Sosial Media
powered by Surfing Waves
0
News
    Home Featured KRI Brawijaya TNI AL

    Kehadiran KRI Brawijaya Jadi Simbol Kebangkitan TNI AL, Indonesia Dinilai Hanya Setingkat di Bawah Jepang dan Korsel - Zona Jakarta

    8 min read

     

    Kehadiran KRI Brawijaya Jadi Simbol Kebangkitan TNI AL, Indonesia Dinilai Hanya Setingkat di Bawah Jepang dan Korsel - Zona Jakarta


    ZONAJAKARTA.COM - Kekuatan armada laut Indonesia (TNI AL) semakin diperhitungkan secara global, setelah hadirnya KRI Brawijaya-320 buatan Fincantieri, Italia.

    Apalagi, tahun depan saudaranya KRI Prabu Siliwangi-321 yang kini masih dalam proses perakitan di Italia, bakal menyusul menjadi bagian dari kekuatan utama TNI AL.

    Kehadiran dua kapal buatan Italia itu dinilai menjadi lompatan besar angkatan laut dan menempatkan Indonesia sebagai kekuatan baru.

    Bahkan, media Malaysia, defencesecurity.com, 6 September 2025, menyebut kedua KRI itu akan menempatkan Indonesia sebagai kekuatan terbesar kedua di Asia Timur Laut, setelah Jepang dan Korea Selatan (Korsel)

    Dalam hal kemampuan, KRI Brawijaya-320 dan KRI Prabu Siliwangi-321 berada di peringkat kedua setelah kapal perusak yang dilengkapi Aegis milik Jepang dan Korea Selatan di Asia Timur Laut.

    Bahkan, dalam hal fusi sensor, jangkauan rudal, dan peperangan elektronik, kedua KRI itu setara dengan fregat FREMM terbaru yang dioperasikan oleh Italia, Prancis, dan Mesir.

    Serah terima KRI Brawijaya-320 secara resmi dilakukan di galangan kapal Fincantieri, Muggiano, Italia, Rabu (2/7/2025).

    Kehadiran para pemimpin senior Italia dan Indonesia pada upacara tersebut menyoroti bobot geopolitik dari serah terima tersebut, yang melambangkan keterlibatan Italia yang lebih dalam dengan Indo-Pasifik dan kemunculan Indonesia sebagai kekuatan angkatan laut dengan ambisi global.

    Dalam laporannya pada 3 Juli 2025 lewat situs resminya Kementerian Pertahanan Indonesia, kemenhan.go.id berjudul "KRI Brawijaya-320 Diresmikan: Lambang Kemajuan, Kesiapsiagaan dan Kehormatan Indonesia", disebutkan kehadiran kapal perang itu menjadi implementasi nyata dari kebijakan Perisai Trisula Nusantara dalam memperkuat postur pertahanan maritim Indonesia.

    Akuisisi KRI Brawijaya-320 dan KRI Prabu Siliwangi-321 juga memperkuat hubungan pertahanan antara Roma dan Jakarta.

    Kapal tersebut berangkat dari Italia pada 29 Juli, memulai apa yang secara efektif merupakan "kedutaan terapung" dengan misi perwakilan, resepsi di atas kapal, dan diplomasi budaya, termasuk perhentian penting di Kolombo, Sri Lanka, tempat ribuan ekspatriat Indonesia ditampung.

    Kedatangan KRI Brawijaya-320 juga menjadi simbol bahwa Indonesia telah meningkatkan proyeksi kekuatan angkatan lautnya secara dramatis.

    Ini merupakan kapal tempur multi-misi Pattugliatore Polivalente d’Altura (PPA) pertama Indonesia, yang menandai tonggak bersejarah dalam keseimbangan kekuatan maritim Asia Tenggara.

    KRI BRawijaya-320 merupakan kapal perang kelas Thaon di Revel yang memiliki panjang 143 meter dan bobot benaman 6.250 ton.

    KRI Brawijaya-320 buatan galangan kapal Italia, Fincantieri, dinilai membuat kekuatan TNI AL semakin tangguh di Indo-Pasifik. (Dispenal)

    Kapal ini dulunya ditujukan untuk Angkatan Laut Italia dan kini menjadi kapal tempur permukaan terbesar dan tercanggih dalam sejarah Angkatan Laut Indonesia (TNI AL).

    Setelah pelayaran enam minggu dari La Spezia, Italia, KRI Brawijaya-320 memasuki perairan Indonesia melalui Selat Sunda pada 4 September 2025, disambut meriah dan dikawal angkatan laut.

    Kehadirannya menegaskan perannya sebagai simbol baru penangkalan di kawasan Indo-Pasifik yang semakin diperebutkan.

    Perjalanan kapal ini bukan sekadar transit pengiriman, melainkan sebuah pertunjukan diplomasi angkatan laut dan kesiapan tempur yang dirancang dengan cermat.

    Dalam perjalanannya dari Ialia ke Indonesia, KRI Brawijaya-320 singgah di Turki, Mesir, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Sri Lanka.

    Lawatan itu mengirimkan pesan yang jelas bahwa Jakarta bermaksud untuk memperdalam kemitraan maritim dengan kekuatan-kekuatan utama di sepanjang koridor Samudra Hindia dan Laut Merah.

    Latihan gabungan angkatan laut menambah keunggulan operasional pada pelayaran tersebut.

    KRI Brawijaya-320 juga sempat terlibat dalam latihan gabungan dengan fregat FREMM Angkatan Laut Mesir ENS Tahya Misr (FFG 1001), kapal perusak kelas Andrea Doria Italia ITS Caio Duilio (D 554), dan korvet kelas Gowind UEA UAEN Bani Yas (P110).

    Kapal perang ini juga terhubung dengan korvet kelas Diponegoro milik Angkatan Laut Indonesia, KRI Sultan Iskandar Muda (367), untuk melakukan latihan peperangan elektronik, pengisian bahan bakar di laut, dan latihan pertahanan udara yang menekankan interoperabilitas dengan pasukan sekutu.

    Satu detasemen pasukan khusus TNI AL dikerahkan selama misi tersebut, menegaskan peran ganda KRI Brawijaya, baik sebagai utusan diplomatik maupun mesin perang yang siap tempur.

    Akuisisi PPA ini didasarkan pada kontrak senilai 1,25 miliar dolar AS (sekitar Rp 20,6 triliun) yang ditandatangani pada Maret 2024 antara Kementerian Pertahanan Indonesia dan perusahaan pembuat kapal Italia, Fincantieri.

    Paket pembiayaan ini, yang disusun melalui pinjaman sebesar 1,25 miliar dolar AS dari lembaga keuangan Eropa, menggarisbawahi kesediaan Jakarta untuk mengalokasikan sumber daya nasional yang signifikan guna meningkatkan program modernisasi angkatan lautnya.

    Kesepakatan ini mengalihkan dua lambung kapal yang awalnya dialokasikan untuk Angkatan Laut Italia yang mencerminkan permintaan Indonesia yang mendesak akan kapal tempur permukaan berkemampuan tinggi di era persaingan maritim yang semakin ketat.

    Pengadaan ini menandakan tekad Indonesia untuk beralih dari postur "angkatan laut perairan cokelat" menuju kekuatan "perairan biru" yang kredibel dan mampu menjaga jalur komunikasi laut (SLOC) penting yang menopang perekonomiannya.

    Halaman:
    KRI Brawijaya-320 buatan galangan kapal Italia, Fincantieri, dinilai membuat kekuatan TNI AL semakin tangguh di Indo-Pasifik. (Dispenal)

    Sikap China yang semakin agresif di Laut China Selatan dan meningkatnya perambahan di sekitar Kepulauan Natuna telah menciptakan tekanan mendesak bagi Indonesia untuk mengerahkan kapal perang dengan kemampuan pertahanan udara, anti-kapal selam, dan serangan jarak jauh yang canggih.

    Selain China, Indonesia juga harus mengamankan perbatasan maritimnya di Blok Ambalat, titik konflik yang telah lama terjadi dengan Malaysia.

    Sehingga, pengerahan kapal kelas PPA menjadi langkah pencegahan terhadap aktor negara maupun non-negara.

    Kapal utama, KRI Brawijaya-320, sebelumnya bernama Marcantonio Colonna (P433), merupakan ujung tombak kontrak ini dan lompatan kualitatif bagi TNI AL dalam hal daya tembak, jangkauan, dan kecanggihan sistem tempur.

    Kapal saudaranya, KRI Prabu Siliwangi-321, dijadwalkan menyusul tiba di Indonesia pada Januari 2026.

    Kehadiran KRI Prabu SIliwangi-321 bersama KRI Brawijaya-320 akan membuat Indonesia memiliki dua kapal tempur permukaan berkemampuan tinggi.

    Kedua KRI itu akan menciptakan kemampuan angkatan laut bercabang dua yang dapat dikerahkan secara fleksibel di teater timur dan barat.

    Setelah diresmikan, Brawijaya akan diintegrasikan ke dalam Armada Kedua TNI AL yang bermarkas di Surabaya.

    KRI Brawijaya akan bertanggung jawab dalam operasional meliputi perairan timur, termasuk Laut Maluku dan wilayah-wilayah Papua yang merupakan zona-zona kritis karena kedekatannya dengan Australia dan jalur transit energi utama.

    Sedangkan, KRI Prabu Siliwangi akan dikerahkan di bawah Komando Armada Pertama, memperkuat kekuatan angkatan laut Indonesia di kepulauan bagian barat, khususnya di Laut China Selatan dan Selat Malaka.

    Inilah tempat persaingan maritim dengan China, Malaysia, dan Singapura sebagai persinggungan dengan arus perdagangan global.

    Bersama-sama, kedua kapal perang ini akan menjadi kapal tempur permukaan utama yang paling canggih dalam inventaris Indonesia, sehingga meningkatkan kedudukan angkatan lautnya secara signifikan di ASEAN.

    Bahkan, dalam hal kemampuan, kedua kapal itu berada di peringkat kedua setelah kapal perusak berteknologi Aegis milik Jepang dan Korea Selatan di Asia Timur Laut.

    Akuisisi ini juga mencerminkan ambisi jangka panjang Jakarta untuk membangun basis industri pertahanan yang mampu memelihara, meningkatkan, dan pada akhirnya memproduksi bersama kapal perang canggih melalui kerja sama dengan mitra asing seperti Fincantieri dan galangan kapal domestik seperti PT PAL.

    Halaman:
    KRI Brawijaya-320 buatan galangan kapal Italia, Fincantieri, dinilai membuat kekuatan TNI AL semakin tangguh di Indo-Pasifik. (Dispenal)

    Langkah ini memposisikan Indonesia untuk secara bertahap mengurangi ketergantungan pada platform impor sekaligus menciptakan ekosistem teknologi yang diperlukan untuk bersaing dalam perlombaan senjata maritim yang sedang berlangsung di Indo-Pasifik.

    Hadirnya kapal kelas PPA merupakan lompatan generasi bagi Angkatan Laut Indonesia, yang menggabungkan modularitas, otomatisasi, dan kemampuan peperangan multi-domain.

    Dengan panjang 143 meter dan bobot benaman 6.250 ton, KRI Brawijaya dan KRI Prabu Siliwangi mampu melaju hingga 31 knot dengan sistem propulsi CODAG-nya.

    Kedua kapal itu juga memiliki jangkauan 5.000 mil laut yang memungkinkan operasi berkelanjutan di perairan kepulauan Indonesia yang luas.

    Kapal perang ini dipersenjatai dengan persenjataan yang tangguh, termasuk meriam Oto Melara Vulcano 127 mm, meriam cepat Strales 76 mm, 16 rudal anti-udara Aster 30 yang ditempatkan di sel peluncur vertikal, serta delapan rudal anti-kapal dan serang darat Teseo/Otomat.

    Perangkat peperangan bawah lautnya mencakup dua peluncur torpedo rangkap tiga dan susunan sonar canggih, yang memberikannya kemampuan anti-kapal selam yang tangguh terhadap ancaman regional modern seperti kapal selam kelas Yuan Tipe 039A milik China dan kapal selam kelas Kilo milik Vietnam.

    Arsitektur sistem sensor dan tempur berpusat pada radar AESA Leonardo Kronos dan sistem pertahanan udara SAAM-ESD, yang memberinya kemampuan untuk melacak dan menyerang beberapa target udara secara bersamaan pada jarak jauh.

    Hanggar kembar kapal dapat menampung dua helikopter NH90 atau satu helikopter angkut berat AW101, yang secara signifikan meningkatkan jangkauan anti-kapal selam dan pengawasan maritim.

    Ruang misi modular, sistem peluncur RHIB buritan, dan perangkat peperangan elektronik dengan dispenser umpan memberikan kemampuan adaptasi untuk segala hal, mulai dari anti-pembajakan hingga konflik intensitas tinggi berspektrum penuh. ***

    Halaman:
    Komentar
    Additional JS