dan Sumatera Utara oleh Presiden Soekarno yang intinya adalah memisah," jelasnya

Baca juga: Fakta-Fakta 4 Pulau Aceh yang Kini Masuk Sumut, dari Somasi Gubernur hingga Adanya Makam Aulia

Menurut Jusuf Kalla, peristiwa masa lalu menjadi kunci untuk memahami dasar hukum dan posisi Aceh saat ini sebagai provinsi yang berdiri sendiri.

 Ia mengingatkan bahwa pemisahan Aceh dari Sumatera Utara bukan tanpa alasan, melainkan hasil dari dinamika sejarah yang cukup pelik.

"Dulu Aceh itu bagian daripada Sumatera  Utara, karena ada pemberontakan di sana, DI/TII Waktu masa Daud Bereuh, maka Aceh berdiri sendiri sebagai provinsi dengan otonomi khusus, dengan kabupaten-kabupaten yang ada,” jelas JK 

"UU Nomor 24 Tahun 1956 adalah yang mengesahkan Provinsi Aceh beserta kabupaten-kabupatennya. Ini adalah formal," tambah JK.

UU No. 24 Tahun 1956 menjadi dasar hukum resmi pembentukan Provinsi Daerah Istimewa Aceh, memisahkan wilayah tersebut dari Provinsi Sumatera Utara.

 Undang-undang itu pula yang menjadi acuan batas administratif Aceh sebagaimana disebut dalam perjanjian damai Helsinki.

Lantas bagaimana bunyi Undang Undangnya?

Baca juga: Bobby Jawab Isu 4 Pulau Aceh Lepas ke Sumut Sebagai ‘Hadiah’ untuk Keluarga Jokowi, Begini Katanya

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1956

Pada BAB 1, Ketentuan Umum Pasal 1 menyebutkan bahwa:

  1. Daerah Aceh yang melingkungi Kabupaten-Kabupaten 1. Aceh Besar, 2. Pidie, 3. Aceh-Utara, 4. Aceh-Timur, 5. Aceh-Tengah, 6. Aceh-Barat, 7. Aceh-Selatan dan Kota Besar Kutaraja dipisahkan dari lingkungan daerah otonom Propinsi Sumatera-Utara dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 5 tahun 1950 dan dibentuk menjadi daerah yang berhak mengatur dan mengurus rumah-tangganya sendiri, tingkatan ke-I dengan nama "Propinsi Aceh".
  2. Propinsi Sumatera-Utara tersebut dalam ayat 1 di atas yang wilayahnya telah dikurangi dengan bagian-bagian yang terbentuk sebagai daerah otonom Propinsi Aceh, tetap disebut Propinsi Sumatera-Utara.
  3. Apabila selanjutnya dalam ketentuan-ketentuan undang-undang ini tidak disebutkan dengan tegas nama daerah otonom Propinsi yang  bersangkutan, maka yang dimaksud dengan kata "Propinsi" adalah "Propinsi Aceh" dan/atau "Propinsi Sumatera-Utara".

Baca juga: ARSIP Berita Serambi - Ketika Soetardji Serahkan Peta Perbatasan Aceh-Sumut, Ke Mana 4 Pulau Itu?

BAB 1, Ketentuan Umum Pasal 2 menyebutkan bahwa:

  1. Pemerintah Daerah Propinsi Aceh berkedudukan di Kutaraja dan Propinsi Sumatera-Utara di Medan.
  2. Jika perkembangan keadaan di daerah menghendakinya, maka atas usul Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi yang bersangkutan, tempat kedudukan pemerintah daerah Propinsi tersebut dalam ayat 1 di atas, dengan keputusan Presiden dapat dipindahkan ke lain tempat dalam lingkungan daerahnya.
  3. Dalam keadaan darurat, tempat kedudukan pemerintah daerah untuk sementara waktu oleh Gubernur yang bersangkutan dapat dipindahkan ke lain tempat.

Baca juga: Aceh Bakal Lobi Prabowo, Jika Tak Mempan Bahas Polemik 4 Pulau dengan Kemendagri 

BAB 1, Ketentuan Umum Pasal 3 menyebutkan bahwa:

  1. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi Aceh dari Propinsi Sumatera-Utara masing-masing terdiri dari 30 anggota, dengan ketentuan, bahwa apabila pada waktu diadakan pemilihan anggotaanggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi ternyata banyaknya jumlah anggota tersebut tidak lagi seimbang dengan banyaknya penduduk dalam Propinsi, maka atas usul Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi yang bersangkutan jumlah tersebut dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri dapat diubah.
  2.  Jumlah anggota Dewan Pemerintah Daerah Propinsi Aceh dan Propinsi Sumatera-Utara masing-masing terdiri sekurang-kurangnya dari 3 dan sebanyak banyaknya dari 5 orang, dengan ketentuan bahwa dalam jumlah tersebut tidak termasuk Kepala Daerah Propinsi, yang menjabat Ketua merangkap anggota Dewan Pemerintah Daerah Propinsi.

Baca juga: Sejarawan USU Akui 4 Pulau Sengketa Milik Aceh Jika Dilihat Peta 1992, Tapi Apakah Aceh Ikhlas?

BAB II, Tentang Urusan Rumah Tangga Propinsi Pasal 4 menyebutkan bahwa:

  1. Pemerintah Daerah Propinsi mengatur dan mengurus hal-hal yang
    dahulu diserahkan kepada Pemerintah daerah Propinsi SumateraUtara (lama) menurut ketentuan-ketentuan dalam Peraturanperaturan Pemerintah tentang pelaksanaan penyerahan urusanurusan dari Pemerintah Pusat kepada pemerintah daerah Propinsi Sumatera-Utara (lama) yang kini masih berlaku, dengan ketentuan bahwa dimana dalam Peraturan-peraturan Pemerintah itu masih disebut "Propinsi" atau "Propinsi Sumatera-Utara" harus diartikan "Propinsi Aceh" atau "Propinsi Sumatera Utara" (baru).
  2. Ketentuan-ketentuan dalam Peraturan-peraturan Pemerintah tersebut dalam ayat 1 di atas dapat diubah pula dengan Peraturan Pemerintah
  3. Hal-hal lain yang masih dikuasai oleh Pemerintah Pusat dan yang dipandang sebagai tugas-tugas yang termasuk urusan rumah-tangga dan kewajiban Propinsi pada waktunya dapat diatur dalam Peraturan Pemerintah untuk diserahkan kepada Propinsi sebagai urusan rumah-tangga dan kewajiban Propinsi.

Baca selengkapnya klik disini 

(Serambinews.com/Sri Anggun Oktaviana)

Comment Using!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Arenanews

Berbagi Informasi

Opsiinfo9

Opsi lain

powered by Surfing Waves

Post Bottom Ad

Pages