Purbaya Tolak Tax Amnesty, Rupiah Bisa Terkapar Sampai Rp17.000 - SindoNews
2 min read
Purbaya Tolak Tax Amnesty, Rupiah Bisa Terkapar Sampai Rp17.000
Kamis, 25 September 2025 - 11:23 WIB
Rupiah diprediksi terus melemah imbas Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menolak rencana tax amnesty. FOTO/dok.SindoNews
A
A
A
JAKARTA - Nilai tukar Rupiah terus tertekan pada perdagangan hari ini, dibuka di level Rp16.726 per dolar Amerika Serikat (AS) atau melemah 0,25 persen dari penutupan hari sebelumnya. Rupiah bahkan sempat menyentuh level Rp16.762 per dolar AS pada perdagangan pagi.
Menurut pengamat pasar uang dan komoditas, Ibrahim Assuaibi, pelemahan ini sangat signifikan. Ibrahim memproyeksikan, jika rupiah menembus level Rp16.800, maka sangat mungkin pada bulan Oktober rupiah anjlok hingga Rp17.000 per dolar AS.
"Pagi ini rupiah terus mengalami pelemahan 74 poin. Rupiah melemah di Rp16.758. Kalau seandainya tembus di level Rp16.800, ada harapan bahwa dalam bulan Oktober, Rupiah tembus di level Rp17.000. Itu sangat mungkin sekali terjadi," ungkap Ibrahim dalam keterangannya, Kamis (25/9/2025).
Baca Juga: Omongan Purbaya Bikin Rupiah Babak Belur, Sempat Tembus Rp16.634
Pelemahan ini, kata Ibrahim, didukung oleh sentimen dari faktor eksternal dan internal. Secara eksternal, ketegangan geopolitik di Eropa kembali memanas setelah Presiden AS, Donald Trump, menyampaikan nada agresif terhadap Rusia dalam pidatonya di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Trump memperingatkan negara-negara Eropa agar tidak lagi membeli minyak Rusia dan mempertimbangkan sanksi baru yang menargetkan aliran energi. Meskipun sanksi belum diumumkan, retorika ini meningkatkan risiko geopolitik. Ibrahim menyoroti peningkatan serangan pesawat nirawak Ukraina terhadap infrastruktur energi Rusia.
Selain itu, tuntutan Ukraina dan NATO agar Rusia mengembalikan seluruh wilayah yang dikuasai termasuk Crimea, Donetsk, dan Luhansk yang membuat perjanjian gencatan senjata sangat sulit terwujud.
Ketegangan global ini mendorong penguatan signifikan pada Indeks Dolar (DXY), yang menembus mendekati level 97,850, memberikan tekanan besar pada rupiah. Dari sisi internal, Ibrahim menyoroti penolakan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa terhadap tax amnesty. Menurut Ibrahim, di tengah kondisi saat ini, tax amnesty seharusnya dilakukan karena sangat diinginkan oleh pasar.
"Dulu pada saat pemerintahan Jokowi di bawah Kementerian Keuangan Sri Mulyani ada tiga kali melakukan Tax amnesty dan itu disambut positif oleh pasar," jelas Ibrahim.
Baca Juga: Omongan Purbaya Bikin Rupiah Babak Belur, Sempat Tembus Rp16.634
Ia menambahkan, penolakan Purbaya karena adanya kekhawatiran "kong kali kong" antara pengusaha telah direspon negatif oleh pasar. Ibrahim mengingatkan bahwa tax amnesty sebelumnya mampu menarik arus modal asing kembali ke pasar modal Indonesia dan membuat Rupiah menguat.
Selain itu, Ibrahim menyoroti upaya Bank Indonesia (BI) yang terus melakukan intervensi di pasar NDF dan DNDP namun dinilai kewalahan. Dia menganggap intervensi BI saat ini "sia-sia" karena spekulasi di pasar internasional begitu kuat, berbeda dengan kondisi saat Menteri Keuangan sebelumnya.
Menurut pengamat pasar uang dan komoditas, Ibrahim Assuaibi, pelemahan ini sangat signifikan. Ibrahim memproyeksikan, jika rupiah menembus level Rp16.800, maka sangat mungkin pada bulan Oktober rupiah anjlok hingga Rp17.000 per dolar AS.
"Pagi ini rupiah terus mengalami pelemahan 74 poin. Rupiah melemah di Rp16.758. Kalau seandainya tembus di level Rp16.800, ada harapan bahwa dalam bulan Oktober, Rupiah tembus di level Rp17.000. Itu sangat mungkin sekali terjadi," ungkap Ibrahim dalam keterangannya, Kamis (25/9/2025).
Baca Juga: Omongan Purbaya Bikin Rupiah Babak Belur, Sempat Tembus Rp16.634
Pelemahan ini, kata Ibrahim, didukung oleh sentimen dari faktor eksternal dan internal. Secara eksternal, ketegangan geopolitik di Eropa kembali memanas setelah Presiden AS, Donald Trump, menyampaikan nada agresif terhadap Rusia dalam pidatonya di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Trump memperingatkan negara-negara Eropa agar tidak lagi membeli minyak Rusia dan mempertimbangkan sanksi baru yang menargetkan aliran energi. Meskipun sanksi belum diumumkan, retorika ini meningkatkan risiko geopolitik. Ibrahim menyoroti peningkatan serangan pesawat nirawak Ukraina terhadap infrastruktur energi Rusia.
Selain itu, tuntutan Ukraina dan NATO agar Rusia mengembalikan seluruh wilayah yang dikuasai termasuk Crimea, Donetsk, dan Luhansk yang membuat perjanjian gencatan senjata sangat sulit terwujud.
Ketegangan global ini mendorong penguatan signifikan pada Indeks Dolar (DXY), yang menembus mendekati level 97,850, memberikan tekanan besar pada rupiah. Dari sisi internal, Ibrahim menyoroti penolakan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa terhadap tax amnesty. Menurut Ibrahim, di tengah kondisi saat ini, tax amnesty seharusnya dilakukan karena sangat diinginkan oleh pasar.
"Dulu pada saat pemerintahan Jokowi di bawah Kementerian Keuangan Sri Mulyani ada tiga kali melakukan Tax amnesty dan itu disambut positif oleh pasar," jelas Ibrahim.
Baca Juga: Omongan Purbaya Bikin Rupiah Babak Belur, Sempat Tembus Rp16.634
Ia menambahkan, penolakan Purbaya karena adanya kekhawatiran "kong kali kong" antara pengusaha telah direspon negatif oleh pasar. Ibrahim mengingatkan bahwa tax amnesty sebelumnya mampu menarik arus modal asing kembali ke pasar modal Indonesia dan membuat Rupiah menguat.
Selain itu, Ibrahim menyoroti upaya Bank Indonesia (BI) yang terus melakukan intervensi di pasar NDF dan DNDP namun dinilai kewalahan. Dia menganggap intervensi BI saat ini "sia-sia" karena spekulasi di pasar internasional begitu kuat, berbeda dengan kondisi saat Menteri Keuangan sebelumnya.
(nng)