Sosial Media
powered by Surfing Waves
0
News
    Home Amerika Serikat Donald Trump Featured Istimewa Keuangan Spesial

    Trump Janjikan Bagi-bagi Dividen Tarif, Tiap Warga AS Dapat Rp33 Juta SindoNews

    3 min read

     

    Trump Janjikan Bagi-bagi Dividen Tarif, Tiap Warga AS Dapat Rp33 Juta


    Rabu, 12 November 2025 - 19:51 WIB


    Presiden AS Donald Trump. FOTO/AP
    A
    A
    A
    WASHINGTON - Presiden Donald Trump mengumumkan rencana pembagian "dividen tarif" sebesar USD2.000 atau sekitar Rp33 juta per warga Amerika Serikat (AS). Program ini akan didanai dari pendapatan tarif impor dan menjadi langkah stimulus terbaru yang mengingatkan publik pada kebijakan bantuan tunai saat pandemi Covid-19.

    Dikutip Bloomberg, Trump menyampaikan rencana tersebut pada Minggu (9/11), setelah berbulan-bulan mewacanakan ide pembagian dana dari pendapatan bea masuk. Ia menegaskan bahwa penerima bantuan tidak termasuk warga berpenghasilan tinggi, meski tidak menjelaskan batas pendapatan yang dimaksud.

    Selama ini, Trump kerap membanggakan besarnya pendapatan negara dari tarif impor yang diberlakukan terhadap sejumlah mitra dagang utama, termasuk China. Namun, kebijakan membagikan dividen kepada warga berpotensi menelan biaya hingga dua kali lipat dari total proyeksi pendapatan tarif pemerintah AS pada 2025. Rencana tersebut juga dapat menggugurkan janji Trump untuk menggunakan pendapatan tarif guna membayar sebagian utang nasional yang kini mendekati USD2 triliun.

    Baca Juga: Trump Sebut China Bakal Lebih Banyak Impor Energi dari AS

    Langkah bagi-bagi dana ini mengingatkan pada kebijakan bantuan langsung tunai (BLT) semasa pandemi, ketika warga AS menerima cek stimulus senilai hingga USD2.000. Saat itu, Trump mendorong Kongres untuk menaikkan bantuan dari USD600 menjadi USD2.000 per orang, yang kemudian diteruskan Presiden Joe Biden melalui American Rescue Plan pada 2021.



    Namun, sejumlah ekonom menilai stimulus besar-besaran pada masa pandemi turut memicu lonjakan inflasi pada 2021–2022, yang menjadi yang tertinggi sejak awal 1980-an. Kini, dengan inflasi yang belum kembali ke level pra-pandemi, para analis memperingatkan bahwa rencana pembagian uang tunai baru dapat kembali menyalakan tekanan harga.

    Trump belum menguraikan mekanisme teknis penyaluran dana tersebut maupun rencana legislasi pendukungnya. Direktur Dewan Ekonomi Nasional Kevin Hassett mengatakan kepada Fox News, Senin (10/11), bahwa kebijakan itu tetap harus mendapatkan persetujuan Kongres sebelum dijalankan.

    "Ini ide yang buruk," ujar peraih Nobel Ekonomi, Paul Krugman, dalam wawancara dengan Bloomberg TV. "Mengambil satu sumber pendapatan untuk dibagikan kepada publik sementara utang negara terus menumpuk, itu sangat tidak bertanggung jawab."

    Kelompok pemantau fiskal Committee for a Responsible Federal Budget (CRFB) memperkirakan biaya program ini dapat mencapai USD600 miliar jika dirancang menyerupai bantuan pandemi. Sebagai perbandingan, total pendapatan tarif AS pada tahun fiskal 2024 hanya sekitar USD195 miliar, dan proyeksi 2025 sekitar USD300 miliar.

    Baca Juga: Bom Bunuh Diri Guncang Islamabad, Menhan Pakistan Tetapkan Status Perang

    Selain itu, legalitas tarif impor yang diterapkan Trump saat ini masih diuji di Mahkamah Agung. Jika tarif dinyatakan melanggar Undang-Undang Kewenangan Ekonomi Darurat Internasional (IEEPA), pemerintah dapat diwajibkan mengembalikan dana kepada importir. CRFB memperkirakan butuh tujuh tahun untuk mengumpulkan kembali pendapatan tarif yang cukup guna menutup biaya rencana dividen tersebut.

    Menteri Keuangan Scott Bessent menyebut dalam program This Week di stasiun ABC bahwa bantuan USD2.000 mungkin tidak berbentuk cek tunai, melainkan insentif pajak dari pendapatan tarif. Skema itu, menurut dia, selaras dengan kebijakan pajak baru yang disahkan Trump pada Juli lalu, seperti pembebasan pajak untuk tip, lembur, dan tunjangan Jaminan Sosial, serta kredit pajak kendaraan.

    "Bisa jadi ini bukan dividen dalam bentuk uang tunai baru, tetapi berupa pemotongan pajak yang sudah termasuk dalam paket kebijakan presiden," ujar Bessent. Namun, ia juga mengaku belum mendiskusikan langsung rencana tersebut dengan Trump.

    Dalam unggahan di platform Truth Social, Trump menulis bahwa dana tarif, yang tersisa setelah pembayaran USD2.000 akan digunakan untuk mengurangi utang nasional secara signifikan. Namun, hingga kini, pendapatan tarif masih diarahkan untuk menekan defisit fiskal, bukan mengurangi total utang. Sejumlah pakar menilai, jika Mahkamah Agung membatalkan dasar hukum tarif tersebut, pemerintah justru berpotensi menambah utang baru untuk menutup kewajiban pengembalian kepada importir.
    (nng)
    Komentar
    Additional JS