Rabu
13Aug2025
Sosial Media
powered by Surfing Waves
0
Home Dunia Internasional

Konflik Iran-Israel Buat KBRI Tehran Evakuasi WNI, Iran Siap Bekerja Sama Mudahkan Prosesnya - Halaman all - TribunNews

11 min read

 Dunia Internasional, Konflik Timur Tengah,

Konflik Iran-Israel Buat KBRI Tehran Evakuasi WNI, Iran Siap Bekerja Sama Mudahkan Prosesnya - Halaman all - Tribunnews

Konflik Iran-Israel Buat KBRI Tehran Evakuasi WNI, Iran Siap Bekerja Sama Mudahkan Prosesnya - Halaman all - TribunNews | OPSIIN-1
    Konflik Iran-Israel Buat KBRI Tehran Evakuasi WNI, Iran Siap Bekerja Sama Mudahkan Prosesnya - Halaman all - TribunNews | OPSIIN-2

    Duta Besar Iran untuk Indonesia, Mohammad Boroujerdi mengungkap kesiapan pemerintah Iran dalam mendukung proses evakuasi WNI pasca konflik Iran-Israel

    zoom-inKonflik Iran-Israel Buat KBRI Tehran Evakuasi WNI, Iran Siap Bekerja Sama Mudahkan Prosesnya

    Tribunnews.com/Danang Triatmojo

    KONFLIK IRAN-ISRAEL - Duta Besar Iran untuk Republik Indonesia (RI), Mohammad Boroujerdi menampilkan video kerusakan gedung stasiun TV IRAN, IRIB, akibat serangan udara militer Israel, dalam konferensi pers di rumah dinas Dubes Iran untuk RI, Menteng, Jakarta, Selasa (17/6/2025). Ia menyebut sejumlah kru televisi yang tewas akibat serangan itu meninggal dalam keadaan syahid.  Duta Besar Iran untuk Indonesia, Mohammad Boroujerdi mengungkap kesiapan pemerintah Iran dalam mendukung proses evakuasi WNI pasca konflik Iran-Israel 

    TRIBUNNEWS.COM - KBRI Tehran telah menaikkan status siaga 1 untuk warga negara Indonesia (WNI) yang berada di Iran setelah terjadi perang antara Iran dan Israel.

    Evakuasi ini dinilai diperlukan mengingat baik Iran maupun Israel hingga kini terus melakukan aksi saling balas dengan senjata masing-masing.

    Saat menanggapi adanya evakuasi WNI yang ada di Iran ini, Duta Besar Iran untuk Indonesia, Mohammad Boroujerdi, membenarkan terdapat sekitar 380 WNI yang tinggal di wilayah Iran.

    Mohammad menyebut di tengah konflik Iran-Israel, KBRI Tehran sangat aktif dalam menjalin komunikasi tentang kondisi WNI di Iran ini, terutama melakukan komunikasi dengan Kementerian Luar Negeri maupun badan lainnya di Iran.

    "Ya angka WNI di Iran sekitar angka yang disebutkan tadi (380 orang). KBRI di Teheran sangat aktif dan dalam kaitan ini mereka berkontak dekat dan bekerja sama dengan Kementerian Luar Negeri maupun badan lainnya di Iran," kata Mohammad dalam wawancaranya bersama Kompas TV, Jumat (20/6/2025).

    Di sisi lain, Mohammad mengklaim pemerintah Iran juga telah menyatakan kesiapan mereka untuk memberikan asistensi dan kemudahan proses evakuasi WNI dari wilayah Iran.

    "Dan Iran telah menyampaikan kesiapannya untuk asistensi dan kemudahan untuk evakuasi dari warga negara asing yang hendak meninggalkan Iran," kata Mohammad.

    Nilai Kondisi Iran Tak Begitu Kritis

    Dubes Iran untuk Indonesia itu menilai sebenarnya kondisi Iran setelah serangan Israel ini tak begitu kritis.

    Karena itu, ia memahami saat Kemenlu Indonesia awalnya menyatakan evakuasi WNI akan dilakukan bagi pihak yang ingin dievakuasi saja.

    Kenapa Senjata Laser Peresvet Rusia Lebih Unggul Dibandingkan AS dan Sekutunya?, -  SINDOnews Baca juga Kenapa Senjata Laser Peresvet Rusia Lebih Unggul Dibandingkan AS dan Sekutunya?, - SINDOnews

    "Tetapi saya rasa, keadaan di Iran tidak kritis. Maka dari itu evakuasi disampaikan oleh pihak Indonesia akan dilakukan terhadap pihak-pihak yang memang secara mandiri ingin melakukan evakuasi," ungkap Mohammad.

    Baca juga: Cara Jitu Netanyahu Ajak Trump untuk Berperang Melawan Iran, AS Termakan Bujuk Rayu Israel

    Mohammad menambahkan ia juga telah mendengar status siaga 1 yang ditetapkan oleh Kemenlu Indonesia untuk menyikapi kondisi WNI di Iran.

    Terakhir, Mohammad kembali menegaskan bahwa Iran akan siap bekerja sama membantu proses evakuasi WNI.

    "Saya juga dengan Kementerian Luar Negeri Indonesia telah menentukan status siaga 1 untuk wilayah Iran. Untuk itu saya menekankan kesiapan kami untuk bekerja sama," katanya.

    Skenario Evakuasi WNI Dari Iran dan Israel

    Pemerintah berencana melakukan evakuasi terhadap WNI yang berada di Iran dan Israel.

    Dalam proses evakuasi, pemerintah melibatkan Tim Crisis Response Team (CRT) yang terdiri atas 34 personel gabungan TNI.

    Berdasarkan data dari Kementerian Luar Negeri, TNI menyatakan terdapat 578 WNI berada di Iran dan Israel.

    Jumlah tersebut terdiri atas 386 orang di Iran dan 192 orang di Israel

    Sebagian besar WNI yang berada di Iran adalah pelajar dan mahasiswa yang tinggal di wilayah-wilayah yang saat ini masuk dalam kategori rawan.

      Dunia Internasional,   Pesawat Mata-mata Militer AS Berkeliaran di 'Depan Pintu' China | Halaman Lengkap  logo-apps-sindo Makin mudah baca berita nasional dan internasional.  Kanal  MNC Portal  Live TV  MNC Networks  Muhaimin Jum'at, 08 Agustus 2025 - 09:41 WIB  Pesawat Mata-mata Militer... Pesawat mata-mata militer AS Combat Sent berkeliaran di depan pintu China di Laut China Selatan. Foto/US Air Force  BEIJING - Sebuah pesawat mata-mata militer Amerika Serikat (AS) telah terdeteksi terbang jauh ke wilayah sengketa di Laut China Selatan, yang oleh media Amerika gambarkan sebagai "depan pintu" China. Data pelacakan penerbangan menunjukkan pesawat itu muncul di wilayah tersebut pada hari Selasa lalu. Pentagon biasanya tidak mengungkapkan secara spesifik tentang operasi militernya, tetapi lembar fakta Angkatan Udara AS menyebutkan bahwa pesawat mata-mata Combat Sent mengumpulkan informasi pengintaian elektronik strategis untuk para pengambil keputusan dalam rantai komando militer AS.  "Menemukan dan mengidentifikasi sinyal radar darat, laut, dan udara militer asing, Combat Sent mengumpulkan dan memeriksa setiap sistem secara mendetail, memberikan analisis strategis bagi para prajurit," ujar Angkatan Udara AS, dalam penjelasan tentang peran platform tersebut dalam mengembangkan tindakan penanggulangan anti-radar yang efektif seperti jamming (pengacauan), sebagaimana dikutip dari Newsweek, Jumat (8/8/2025).  Baca Juga: China Bangun Armada di Tengah Laut, Nelayan atau Mata-Mata?  Menurut geodata yang dilaporkan situs web Flightradar24, Comba Sent yang juga dikenal sebagai RC-135U menyelidiki perairan di sekitar Kepulauan Spratly dan Paracel yang disengketakan di Laut China Selatan dalam penerbangan 10 jam dari pusat militer utama di Jepang barat daya.  Penerbangan pada 6 Agustus tersebut pertama kali terdeteksi oleh analis intelijen sumber terbuka MeNMyRC1, mantan anggota kru RC-135 dan spesialis platform intelijen sinyal. Mereka mengatakan bahwa jarang sekali penerbangan mata-mata AS terlihat begitu jauh di selatan Laut China Selatan, sekaligus mencatat bahwa wilayah tersebut seringkali kekurangan penerima darat yang cukup untuk menangkap jejak pesawat.  Combat Sent, yang dikerahkan pada akhir Juni dari daratan Amerika Serikat ke Pangkalan Udara Kadena di Pulau Okinawa, Jepang, melakukan penerbangan terakhirnya tepat setelah pukul 06.00 pagi waktu terkoordinasi universal atau UTC, menurut Flightradar24. Pesawat itu baru mendarat setelah pukul 16.00 sore UTC di hari yang sama.  Catatan penerbangan menunjukkan bahwa Combat Sent telah dikerahkan dalam penerbangan yang diduga untuk pengumpulan intelijen elektronik setidaknya 11 kali sejak 1 Juli, menyelidiki wilayah yang disengketakan, termasuk di selatan perbatasan Korea Utara serta di dekat provinsi paling selatan China; Hainan, yang merupakan lokasi salah satu kapal induk Angkatan Laut China yang ditempatkan di Laut China Selatan.  Angkatan Udara menyatakan bahwa awak pesawat Combat Sent mencakup minimal 10 perwira perang elektronik dan enam atau lebih spesialis area misi. Pesawat ini memiliki jangkauan bahan bakar lebih dari 4.500 mil dan ketinggian operasional lebih dari 35.000 kaki.  Militer AS mengoperasikan dua platform Combat Sent. Kedua platform tersebut pertama kali terbang pada pertengahan 1960-an dan diperkirakan akan tetap beroperasi hingga tahun 2040-an.  Lembaga think tank yang berbasis di Beijing, South China Sea Strategic Situation Probing Initiative, menulis di X bahwa mereka telah melacak 48 serangan mendadak oleh pesawat mata-mata AS di Laut China Selatan pada bulan Juli saja, empat di antaranya adalah RC-135.  China mengeklaim kedaulatan atas Kepulauan Spratly di lepas pantai barat Filipina dan telah menguasai gugusan Paracel di sebelah timur Vietnam sejak pertengahan 1970-an.  Di kedua gugus pulau yang disengketakan tersebut, China telah memperluas beting dan mereklamasi terumbu karang secara artifisial untuk membangun pangkalan militer besar yang menampung radar, barak, dan lapangan terbang.  China belum berkomentar atas kehadian pesawat mata-mata AS tersebut. Namun juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Mao Ning, mengatakan kepada wartawan pada 9 Februari: "Pesawat dan kapal perang AS sering melakukan pengintaian jarak dekat di sekitar China, yang secara serius mengancam keamanan nasional China dan merusak perdamaian serta stabilitas regional."  (mas)  wa-channel Follow WhatsApp Channel SINDOnews untuk Berita Terbaru Setiap Hari  Follow Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga! Lanjut Baca Berita Terkait Lainnya  Infografis  J-36 China Diklaim Bisa... J-36 China Diklaim Bisa Pecundangi Pesawat Pengebom B-21 AS -  SINDOnews Baca juga Dunia Internasional, Pesawat Mata-mata Militer AS Berkeliaran di 'Depan Pintu' China | Halaman Lengkap logo-apps-sindo Makin mudah baca berita nasional dan internasional. Kanal MNC Portal Live TV MNC Networks Muhaimin Jum'at, 08 Agustus 2025 - 09:41 WIB Pesawat Mata-mata Militer... Pesawat mata-mata militer AS Combat Sent berkeliaran di depan pintu China di Laut China Selatan. Foto/US Air Force BEIJING - Sebuah pesawat mata-mata militer Amerika Serikat (AS) telah terdeteksi terbang jauh ke wilayah sengketa di Laut China Selatan, yang oleh media Amerika gambarkan sebagai "depan pintu" China. Data pelacakan penerbangan menunjukkan pesawat itu muncul di wilayah tersebut pada hari Selasa lalu. Pentagon biasanya tidak mengungkapkan secara spesifik tentang operasi militernya, tetapi lembar fakta Angkatan Udara AS menyebutkan bahwa pesawat mata-mata Combat Sent mengumpulkan informasi pengintaian elektronik strategis untuk para pengambil keputusan dalam rantai komando militer AS. "Menemukan dan mengidentifikasi sinyal radar darat, laut, dan udara militer asing, Combat Sent mengumpulkan dan memeriksa setiap sistem secara mendetail, memberikan analisis strategis bagi para prajurit," ujar Angkatan Udara AS, dalam penjelasan tentang peran platform tersebut dalam mengembangkan tindakan penanggulangan anti-radar yang efektif seperti jamming (pengacauan), sebagaimana dikutip dari Newsweek, Jumat (8/8/2025). Baca Juga: China Bangun Armada di Tengah Laut, Nelayan atau Mata-Mata? Menurut geodata yang dilaporkan situs web Flightradar24, Comba Sent yang juga dikenal sebagai RC-135U menyelidiki perairan di sekitar Kepulauan Spratly dan Paracel yang disengketakan di Laut China Selatan dalam penerbangan 10 jam dari pusat militer utama di Jepang barat daya. Penerbangan pada 6 Agustus tersebut pertama kali terdeteksi oleh analis intelijen sumber terbuka MeNMyRC1, mantan anggota kru RC-135 dan spesialis platform intelijen sinyal. Mereka mengatakan bahwa jarang sekali penerbangan mata-mata AS terlihat begitu jauh di selatan Laut China Selatan, sekaligus mencatat bahwa wilayah tersebut seringkali kekurangan penerima darat yang cukup untuk menangkap jejak pesawat. Combat Sent, yang dikerahkan pada akhir Juni dari daratan Amerika Serikat ke Pangkalan Udara Kadena di Pulau Okinawa, Jepang, melakukan penerbangan terakhirnya tepat setelah pukul 06.00 pagi waktu terkoordinasi universal atau UTC, menurut Flightradar24. Pesawat itu baru mendarat setelah pukul 16.00 sore UTC di hari yang sama. Catatan penerbangan menunjukkan bahwa Combat Sent telah dikerahkan dalam penerbangan yang diduga untuk pengumpulan intelijen elektronik setidaknya 11 kali sejak 1 Juli, menyelidiki wilayah yang disengketakan, termasuk di selatan perbatasan Korea Utara serta di dekat provinsi paling selatan China; Hainan, yang merupakan lokasi salah satu kapal induk Angkatan Laut China yang ditempatkan di Laut China Selatan. Angkatan Udara menyatakan bahwa awak pesawat Combat Sent mencakup minimal 10 perwira perang elektronik dan enam atau lebih spesialis area misi. Pesawat ini memiliki jangkauan bahan bakar lebih dari 4.500 mil dan ketinggian operasional lebih dari 35.000 kaki. Militer AS mengoperasikan dua platform Combat Sent. Kedua platform tersebut pertama kali terbang pada pertengahan 1960-an dan diperkirakan akan tetap beroperasi hingga tahun 2040-an. Lembaga think tank yang berbasis di Beijing, South China Sea Strategic Situation Probing Initiative, menulis di X bahwa mereka telah melacak 48 serangan mendadak oleh pesawat mata-mata AS di Laut China Selatan pada bulan Juli saja, empat di antaranya adalah RC-135. China mengeklaim kedaulatan atas Kepulauan Spratly di lepas pantai barat Filipina dan telah menguasai gugusan Paracel di sebelah timur Vietnam sejak pertengahan 1970-an. Di kedua gugus pulau yang disengketakan tersebut, China telah memperluas beting dan mereklamasi terumbu karang secara artifisial untuk membangun pangkalan militer besar yang menampung radar, barak, dan lapangan terbang. China belum berkomentar atas kehadian pesawat mata-mata AS tersebut. Namun juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Mao Ning, mengatakan kepada wartawan pada 9 Februari: "Pesawat dan kapal perang AS sering melakukan pengintaian jarak dekat di sekitar China, yang secara serius mengancam keamanan nasional China dan merusak perdamaian serta stabilitas regional." (mas) wa-channel Follow WhatsApp Channel SINDOnews untuk Berita Terbaru Setiap Hari Follow Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga! Lanjut Baca Berita Terkait Lainnya Infografis J-36 China Diklaim Bisa... J-36 China Diklaim Bisa Pecundangi Pesawat Pengebom B-21 AS - SINDOnews

    Baca juga: Gelombang Ke-15 Serangan Iran ke Israel Dimulai, Drone dan Rudal Menyerbu Tel Aviv dan Haifa

    Sementara itu, WNI yang meminta dievakuasi di antaranya ada 115 WNI di Iran dan 11 WNI di Israel.

    Untuk evakuasi WNI di Iran, tim dijadwalkan berangkat Jumat (20/6/2025) menuju ibu kota Azerbaijan, Baku, dengan estimasi perjalanan sekitar 30 jam. 

    Sesampainya di Baku, para WNI akan transit selama dua malam sebelum melanjutkan penerbangan pulang ke Tanah Air dengan pesawat komersial pada Minggu (22/6/2025).

    Kemudian, evakuasi WNI dari Israel direncanakan akan melalui ibu kota Yordania (Amman) sebelum diberangkatkan melalui jalur udara.

    (Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Gita Irawan)

    Baca berita lainnya terkait Konflik Iran Vs Israel.

    Dapatkan Berita Pilihan

    di WhatsApp Anda

    Klik Di Sini!

    tribunx logo
    asd

    Video Player is loading.

    Current Time 0:00

    Duration 0:00

    Remaining Time 0:00

    Â

    Komentar
    Additional JS