Jumlah Kursi DPRD DKI Diusulkan Tetap 106 Seusai UU DKJ Berlaku - Beritasatu
Jumlah Kursi DPRD DKI Diusulkan Tetap 106 Seusai UU DKJ Berlaku
Jakarta, Beritasatu.com - Mantan Ketua KPU DKI Jakarta periode 2013-2018 Sumarno, mengusulkan agar jumlah kursi DPRD DKI Jakarta tetap 106 seiring dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 151 Tahun 2024 tentang Daerah Khusus Jakarta (DKJ). Menurutnya, usulan ini mempertimbangkan aspek demografis, sosiologis, dan politik.
“Perlu dikaji ulang jumlah kursi DPRD DKI dengan pendekatan demografis, sosiologis, juga politik. Jadi dengan pertimbangan itu, 106 kursi itu layak untuk dipertahankan bahkan perlu ditambah jumlahnya,” ujar Sumarno dalam diskusi publik bertajuk "Penataan Daerah Pemilihan dan Alokasi Kursi DPRD DKI Jakarta" di ruang paripurna DPRD DKI, Rabu (8/10/2025).
Heboh Tunjangan Rumah Rp 78 Juta, Pimpinan DPRD Jakarta Bakal Evaluasi
Sumarno, yang kini menjadi peneliti di Pusat Studi Partai Politik dan Pemilu (PSP3) Universitas Muhammadiyah Jakarta, menjelaskan Jakarta tidak memiliki DPRD di tingkat kota seperti provinsi lain. Terkait hal itu, Jakarta diberi kekhususan dengan tambahan 125 persen dari ketentuan nasional sehingga jumlah kursi DPRD yang semestinya 85 menjadi 106 kursi.
Namun, dalam UU DKJ terbaru, ketentuan kekhususan tersebut tidak lagi tercantum. Jika mengikuti aturan baru, jumlah kursi berpotensi berkurang menjadi 100, bahkan bisa turun menjadi 85 kursi jika merujuk pada data penduduk versi BPS yang sekitar 10 juta jiwa.
Respons Pramono Soal Tunjangan Rumah DPRD Jakarta Rp 70 Juta Per Bulan
“Bahkan kalau mengacu pada BPS, jumlah penduduk hanya 10 juta, maka bukan hanya berkurang menjadi 100 tetapi menjadi 85 kursi,” kata Sumarno.
Ia menilai, meskipun jumlah kursi berkurang, kompleksitas persoalan Jakarta tidak akan berkurang, mulai dari masalah kependudukan, lingkungan, banjir, hingga kemacetan. Apalagi, status baru Jakarta sebagai kota global justru menambah tantangan tata kelola wilayah.
Sumarno menegaskan, kajian ulang jumlah kursi DPRD DKI perlu dilakukan untuk menata ulang sistem representasi politik Jakarta pascakehilangan status ibu kota negara.