Sosial Media
powered by Surfing Waves
0
News
    Home Featured Istimewa Kisah Inspirasi Kisah Inspiratif Purbalingga Spesial

    Berawal Iseng Lihat Tren Bandung, Pemuda Purbalingga Sukses Ekspor Jam Tangan Kayu ke Singapura - Tribunbanyumas

    5 min read

     

    Berawal Iseng Lihat Tren Bandung, Pemuda Purbalingga Sukses Ekspor Jam Tangan Kayu ke Singapura - Tribunbanyumas.com

    Penulis: Farah Anis Rahmawati | Editor: Daniel Ari Purnomo

    Tribun Banyumas/Farah Anis Rahmawati
    MERAKIT JAM TANGAN, Yogi Sutrisno saat menyelesaikan perakitan jam tangan kayu di bengkel kerjanya di Dusun Melung, Desa Larangan, Kecamatan Pengadegan, Minggu (30/11/2025). Produk kerajinan tangan pemuda Purbalingga ini kini telah menembus pasar ekspor hingga ke Singapura. 
    Ringkasan Berita:
    • Yogi Sutrisno, warga Desa Larangan Purbalingga, sukses merintis usaha jam tangan kayu 'Halba Indonesia' bermodal rasa penasaran dan belajar otodidak.

    TRIBUNBANYUMAS.COM, PURBALINGGA - Suara denting bor dan gesekan amplas menjadi irama sehari-hari di sebuah rumah sederhana di Dusun Melung, Desa Larangan, Kecamatan Pengadegan.

    Di balik hiruk pikuk suara mesin pertukangan itu, tangan dingin Yogi Sutrisno tengah sibuk merangkai sebuah karya seni bernilai tinggi.

    Siapa sangka, dari pelosok desa ini lahir jenama jam tangan kayu bernama Halba Indonesia yang gaungnya kini terdengar hingga ke mancanegara.

    Perjalanan Yogi menjadi pengrajin jam tangan kayu bukanlah warisan keluarga, melainkan buah dari rasa penasaran.

    Pada tahun 2017, seorang teman memberitahunya tentang tren jam tangan kayu yang sedang digandrungi di Bandung. Informasi itu memantik ide liar di kepalanya.

    "Awalnya saya penasaran, terus saya lihat-lihat di media sosial, kok sepertinya bagus, dan saya lihat-lihat juga belum banyak produsen jam tangan kayu, jadi saya coba ambil celah disitu untuk membuat jam tangan dari kayu," ujarnya kepada Tribunbanyumas.com, Minggu (30/11/2025).

    Belajar Otodidak

    Tanpa latar belakang sebagai pembuat jam, Yogi nekat belajar secara otodidak.

    Selama satu setengah tahun, ia menghabiskan waktu untuk bereksperimen, mempelajari teknik pertukangan dari rekannya, dan menyempurnakan detail produk.

    Ketekunan itu akhirnya membuahkan hasil saat ia mulai memberanikan diri melempar produknya ke pasaran pada tahun 2019.

    Namun, jalan terjal langsung menghadang.

    Selain hantaman pandemi Covid-19, tantangan terbesar justru datang dari keraguan konsumen terhadap daya tahan material kayu.

    "Ini kan dari kayu, jadi kadang banyak yang meragukan, takut patah, takut gak awet," kenangnya.

    Tak mau menyerah, Yogi memutar otak.

    Ia beralih sepenuhnya ke pemasaran daring (online) dan menjamin kualitas bahan bakunya.

    Ia memilih kayu Sonokeling dan Mapel yang memiliki serat indah serta kekuatan setara kayu jati.

    Untuk mematahkan keraguan pembeli, ia bahkan berani memberikan garansi uang kembali 100 persen.

    "Dari situ, saya mulai fokus terus untuk memasarkan secara online. Alhamdulillah, seiring waktu pembeli percaya dan banyak testimoni yang muncul, dan makin kesini akhirnya permintaan pun semakin banyak," katanya.

    Tembus Mancanegara

    Strategi 'jemput bola' di dunia maya terbukti ampuh.

    Kini, Yogi mampu memproduksi hingga 20 unit jam tangan desain standar setiap harinya.

    Dengan harga jual mulai Rp 200 ribu hingga Rp 500 ribu, omzet Rp 30 hingga 40 juta per bulan kini rutin masuk ke kantongnya.

    Pasarnya pun meluas.

    Pesanan tak hanya datang dari Sulawesi dan Kalimantan, tetapi juga menembus batas negara.

    "Beberapa bulan yang lalu, saya dapat pesanan dari Singapura. Alhmdulillah produk kami sudah mulai dilirik hingga ke luar negeri," ungkapnya bangga, menyebut India juga mulai melirik karyanya.

    Berdampak Bagi Warga

    Kesuksesan Yogi tidak dinikmatinya sendiri.

    Saat pesanan membludak, ia merangkul tetangga sekitar untuk ikut bekerja.

    Para pemuda desa diberdayakan untuk mengamplas bahan, sementara ibu-ibu rumah tangga mendapat penghasilan tambahan dari menjahit tali jam (strap) kulit.

    Camat Pengadegan, Widodo, memberikan apresiasi tinggi terhadap inovasi warganya ini.

    Menurutnya, Yogi berhasil membuktikan bahwa potensi lokal bisa bersaing di kancah global.

    "Tentu, kami sebagai pemerintah kecamatan sangat bangga karena beliau bisa memanfaatkan potensi kayu di Pengadegan dan menciptakan produk yang diminati pecinta jam kayu di seluruh Indonesia," kata Widodo.

    Komentar
    Additional JS