5 Bank Bangkrut di Amerika Serikat, Aset Terbesar Tembus Rp4.989 Triliun | Sindonews
Dunia Internasional, Keuangan
5 Bank Bangkrut di Amerika Serikat, Aset Terbesar Tembus Rp4.989 Triliun | Halaman Lengkap
Makin mudah baca berita nasional dan internasional.
Senin, 25 Agustus 2025 - 14:38 WIB
5 bank bangkrut di Amerika Serikat. FOTO/iStock Photo
- Amerika Serikat (AS) mencatat sejumlah kebangkrutan bank besar yang mengguncang industri keuangan dan perekonomian nasional. Sejak dekade 1980-an hingga era digital saat ini, setidaknya lima bank besar tercatat kolaps akibat berbagai faktor, mulai dari krisis pasar, manajemen risiko yang lemah, hingga perubahan drastis kondisi ekonomi global.
Kebangkrutan terbesar terjadi pada Washington Mutual Bank (WAMU) pada 25 September 2008. Dengan aset mencapai USD307 miliar atau setara Rp4.989 triliun, WAMU tumbang akibat krisis subprime mortgage yang memicu aksi penarikan dana secara besar-besaran oleh nasabah. Situasi ini memaksa regulator menyerahkan bank tersebut ke JPMorgan Chase untuk penyelamatan darurat.
Baca Juga: Bank Bangkrut di Indonesia Tambah Satu Lagi, Cek 23 Daftar Terbaru
Kasus serupa kembali mencuat pada 1 Mei 2023, ketika First Republic Bank runtuh di tengah gejolak pasar. Bank dengan aset senilai USD212,6 miliar atau setara Rp3.455 triliun itu terjerat masalah likuiditas parah akibat kenaikan suku bunga dan tekanan pasar. Seperti WAMU, bank ini juga akhirnya diambil alih JPMorgan Chase untuk mencegah dampak sistemik yang lebih luas.
Tak lama sebelumnya, Silicon Valley Bank (SVB) juga ambruk pada 10 Maret 2023. Fokusnya pada sektor teknologi dan startup menjadikan SVB sangat rentan terhadap perubahan pasar. Dengan total aset mencapai USD209 miliar atau setara Rp3.397 triliun kegagalannya menjadi yang terbesar dalam 15 tahun terakhir hingga saat itu, sekaligus memicu kekhawatiran terhadap stabilitas keuangan global.
Dua hari setelah SVB, Signature Bank menyusul bangkrut pada 12 Maret 2023. Bank dengan aset sekitar USD110,4 atau setara Rp1.794 triliun ini terjerat masalah likuiditas, diperparah oleh eksposurnya yang tinggi pada pasar mata uang kripto yang tengah merosot tajam. Regulasi federal kemudian turun tangan untuk mengendalikan dampak kegagalan tersebut.
Jauh sebelum era digital, Continental Illinois National Bank and Trust Co. mencatat sejarah kegagalan pada 17 Mei 1984. Dengan aset USD41,4 miliar atau setara Rp673 triliun, bank ini mengalami krisis kepercayaan yang memicu aksi penarikan dana besar-besaran, hingga akhirnya ditutup dan diambil alih oleh pemerintah.
Baca Juga: Ada 3 Bank Bangkrut di Indonesia Sepanjang 2025, Ini Sebabnya
Serangkaian kegagalan ini menjadi pelajaran berharga bagi industri keuangan global. Dari krisis hipotek di 2008 hingga gejolak likuiditas pada 2023, setiap kasus mencerminkan rapuhnya stabilitas keuangan ketika manajemen risiko tidak berjalan efektif menghadapi perubahan ekonomi.
Menurut laporan Visual Capitalist, kebangkrutan bank-bank besar ini juga memicu reformasi regulasi dan pengawasan yang lebih ketat di sektor keuangan AS. Pemerintah dan bank sentral memperkuat sistem proteksi dan mekanisme penyelamatan untuk menjaga kepercayaan publik dan mencegah krisis yang lebih dalam.
Hingga kini, langkah-langkah pengetatan aturan likuiditas, penilaian risiko, dan pengawasan ketat terus dijalankan. Para analis menilai, pengalaman pahit ini menjadi dorongan penting bagi industri perbankan untuk lebih adaptif dalam mengantisipasi dinamika ekonomi yang bergerak cepat.
Kegagalan lima bank besar tersebut tidak hanya meninggalkan jejak krisis, tetapi juga menjadi pengingat bahwa stabilitas keuangan memerlukan tata kelola yang kuat, inovasi kebijakan, dan kesiapan menghadapi tantangan global yang kian kompleks.
(nng)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com,
Klik Disiniuntuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Lanjut Baca Berita Terkait Lainnya
Infografis

Miliarder Elon Musk Sebut Amerika Serikat sedang Menuju Bangkrut