Ekonom Ingatkan Bahaya Wacana Pengambilalihan Paksa Saham BCA | SINDONEWS
Keuangan
Ekonom Ingatkan Bahaya Wacana Pengambilalihan Paksa Saham BCA | Halaman Lengkap
Makin mudah baca berita nasional dan internasional.
Minggu, 24 Agustus 2025 - 20:44 WIB
Gedung BCA. FOTO/Shutterstock
- Rektor Universitas Paramadina, Prof. Didik J Rachbini, mengkritik keras wacana pengambilalihan paksa saham PT Bank Central Asia (BCA) Tbk yang belakangan mencuat di ruang publik. Ia menilai ide tersebut tidak rasional dan berpotensi merusak tatanan ekonomi nasional yang sudah terbangun pascareformasi.
"Tidak ada angin, tidak ada sebab, tiba-tiba muncul ide hostile take over BCA oleh negara. Ini ide berbahaya dan tidak waras. Jika dipaksakan, sistem ekonomi-politik Indonesia akan rusak dan berubah menjadi hutan rimba yang menyesatkan," ujar ekonom senior pendiri Indef ini, di Jakarta, Minggu (24/8).
Menurutnya, sudah seharusnya presiden mengabaikan narasi yang dianggap sesat tersebut. Dunia perbankan nasional, kata Didik, telah melewati fase restrukturisasi panjang sejak krisis moneter 1998, sehingga saat ini berada pada kondisi yang jauh lebih kuat dan stabil.
Ia mengingatkan, krisis 1998 memang sempat meluluhlantakkan sektor perbankan yang kala itu sangat rapuh. Namun, perbaikan arsitektur kelembagaan dan penguatan regulasi pascareformasi membuat perbankan Indonesia berhasil bangkit. Ketahanan itu terbukti saat krisis keuangan global 2008 dan pandemi COVID-19 pada 2019, ketika sektor perbankan tetap solid meski perekonomian dunia terguncang.
"Begitu COVID-19 usai, perbankan kita kembali normal. Itu bukti bahwa transformasi yang dilakukan selama ini berhasil. Jangan rusak stabilitas yang sudah susah payah dibangun," ujarnya.
Didik menilai, jika wacana pengambilalihan paksa saham BCA benar-benar dijalankan, kepercayaan pasar akan runtuh. Investor, baik domestik maupun asing, bisa menganggap pasar keuangan Indonesia tidak ramah investasi. "BCA dipercaya publik karena pengelolaannya baik dan transparan. Kalau ide sesat ini diteruskan, kepercayaan itu akan hilang," tegasnya.
Ia juga menyoroti peran BCA dan bank-bank milik negara (Himbara) sebagai pilar penting perekonomian nasional. Menurutnya, kontribusi sektor perbankan tidak hanya mendorong penyaluran kredit dan pertumbuhan dunia usaha, tetapi juga memberikan pemasukan pajak signifikan bagi negara.
"BCA dan bank Himbara ini adalah tulang punggung perekonomian nasional. Mengusik stabilitasnya sama saja mengganggu sendi-sendi ekonomi kita," kata Didik.
Lebih jauh, ia mengingatkan bahwa munculnya ide semacam ini, terutama bila bersumber dari partai politik atau parlemen, adalah alarm bahaya bagi iklim investasi dan stabilitas pasar. "Pasar bisa melihat ada bandit-bandit dalam negara yang ingin memberangus pelaku ekonomi. Ini sinyal yang sangat buruk," ujarnya.
Baca Juga: Cikal Bakal Bisnis Keluarga Djarum, Berawal dari Kakek Buyut Jualan Minyak Kacang Tanah
Menteri Investasi dan Hilirisasi sekaligus Chief Executive Officer (CEO) Danantara, Rosan Perkasa Roeslani membantah tegas isu tersebut. Ia menegaskan, tidak ada rencana pemerintah maupun Danantara untuk mengakuisisi saham mayoritas BCA. "Enggak ada," kata Rosan usai rapat tertutup dengan Komisi XI DPR RI pada 19 Agustus 2025.
Didik mengapresiasi klarifikasi tersebut dan menilai ketegasan pemerintah menjadi sinyal penting untuk meredam spekulasi yang merugikan pasar. Ia menegaskan, stabilitas ekonomi yang terjaga merupakan hasil kerja keras bersama dan tidak boleh diganggu oleh narasi atau kepentingan jangka pendek yang berisiko tinggi. "Negara harus menjaga pasar tetap sehat dan mendorong dunia usaha yang kuat, bukan justru ikut merusaknya dengan intervensi yang tidak perlu," ujarnya.
(nng)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com,
Klik Disiniuntuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Lanjut Baca Berita Terkait Lainnya
Infografis

Donald Trump Minta 50% Saham TikTok untuk Amerika Serikat