Skip to main content
728

Rp2,2 T untuk Kampung Nelayan Merah Putih, Bisakah Jadi Solusi? : Tirto

 

Rp2,2 T untuk Kampung Nelayan Merah Putih, Bisakah Jadi Solusi?

tirto.id - Setelah menggagas Koperasi Desa/Kelurahan (Kopdes) Merah Putih, Presiden Prabowo kini menyiapkan program baru: Kampung Nelayan Merah Putih (KNMP). Program ini dirancang untuk meningkatkan kesejahteraan para nelayan lewat pembangunan kawasan yang terintegrasi dengan berbagai fasilitas pendukung.

Berbekal blokir anggaran yang telah dibuka oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) belum lama ini, orang nomor satu di Indonesia itu menargetkan agar Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dapat membangun 100 KNMP pada tahun 2025.

“Itu yang dibintangi (diblokir), itu diubah saja menjadi kampung nelayan seperti ini,” ujar Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, mengutip perkataan Prabowo, dalam Peringatan Hari Internasional Melawan Illegal Unreported and Unregulated Fishing (IUUF) di Kantor KKP, Jakarta Pusat, Kamis (5/6/2025).

Tak berhenti di situ, hingga 2026, Prabowo menargetkan pembangunan 1.000 KNMP.

KNMP dirancang sebagai kawasan terpadu yang dilengkapi berbagai fasilitas untuk mendukung aktivitas nelayan. Dengan adanya pabrik es, cold storage, infrastruktur pengolahan hasil laut, sentra logistik nelayan, hunian layak, serta akses pendidikan dan layanan kesehatan bagi keluarga nelayan, program ini diharapkan dapat menggandakan pendapatan mereka.

“Yang sebelumnya esnya beli dari kulkas-kulkas, lalu penjualannya ke pasar menggunakan sepeda motor sekarang mereka begitu ditangkap, esnya memang sudah ada pabriknya di situ. Lalu yang kemudian, yang kedua bisa disimpan langsung di cold storage-nya juga ada di situ,” lanjut Trenggono.

Dalam kesempatan terpisah, Staf Ahli Menteri Kelautan dan Perikanan Bidang Ekonomi, Sosial, dan Budaya, Trian Yunanda, mengungkapkan revisi target pembangunan KNMP: dari 1.000 kampung hingga 2026 menjadi 1.100 kampung hingga akhir 2027.

Ia juga menjelaskan bahwa selain menggunakan dana dari blokir anggaran yang telah dibuka, proyek KNMP akan dibiayai melalui Anggaran Belanja Tambahan (ABT) KKP 2025 yang saat ini tengah dibahas bersama Direktorat Jenderal Anggaran (DJA) Kemenkeu.

“Jadi, mudah-mudahan dalam waktu dekat, sesuai dengan rencana, mudah-mudahan bulan Juli ini kita bisa kontrak. Artinya, anggaran juga sudah tersedia, termasuk tentunya kaitannya dengan rincian output yang diperlukan,” jelasnya, dalam acara Morning Sea – Kampung Nelayan Merah Putih, di Gedung Mina Bahari 4, KKP, Jakarta Pusat, Senin (16/6/2025).

Trian menyebut, pembangunan Kampung Nelayan Merah Putih (KNMP) membutuhkan anggaran sekitar Rp22 miliar per kampung. Artinya, untuk membangun 100 kampung pada 2025, dana yang dibutuhkan mencapai Rp2,2 triliun dan seluruhnya berasal dari APBN.

Sebagai acuan, KKP sebelumnya membangun kampung nelayan modern di Biak dengan biaya Rp20 miliar yang rampung dalam tiga bulan. Untuk proyek KNMP, timnya memperkirakan pembangunan di 100 lokasi bisa diselesaikan dalam waktu empat bulan, dengan perencanaan yang matang.

Tak hanya untuk meningkatkan pendapatan nelayan, KNMP juga dirancang guna mendorong produktivitas, kemandirian ekonomi, serta kesejahteraan masyarakat pesisir. Salah satu strateginya adalah mengintegrasikan KNMP dengan Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih, yang akan mengelola sarana produksi seperti pabrik es dan fasilitas pengolahan hasil tangkap.

Sebagai pendukung, sekitar 4.000 penyuluh akan dikerahkan untuk memberikan pelatihan dan pendampingan. Meski pembangunan infrastruktur dilakukan oleh KKP, pengelolaan unit bisnis koperasi akan melibatkan kementerian dan lembaga lain, seperti Kementerian Koperasi, yang sebelumnya telah bekerja sama dalam proyek percontohan di Biak.

Pembangunan KNMP diharapkan turut mendorong pemerataan ekonomi di wilayah pesisir, yang selama ini menjadi kantong kemiskinan. Berdasarkan data BPS, Nilai Tukar Petani (NTP) subsektor perikanan pada 2023 tercatat 105,21—lebih rendah dibanding subsektor tanaman pangan (107,63), hortikultura (111,75), dan perkebunan rakyat (128,49).

Angka ini juga turun dari tahun sebelumnya yang mencapai 105,74. Penurunan turut terjadi pada subsektor perikanan tangkap, dari 106,45 pada 2022 menjadi 105,40 pada 2023. Hal ini mencerminkan bahwa kesejahteraan nelayan masih tertinggal dibanding petani di subsektor lain.

Inkonsistensi Kebijakan

Pengamat Ekonomi Kelautan dan Perikanan, Suhana, menilai bahwa jika program Kampung Nelayan Merah Putih (KNMP) dapat berjalan dengan baik, maka akan sangat membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kampung-kampung nelayan dan pembudidaya ikan di Indonesia. Namun, menurutnya, secara konsep KNMP terlihat sebagai kelanjutan dari program Kampung Nelayan Maju (Kalaju) yang diluncurkan pada 2022 dan Kampung Nelayan Modern (Kalamo) pada 2024.

“Jadi, dalam 3 tahun terakhir ini KKP telah 3 kali mengubah nama program, menyesuaikan kondisi pimpinan. Tentu sangat disayangkan karena untuk merubah nama itu tentu tidak memerlukan anggaran yang tidak kecil,” katanya, kepada Tirto, dikutip Kamis (19/6/2025).

Sebagai contoh, untuk membangun sentra Kampung Nelayan Maju di Kota Tidore, Dinas Kelautan dan Perikanan Maluku Utara mengusulkan anggaran sebesar Rp10 miliar kepada pemerintah. Pasalnya, pembangunan Kalaju sepenuhnya dibiayai melalui APBN. Di sana, KKP membangun kampung nelayan terintegrasi dengan berbagai fasilitas seperti dermaga, dock kapal, cold storage, pabrik es, pasar ikan, hingga pendirian Badan Layanan Umum (BLU).

Sementara itu, pembangunan Kampung Nelayan Modern di Biak Numfor, Papua, yang diresmikan Presiden Joko Widodo pada November 2023, menelan anggaran hingga Rp22,1 triliun. Mengutip laman resmi KKP, anggaran tersebut digunakan untuk membangun fasilitas produksi perikanan seperti dermaga dan tambatan perahu, jalan akses dan jalan kawasan, instalasi air bersih, IPAL dan MCK, penerangan, gardu pandang, shelter pendaratan, turap beton, dan pedestrian.

Selain itu, dibangun pula fasilitas pengusahaan perikanan yang mencakup kantor koperasi pengelola, pabrik es portabel berkapasitas 3 ton, gudang beku portabel kapasitas 10 ton, sarana perbaikan kapal (dock shipyard), sentra kuliner, kios logistik, bengkel nelayan, serta kendaraan berpendingin roda empat.

Bantuan alat tangkap ikan juga diberikan, berupa 20 kapal penangkap ikan, lima mesin tempel Yamaha 15 PK, 51 unit gillnet monofilamen, 228 unit handline, dan 120 unit coolbox. Namun demikian, meskipun telah mengucurkan dana besar, hasil pembangunan tersebut belum menunjukkan dampak signifikan terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir.

“Oleh sebab itu, selain membangun infrastruktur fisik, baiknya pemerintah juga membangun infrastruktur non-fisik yang terkait dengan kesiapan masyarakat di kampung-kampung tersebut dalam menghadapi perubahan-perubahan yang akan terjadi, misalnya dalam menyikapi para wisatawan yang datang ke kampung tersebut,” saran Suhana.

Di sisi lain, pembangunan KNMP menghadapi sejumlah tantangan, mulai dari daya serap anggaran, potensi tumpang tindih dengan dana desa, efektivitas kebijakan, hingga keberlanjutan program.

Dengan anggaran tahap awal yang mencapai Rp2,2 triliun, muncul pertanyaan mendasar: apakah angka tersebut realistis untuk mencakup pembangunan infrastruktur, pemberdayaan, serta penguatan sosial-ekonomi nelayan? Lebih jauh lagi, apakah dana sebesar itu benar-benar berpihak pada kelompok paling marginal di wilayah pesisir?

“Anggaran ini berasal dari ABT tahun 2025, yang sudah mendapatkan persetujuan dari Kementerian Keuangan. Namun, dana ABT pada hakikatnya bersifat non-permanen, tergantung pada efisiensi dan pengalihan anggaran dari sektor lain,” kata Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, kepada Tirto, Kamis (19/6/2025).

KKP sendiri hanya memiliki pagu efektif sekitar Rp3,58 triliun setelah pemangkasan anggaran. Dari jumlah tersebut, program Kampung Nelayan Merah Putih (KNMP) diperkirakan akan menyerap hingga 60 persen anggaran kementerian, yang memunculkan kekhawatiran terkait efisiensi alokasi.

Achmad Nur Hidayat menilai, dominasi anggaran untuk KNMP berisiko menyingkirkan program strategis lainnya yang juga menyasar nelayan, seperti pelatihan kewirausahaan, bantuan alat tangkap ramah lingkungan, atau rehabilitasi ekosistem pesisir.

Ia menggambarkan situasi ini seperti membangun rumah dengan anggaran yang minim: bangunan mungkin bisa berdiri, tetapi belum tentu kokoh, apalagi layak untuk ditinggali. Menurutnya, KNMP tak bisa dipandang sekadar sebagai proyek infrastruktur fisik, karena pada dasarnya ia merupakan ekosistem sosial yang menuntut adanya pendampingan, penguatan kelembagaan, serta keterhubungan dengan pasar dan sumber pembiayaan.

Dalam pandangannya, kunci keberhasilan KNMP terletak pada perencanaan yang partisipatif. Pemerintah pusat, kata dia, tak seharusnya mengambil semua keputusan dari Jakarta. Proses seperti pemilihan lokasi, desain kampung, hingga pelibatan warga semestinya dilakukan dari bawah ke atas. Tanpa pendekatan seperti itu, KNMP berpotensi menjadi proyek mercusuar: terlihat megah dari luar, tetapi rapuh dari dalam.

Masalah lain yang tak kalah penting adalah potensi tumpang tindih dengan program-program yang sudah ada, seperti Dana Desa maupun Kopdes Merah Putih, yang juga menyasar kawasan pesisir. Bahkan, banyak desa calon lokasi KNMP telah menerima Dana Desa sejak hampir satu dekade terakhir.

Hal ini memunculkan pertanyaan baru: bagaimana KNMP dirancang agar tidak sekadar menjadi versi lain dari Dana Desa? Jika KNMP hanya memodifikasi bentuk alokasi fisik dari program sebelumnya, bukan tidak mungkin akan memicu kecemburuan dari desa-desa non-pesisir—seperti di Papua, pedalaman Kalimantan, atau desa-desa kering di NTT—yang juga menghadapi kemiskinan struktural namun tak mendapatkan perhatian serupa.

“Apakah pembangunan KNMP tidak akan melahirkan ketimpangan baru, justru karena alokasi difokuskan pada wilayah pesisir semata? Program yang baik harus menjawab kesenjangan antarwilayah, bukan memperlebar jaraknya,” tegas Achmad.


tirto.id - Ekonomi

Reporter: Qonita Azzahra
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Hendra Friana

Posting Komentar

0 Komentar

728